“Ayah beneran mau bawa Aiden kesini lagi? Yang bener aja dong, Yah.” Tampak seorang anak laki-laki menatap sang ayah tak percaya. Pria berbadan gagah pasrah melihat tingkah laku putranya.
“Dia juga anak ayah, Langit.”
Tertawalah Langit mendengar jawaban dari Eric, ayahnya. Tawa yang menggambarkan kekesalan sekaligus hal yang lucu baginya. Dirinya menatap Eric lalu tersenyum miring.
“Dia cuma anak angkat ayah. Nggak ada yang bisa ayah harapin dari dia,” ucapnya.
Eric menghela napas. Ia tak tahu lagi bagaimana cara menyatukan mereka berdua. Terlebih lagi sejak beberapa tahun lalu mereka sempat terlibat pertengkaran yang besar. Ia juga tak mau menjelaskan alasannya secepat ini. Yang Eric inginkan sekarang adalah Aiden kembali ke Adelweys.
“Justru ayah butuh dia. Walau memang nyatanya dia tak bisa apa-apa, tapi aku sangat amat ingin dia di sini.”“Ayah tahu kan kalau dia kembali kesini apa yang akan terjadi?” tanya Langit penuh permohonan supaya saingannya itu tak usah ada di Adelweys.
“Memangnya ada apa? Apa yang kamu akan lakukan?” pertanyaan itu seakan menantang Langit untuk berbuat lebih. Ia sama sekali tidak takut dengan ayahnya. Semua akan ia perbuat jika ia berkehendak.
“Terserah. Udah terang-terangan bilang kalau aku benci Aiden juga nggak bakal digubris.” Lelaki itu meninggalkan ayahnya di ambang pintu dan memilih untuk berbaring di sofa ruang tamu.
Pria berstatus ayah itu menghela napas kemudian pergi dari tempat ia berdiri semula. Langit melirik sang ayah yang telah menghilang, lalu datanglah rekan kerjanya. Shine duduk di kursi kuning kesayangannya sembari membuka laptop. Sepertinya perempuan itu sudah tahu pembicaraan ayah dan anak tadi, namun dia memilih untuk diam.
Langit mendengus kesal. Ia masih tidak terima dengan keputusan sang ayah membawa kembali hama. Memang sedendam itu Langit dengan Aiden. Namun terkadang ia menyukai kehadiran Aiden karena anak itu mudah terpancing. Menurutnya, Aiden sangat lucu jika sedang emosi.
“Kamu takut kesaing kan?” celetuk Shine setelah beberapa menit memindai kekesalan Langit tanpa percakapan.
“Ck. Diem aja deh lo. Gue udah menang hari ini.”
“Kamu aja belum apa-apa,” sahut Shine dingin. Sorot matanya masih terfokus pada layar benda elektronik di depannya. Jadi ia tak melihat wajah marah Langit di sampingnya.
Di sela-sela perang dingin singkat Langit dan Shine, datanglah Mashino. Orang itu memandang kedua temannya sekilas, lantas mengambil tasnya yang tertinggal di atas meja ruang tamu.
Langit tak merasakan aura yang baik dari Mashino. Ia menatap lelaki berumur 24 tahun dengan bingung. Tak biasanya Mashino diam saat bertemu mereka. Pasti ia akan memberi salam terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana dan Kristal
FantasyBerpuluh-puluh tahun hidup dalam kegelapan. Entah kapan ini akan berakhir. Seluruh manusia mempertanyakan kemana cahaya pergi. Ini tentang ketidakpastian. Persetan. Manusia berharap lebih. Tidak ada yang bisa diharapkan. Belum tentu takdir akan diub...