Entah mengapa hari berlalu begitu cepat. Baru saja perempuan itu menyelesaikan tugasnya. Duduk bersandar di kursi perpustakaan, memejam mata. Tumpukan buku di hadapan, membuatnya muak. Berkali-kali ia mendengus kesal. Meratapi nasibnya sebagai mahasiswa akhir yang berusaha keluar dari penjara ini.Tak lama merenung, ia mengambil tas serta tumpukan buku itu. Berjalan keluar ruangan dengan hati-hati. Tak lupa menyapa ibu penjaga perpustakaan, Aileen segera berjalan di antara puluhan mahasiswa. Buku-buku itu sungguh berat. Sepasang matanya cermat memandang sekitar, berhati-hati akan langkahnya.
Kedua mata melirik pada jam tangan. Takut ia tak sempat memimpin rapat lagi. Aileen dibuat kewalahan dengan semua jadwal. Hari ini terasa sangat melelahkan. Belum lagi ia harus bekerja di kantor sampai malam, dan latihan boxing-nya…
Saat hendak keluar gerbang, sekelebat bayangan muncul di hadapannya. Kedua tangan itu mengambil sebagian buku yang ada di tangan Aileen. Perempuan itu terkejut dibuatnya. Kepalanya pun menoleh. Hingga senyuman wajah datar lelaki itu membuatnya mendengus kesal.
“Tangan lo masih pemulihan, jangan bawa barang yang berat…” begitulah ucapnya. Tak menghiraukannya, Aileen fokus ke depan. Tak menjawab.
Sunyi sejenak. Tersisa suara langkah kaki dan lalu lalang kendaraan. Sampailah mereka di depan halte bus. Menunggu kehadiran kendaraan besar beroda empat itu. Ditemani angin sepoi-sepoi serta suara klakson mobil.
Terasa canggung. Mereka berdua tak ada yang memulai percakapan. Mata Aiden melirik ke samping, ke tempat rekannya berada. Pertanyaannya belum ia sampaikan. Dirinya masih penasaran apa yang tengah terjadi di Gedung MEMOR usai ia tinggalkan sehari.
“Lo ada kelas juga hari ini?” tanya Aileen di tengah suasana canggung ini.
“Ya, agak siang.” Aiden menjawab singkat, “sebenernya, ada banyak yang ingin gue omongin.”
“Oh. Omongin sekarang aja.” Begitulah jawaban singkat Aileen sebelum percakapan mereka terpotong sejenak karena bus sudah datang.
Melihat itu, mereka pun beranjak naik ke dalam bus. Begitu pula orang-orang di sekitar mereka yang sedari tadi menunggu. Tak lupa menempelkan kartu pembayaran elektronik di mesin kecil yang ada di samping sopir. Keduanya memilih tempat paling belakang, hingga kursi-kursi itu terisi penuh.
“Lo nemuin sesuatu di Adelweys?” Aileen teringat akan sesuatu yang ingin Aiden sampaikan, jadi ia bertanya tentang Adelweys.
“Nggak ada petunjuk apapun. Buku projek itu udah nggak di tangan mereka lagi,” jawab Aiden lalu mendengus kesal.
Aileen sungguh terkejut dengan pernyataan itu. Berbagai pertanyaan terlintas di kepalanya. Apa gunanya rencana yang ia siapkan jika projek itu sudah hilang begitu saja. Lalu, bagaimana cara ia untuk mendapatkan kristal itu. Semua itu terasa sia-sia.
Tetapi, ia teringat akan suatu hal. Yang dikatakan Kathrine malam tadi, menggugah rasa penasarannya. Pasalnya, benda itulah yang membuat ini semua terjadi. Mungkin juga benda itu akan membuat gerhana ini dapat musnah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana dan Kristal
FantasíaBerpuluh-puluh tahun hidup dalam kegelapan. Entah kapan ini akan berakhir. Seluruh manusia mempertanyakan kemana cahaya pergi. Ini tentang ketidakpastian. Persetan. Manusia berharap lebih. Tidak ada yang bisa diharapkan. Belum tentu takdir akan diub...