“Kak Kathrine memangnya tak apa tidur sendirian?” tanya Marry sembari menyisir rambutnya ke belakang.Di bilik Marry dan Aileen, Kathrine duduk di ranjang sembari memulai percakapan. Dirinya terlalu bosan sendirian di kamarnya. Ia tak punya teman sekamar. Terkadang ruangan itu penuh bayangan. Membuat Kathrine takut akan hal menyeramkan.
“Nggak apa-apa. Kan udah ketentuan,” jawab Kathrine. Senyum terukir saat melihat anggota termudanya itu membersihkan tempat tidur sebelum tidur tanpa disadari.
“Kalau bukan antara aku sama Kak Aileen, pasti kamu akan sekamar sama dia,” celetuk Marry duduk di atas ranjangnya sambil bersandar ke tembok.
“Sudahlah, jangan diperpanjang,” timpal Kathrine, “omong-omong, Aileen belum pulang. Dia kemana ya?”
“Kayaknya sama Kak Aiden tadi.”
Sudah larut malam, namun Aileen sama sekali belum menampakkan batang hidungnya. Walau biasanya Aileen memang begadang di kantor untuk menyelesaikan tugas kuliah dan hal-hal lain. Bahkan Aiden, si penghuni asrama dari siang hingga pagi pun belum pulang juga.
Brak!
Suara itu menarik perhatian kedua gadis. Marry langsung melirik ke arah pintu, tampak Aiden sudah sampai di asrama dan masuk ke dalam kamarnya. Kathrine memberikan isyarat untuk menanyakan siapa yang datang.
“Kak Aiden baru aja sampai. Tapi dia kelihatannya marah,” ujar Marry.
“Mungkin ada sesuatu sama Adelweys,” balas Kathrine.
Tak lama mereka diam kembali. Bingung apa yang harus dibicarakan. Sementara Kathrine menunggu Aileen, Marry sudah terlelap dalam tidurnya. Di dalam pikirannya sekarang adalah bagaimana cara memperbaiki hubungan Marry dengan Aileen, Kathrine tak mengerti mengapa dua manusia itu tak terikat satu sama lain.
“Loh, Kak?” kedatangan Aileen mengejutkan Kathrine yang sedang merenung, “ngapain di sini? Tumben.”
“Cari temen doang kok,” sahut Kathrine berdiri dari ranjang Aileen, “kamu dari mana tadi?”
“Ah, enggak kok. Ada urusan doang,” ucap Aileen tersenyum tipis, “lo mau tidur sini, Kak? Biar gue ke kamar lo aja.”
“Jangan. Kamu tidur di sini aja. Gue pergi dulu.” Kathrine berjalan keluar kamar dan menutup pintu.
Aileen menghela napas. Ia membanting tubuhnya ke atas kasur. Perbincangan siang tadi cukup panjang. Melelahkan. Sekarang kepalanya teramat pusing. Berusaha mengingat kejadian itu membuatnya lelah.
“Argh, sialan!” Aileen bangun dari baringnya. Memandang Marry yang sudah tertidur pulas, kemudian melepas cardigannya. Lagi-lagi menghela napas.
Aileen mengambil langkah menuju kamar mandi. Dirinya memutuskan untuk mandi walau udara di malam hari ini tak bersahabat. Mungkin hampir setengah jam ia habiskan di dalam sana. Saat ia keluar, rambut basahnya digosok oleh handuk kering berwarna putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana dan Kristal
FantasyBerpuluh-puluh tahun hidup dalam kegelapan. Entah kapan ini akan berakhir. Seluruh manusia mempertanyakan kemana cahaya pergi. Ini tentang ketidakpastian. Persetan. Manusia berharap lebih. Tidak ada yang bisa diharapkan. Belum tentu takdir akan diub...