(18)-Jejak di Setiap Langkah

2 2 0
                                    

HAPPY READING•

***

Setelah kepulangan mereka dari rangkaian pameran, Repal dan Putri semakin sibuk dengan proyek-proyek baru.

Galeri "Pelukan dalam Keabadian" kini telah menjadi pusat seni yang dikunjungi oleh berbagai kalangan, mulai dari pelajar hingga seniman profesional, yang semuanya terinspirasi oleh pameran "Titik Temu."

Setiap hari, Repal menerima permintaan dari berbagai kota yang ingin membawa pamerannya ke tempat mereka, sementara Putri terus menulis narasi-narasi yang menggugah tentang cinta, kehilangan, dan harapan.

Namun, di tengah kesibukan itu, Repal mulai merasa bahwa ada sesuatu yang ia rindukan. Meski ia sangat mencintai pekerjaannya, ada momen-momen di mana ia merindukan kedamaian yang dulu ia rasakan ketika pertama kali menciptakan lukisan "Pelukan dalam Keabadian."

Kehidupan yang serba cepat membuatnya kehilangan waktu untuk merenung dan menemukan ketenangan dalam dirinya.

Pada suatu malam, setelah acara peresmian pameran baru di galeri, Repal duduk di teras rumahnya dengan secangkir teh di tangan.

Angin malam yang sejuk menyentuh wajahnya, dan ia membiarkan pikirannya melayang kembali ke masa lalu-saat ia pertama kali memulai perjalanan seni ini.

Saat itu, ia tidak memiliki apa-apa kecuali rasa sakit yang ia alami setelah kehilangan ayahnya. Namun, dari rasa sakit itu, ia menemukan kekuatan untuk menciptakan sesuatu yang indah.

Putri datang dan duduk di sampingnya, membawa sebotol wine. "Kau terlihat sedang memikirkan sesuatu yang dalam," katanya sambil tersenyum.

Repal mengangguk. "Aku sedang berpikir tentang perjalanan kita, tentang semua yang telah kita capai. Aku merasa bersyukur, tapi juga ada bagian dari diriku yang merindukan ketenangan yang dulu aku miliki."

Putri mendengarkan dengan penuh perhatian, tanpa menyela. Setelah beberapa saat, ia berkata, "Setiap perjalanan pasti membawa kita ke tempat-tempat yang berbeda. Kadang, kita melangkah terlalu cepat, dan itu membuat kita kehilangan momen-momen penting di sepanjang jalan. Mungkin ini waktunya untuk melambat, untuk kembali menemukan makna di setiap langkah yang kita ambil."

Kata-kata Putri membuka sesuatu di dalam hati Repal. Ia menyadari bahwa selama ini, ia terlalu fokus pada karier dan pencapaiannya, sehingga ia lupa untuk menikmati proses perjalanan itu sendiri.

Ia telah mencapai banyak hal, tapi kebahagiaan sejati selalu datang dari momen-momen sederhana, seperti ketika ia pertama kali menuangkan emosinya ke dalam kanvas tanpa memikirkan apa pun selain perasaan yang ingin ia ungkapkan.

Beberapa minggu kemudian, Repal memutuskan untuk mengambil jeda dari semua proyek yang sedang berlangsung.

Ia dan Putri berlibur ke sebuah desa kecil di pegunungan, tempat yang tenang dan jauh dari hiruk-pikuk kota.

Di desa itu, mereka menyewa sebuah rumah kayu yang dikelilingi oleh hutan pinus dan sungai kecil yang mengalir jernih.

Di tempat itu, Repal kembali menemukan kedamaian yang telah lama ia rindukan. Setiap pagi, ia duduk di tepi sungai, menggambar pemandangan alam dan merenungkan perjalanan hidupnya.

Putri, yang juga menikmati ketenangan, menghabiskan waktu dengan menulis jurnal tentang pengalaman mereka di desa itu. Mereka berdua menikmati setiap momen yang ada, tanpa terburu-buru untuk mencapai sesuatu.

Selama liburan itu, Repal merasa bahwa ia kembali ke akarnya-ke tempat di mana seni bukan hanya tentang pameran atau pengakuan, tetapi tentang ekspresi diri yang jujur.

Pelukan Terakhir [on-going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang