BAB 14 - Panggilan baru?

14 2 0
                                    

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Arkan mengulurkan tangannya kehadapan Qiara dan gadis itu langsung menerima lalu mencium punggung serta telapak tangan Arkan dengan takzim. Selepas itu, mereka masing-masing mengadahkan tangan untuk memanjatkan doa kepada sang pencipta. Pagi ini, pasangan yang baru dua bulan sah itu melaksanakan sholat subuh berjamaah.

Selesai berdoa, Qiara dan Arkan menggulung sajadah miliknya lalu disimpan ke dalam lemari. Qiara juga turut membuka mukena yang ia kenakan tadi, sedang Arkan hanya membuka kemeja meninggalkan kaos polos yang melekat pada tubuhnya disatukan dengan sarung, tidak lupa peci di kepalanya.

"Kak Arkan disini aja, ya. Qiara mau bantuin ibu masak untuk sarapan." Kata Qiara yang hendak membuka handle pintu.

Arkan yang tadi duduk di pinggir kasur tiba-tiba beranjak menuju pintu, Qiara sontak terheran.

"Gak mau, saya mau ikut kamu." Jawab laki-laki itu.

Qiara menghela nafas. Tidak biasa ia melihat sisi manja suaminya itu, padahal jika di rumah Arkan lebih baik menunggu dirinya masak daripada menemani.

"Kok diem aja? tadi katanya mau bantuin ibu masak."

Qiara terbelalak ketika pucuk kepalanya di elus lembut oleh Arkan. Jantungnya mendadak berdegup kencang, apalagi melihat wajah Arkan yang sangat dekat dengan wajahnya.

Arkan terkekeh geli, lagi-lagi ia harus melihat rona merah di pipi sang istri. Apakah istri mungilnya itu salah tingkah pagi pagi begini?

"Kamu pake make up ya?"

Qiara terkejut, dengan cepat gadis itu menggeleng kepala. "Engga kok." Jawabnya.

"Terus, kenapa pipi kamu merah?" Ujar Arkan sembari menyentuh pipi kanan Qiara.

Mendapat sentuhan tiba-tiba itu, tentu tidak nyaman untuk hatinya. Qiara merasa malu, hingga gadis segera memanglingkan wajah membuat Arkan semakin terkekeh.

"Kamu kenapa, hm?" Ucap Arkan dengan suara yang berat sembari menyentuh dagu Qiara agar menatap wajah nya.

"Ih kak Arkan, udah, ah, Qiara mau keluar." Gadis itu melenggang pergi dari kamar tanpa memperdulikan Arkan lagi. Semakin lama ia bersama Arkan, maka semakin sulit untuk dirinya bernafas.

Sebab, setiap Arkan menggodanya pasti Qiara terbawa perasaan. Suaminya beberapa Minggu ini memang suka sekali mengusik Qiara, bisa di bilang itu adalah hobi baru Arkan.

Sedang, Arkan malah tertawa terbahak-bahak namun dengan suara yang kecil melihat reaksi Qiara tadi. Memang rutinitas dirinya sehari-hari jika tidak bekerja ya mengganggu Qiara. Ntah kenapa Arkan suka, apalagi melihat wajah salah tingkah Qiara yang sangat menggemaskan bagi Arkan.

-

"Selamat pagi ibu." Sapa Qiara kepada Ibu Hani yang tengah memotong daging ayam.

"Pagi juga, sayang." Jawab ibu Hani sembari tersenyum kecil. "Kamu ngapain ke dapur?" Lanjut nya.

Qiara duduk di bangku kosong yang ada di depan sang ibu. Lalu tangannya melipat di atas meja. "Mau bantuin ibu masak." Jawab Qiara.

"Nggak usah harusnya, lebih baik kamu di kamar temenin suami kamu. Nanti kalo semuanya udah selesai ibu panggil kalian."

"Tapi Qiara mau ban-."

"Assalamualaikum semuanya."

Belum selesai Qiara melanjutkan ucapannya, seseorang yang hadir membuat ia mendadak bungkam. Ibu Hani melempar senyum pada Arkan setelah menjawab salamnya. sedangkan Qiara sama sekali tidak melirik ke arah suaminya.

Perjodohan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang