(16)-Cahaya di Akhir Jalan

3 2 0
                                    

HAPPY READING

***

Setahun setelah galeri "Cahaya dalam Kehampaan" pertama kali dibuka, Repal memutuskan untuk mengadakan pameran terbesar yang pernah ia selenggarakan. 

Pameran tersebut akan menampilkan karya-karya yang ia hasilkan selama setahun terakhir, termasuk lukisan-lukisan dari anak-anak yang telah menjadi bagian dari perjalanan galeri ini. 

Pameran ini diberi judul "Cahaya di Akhir Jalan," sebuah tema yang menggambarkan perjalanan Repal dari kehilangan hingga menemukan kembali makna cinta dan kehidupan.

Malam pameran tiba, dan galeri dipenuhi dengan pengunjung. Anak-anak, keluarga mereka, dan para seniman lokal datang untuk merayakan momen tersebut. 

Lampu-lampu yang lembut menerangi setiap sudut galeri, menciptakan suasana yang tenang dan penuh kehangatan. 

Di tengah-tengah ruangan, berdiri lukisan Repal yang paling bermakna"Pelukan dalam Keabadian."

Lukisan itu seakan menjadi pusat perhatian, menggambarkan cinta yang melintasi batas waktu, menyatukan mereka yang masih ada dan yang telah tiada.

Saat Repal berdiri di depan lukisan itu, mengenang perjalanan hidupnya, tiba-tiba ia mendengar suara lembut di belakangnya. “Kak Repal?”

Repal menoleh dan melihat Dila, yang sekarang tampak lebih dewasa. Wajahnya penuh senyum, meskipun matanya menunjukkan bahwa ia telah melalui banyak hal. 

“Dila, kau datang!” seru Repal, memeluk gadis itu dengan hangat.

“Iya, Kak. Aku ingin menunjukkan sesuatu,” kata Dila sambil menyerahkan sebuah kertas gambar yang ia buat sendiri. 

Di atas kertas itu, tergambar seorang ibu dan anak yang saling berpelukan, dikelilingi oleh cahaya terang yang berasal dari langit. 

“Ini adalah pelukan terakhir dari mama,” kata Dila pelan, suaranya hampir berbisik. 

“Tapi aku tahu, pelukan itu akan selalu ada di hatiku, seperti yang Kakak bilang.”

Repal merasa matanya mulai berkaca-kaca. Gambar itu begitu sederhana, namun penuh makna. Ia merasa bangga pada Dila, yang telah tumbuh menjadi gadis yang kuat dan penuh harapan, meskipun telah melalui begitu banyak kesedihan di usianya yang muda.

Pameran berlanjut dengan suasana haru dan kebahagiaan. Banyak orang yang terhubung melalui cerita dan karya seni yang dipajang. 

Repal berkeliling, menyapa para pengunjung, mendengarkan cerita mereka, dan merasakan bagaimana galeri ini telah menjadi tempat yang istimewa bagi begitu banyak orang. 

Setiap sudut ruangan dipenuhi dengan cinta dan kenangan, seperti cahaya yang tak pernah padam di tengah kegelapan.

Di akhir malam, Repal berdiri di tengah ruangan, dikelilingi oleh teman-teman, para seniman, dan anak-anak yang telah menjadi bagian dari perjalanan galeri ini. 

Dengan suara pelan tapi tegas, ia berkata, “Pameran ini bukan hanya tentang seni, tapi tentang cinta yang abadi. Kita semua pernah kehilangan seseorang yang kita cintai, tapi mereka tidak pernah benar-benar pergi. Mereka hidup dalam kenangan, dalam hati kita, dan dalam setiap pelukan yang kita rasakan di dalam jiwa kita.”

Semua orang terdiam sejenak, meresapi kata-kata Repal. Lalu, perlahan, tepuk tangan memenuhi ruangan, diikuti dengan senyuman dan pelukan hangat di antara para pengunjung. 

Malam itu bukan hanya tentang karya seni, tetapi tentang perasaan bersama—bahwa cinta, meskipun kehilangan, akan selalu menemukan jalannya kembali.

Ketika pameran usai dan pengunjung mulai meninggalkan galeri, Repal kembali duduk di depan lukisan "Pelukan dalam Keabadian."

Pelukan Terakhir [on-going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang