Di tengah penelusuran mereka di sudut ruangan yang gelap dan misterius, Levin melihat sesuatu yang ganjil. Tombol lampu di dinding tampak berbeda dari biasanya. Dengan rasa ingin tahu, ia menekan tombol itu. Seketika, lantai yang diinjak Alva runtuh, membuatnya terperosok ke bawah.
"ALVA!" panggil Levin begitu melihat lantai yang diinjak Alva terbuka, Levin dengan cepat meraih tangan Alva agar tidak jatuh namun usahanya gagal karenanya dia ikut terjun kebawah bersama Alva.
Mereka terhempas di ruangan bawah tanah, tempat yang belum pernah mereka ketahui keberadaannya. Lantai di atas mereka menutup kembali, seakan tak pernah terbuka. Mereka berdiri dengan tubuh sedikit goyah, menatap ruangan asing di sekeliling mereka. Gelap. Hanya bunyi napas yang terdengar.
"Tempat apa ini?" suara Alva terdengar gemetar, sementara ia mencoba memfokuskan matanya pada kegelapan.
Levin menggeleng. "Gue juga nggak tahu. Kayaknya lantai ini kebuka pas gue nekan tombol tadi."
Alva mengernyit, bingung. "Tapi lantainya ketutup lagi. Gimana kita bisa keluar?"
Levin tidak menjawab. Matanya menelusuri kegelapan yang memeluk mereka. "Entahlah. Mungkin ada sesuatu di sini. Ayo kita cari!" ucapnya akhirnya. Alva hanya mengangguk, menyetujui tanpa banyak bicara.
Mereka berdua mencari-cari sesuatu disana dengan senter mereka. Yang pertama mereka lakukan adalah mencari tombol lampu di sana karena tempatnya sangat gelap hingga mereka tidak tau seperapa luas ruangan itu.
Sementara itu di kelas teman-temannya tengah mencemaskan mereka yang tak kunjung kembali padahal lampu sudah kembali menyala. "Kenapa mereka belum balik juga?" Chalista, yang terlihat gelisah, memandang ke luar jendela. Hatinya tak tenang, kekhawatirannya makin terasa.
Joan hanya diam. Ia bisa melihat bahwa Chalista sebenarnya mencemaskan Alva. Terkadang, Joan merasa waktunya sudah tiba untuk melepaskan perasaannya pada Chalista. Gadis itu sepertinya tak pernah melihatnya karena selama ini Chalista hanya tertuju pada Alva.
"Apa mungkin terjadi sesuatu di luar?" ucap Devan, menambah rasa khawatir di antara mereka, terutama Chalista dan Alynna.
"Bisa jadi mereka masih memperbaikinya," sahut Chania, meski suaranya tidak terdengar terlalu yakin.
"Tapi lampunya kan sudah menyala. Apa lagi yang mereka lakukan di sana?" tanya Willy heran.
Erland hanya mendengus sinis. "udah biarin aja mereka, lagian siapa suruh sok-sok jagoan pake acara keluar segala emang dia pikir kelelawar itu takut sama senter bodohnya itu," katanya sinis.
Arummy,yang mendengarnya langsung marah. "Eh, Erland! Lo kalo ngomong jangan sembarangan ya! Mereka keluar bukan karena sok jagoan tapi mereka ngelakuinnya buat kita semua!" ucap Arummy yang kesal karena Erland selalu menuduh Levin sok jagoan.
Erland memutar mata, seolah malas melanjutkan perdebatan. "mereka kan bisa betulinnya siang, ngapain harus sekarang udah tau kelelawar itu banyak diluar,"
"lo dengar ga ucapan Jimmy tadi kalau travonya bakal meledak kalo mereka gak betulinnya dan kita gak bisa pakainya listrik lagi. Kalau lo gak bisa bantu setidaknya lo diam!" bentak Arummy lagi.
"what? Lo ngomong apa barusan?" ucap Erland tak terima dia berjalan ke arah Arummy.
"udah-udah!" Willy langsung menahan Erland dan membawanya kembali ketempat tidur Erland.
Namun Erland tetap mendengus marah. "wah berani banget dia sama gue," ucap Erland.
"udah maklumin aja namanya juga cewek mungkin dia lagi pms," ucap Willy mencoba menenangkan Erland.

KAMU SEDANG MEMBACA
LOST IN CLASS [ TAHAP REVISI]
Mystery / ThrillerKisah ini menceritakan perjuangan satu kelas siswa-siswi SMA yang terjebak di sekolah setelah menemukan buku aneh di laci temannya yang tiba-tiba menghilang di kelas itu. Sudut pandang dan karakter dibuat untuk memperkuat alur cerita. TAUKAN MAKSUD...