Berpuluh-puluh tahun hidup dalam kegelapan. Entah kapan ini akan berakhir. Seluruh manusia mempertanyakan kemana cahaya pergi. Ini tentang ketidakpastian. Persetan. Manusia berharap lebih. Tidak ada yang bisa diharapkan. Belum tentu takdir akan diub...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kapas dengan tetesan alkohol tertempel di atas kulit yang mengelupas. Manusia itu mengaduh, berteriak dalam hati. Perihnya luka yang ia dapat membuat rasa kesalnya bertambah. Rencananya ‘tuk mengejar tiga member Five MEMOR gagal sudah.
“Dia udah pinter mancing kekuatannya,” celetuk Mashino sambil tersenyum tipis. Antara bangga dan kesal. Ketua Adelweys itu menyaksikan sendiri betapa dahsyatnya kekuatan cahaya.
“Itu emang ranahnya. Wilayahnya ada di situ.” Shine menyahut sambil mengompres memar di dagunya.
Langit menatap kedua rekannya sekilas. Dialah yang menerima dampak paling besar dari serangan beberapa jam yang lalu. Jika sinyal teleport terlambat, mungkin nasibnya sama dengan Kevin saat ini. Bahkan bisa lebih dari itu. Teringatlah Langit dengan peristiwa dua tahun lalu.
“Benar. Kita salah ambil langkah… Lembah Maraka sudah diperuntukkan untuknya.” Mashino mengangguk setuju dengan perkataan Shine.
“Dia cuma beruntung.” Mendengar pembicaraan singkat kedua rekannya, Langit hanya bisa tertawa, “gue nggak ngelihat dia bisa ngendaliin kekuatannya. Tapi justru kekuatannya yang ngendaliin dia. Bodoh. Dia tambah lemah kalau gitu.”
“Dia nggak bakal balik ke sini lagi kan? Misinya di sini udah selesai…” ucap Mashino lirih lantas meminum beberapa teguk air.
“Ck. Nggak ada gunanya dia di sini…” Shine menyahut sambil mengalihkan pandangan pada buku yang ia pegang.
“Hahaha. Gue kasihan sama Aileen. Dia ngepercayain orang yang salah.” Setelah diam beberapa detik, Langit tiba-tiba tertawa sambil mengucapkan dua kalimat itu.
Dia, dia dan dia. Tiada habisnya anak-anak Adelweys membicarakan Aiden. Rival yang selalu menghantui walau manusia itu jarang berada di gedung ini. Tiada persaingan, tapi mereka menganggap sesuatu yang memiliki tujuan sama akan dianggap rival. Oleh karena itulah terciptanya perang antara MEMOR dan Adelweys.
“Hahahaha. Kamu bicarakan orang yang mana?” tanya Shine dengan nada sarkas.
Langit ikut tertawa kembali mendengar itu. Menurutnya itu lucu. Banyak sekali rencana tersembunyi yang ia simpan. Pengkhianatan yang terjadi akhir-akhir ini, sungguh membuat Langit merasa puas. Persaingan ini semakin menarik.
Suasana ini sedikit membuat Mashino terdiam. Dia menghela napas, lantas dengan jalan sedikit pincang berjalan meninggalkan ruangan. Hal ini memicu Langit dan Shine saling pandangan, memikirkan isi hati masing-masing.
“Huft… Pikirin rencana lain tanpa Mashino.” Langit kembali menyeloteh.
“Yakin?”
“Dia terlalu baik. Bahkan sama musuh sendiri. Ck, jangan percaya sama siapapun, bahkan sama orang paling baik di dunia…”
“Hm. Marry aja masih punya dendam tersendiri walau dia ada di pihak sana.”