Pahlawan Cahaya Ilmu : Ayah dan Ibu |Keluarga

40 31 1
                                    

   Ayah dan Ibu adalah pahlawan tak tertandingi dalam hidupku. Mereka bukan pahlawan dengan pedang atau jubah, tetapi pahlawan hidupku, dengan dua nama yang memancarkan cahaya di tengah kegelapan. Mereka, guru pertamaku, yang mengajarkanku membaca dan menulis, dua keterampilan yang menjadi tonggak sejarah dalam perjalanan hidupku. Dengan sabar, cinta dan kebijaksanaannya, mereka membimbingku melalui kerasnya badai kehidupan.

   Ketika aku dan adikku masih kecil, kami tinggal di rumah kos kecil yang sekitarnya belum begitu ramai. Suasana di sekitar penuh dengan kedamaian, burung-burung yang hinggap di atas cabang pohon hingga anak-anak yang berlarian kesana kemari dengan tawanya. Saat itu, kami memang bukan orang kaya, namun kami tetap bahagia dan bersyukur atas apa yang telah diberikan-Nya.

"Izah, hari ini kita akan belajar membaca dan menulis ya" Ucap Ibu dengan senyum hangatnya sembari memangku adik.

"Kita akan belajar bersama-sama, Nak. Ayah dan Ibu akan menjadi gurumu" Ucap Ayah yang baru saja kembali dari halaman depan.

Aku mengangguk setuju, siap untuk belajar bersama.

   Ayahku, seorang Buruh dan Ibuku, seorang Tenaga Kesehatan, yang saat itu belum diberi jabatan yang pasti. Gaji yang pas-pasan, membuat Ayah dan Ibu belum bisa membeli rumah yang lebih luas. Elektronik yang masih belum canggih dan listrik yang sering padam, kami merasa sudah terbiasa dengan hal itu. Terkadang, dengan cahaya lilin, Ayah membacakan buku untukku, menghadirkan dunia penuh keajaiban di hadapan mataku. Hatiku terasa tenang, terhibur oleh suara lembut Ibuku dan tulisan indah Ayahku. Ayah dengan tangannya yang besar, menuntun tanganku memegang pensil, menuliskannya di atas kertas kosong dan Ibu yang membantuku membaca tiap kata dan kalimat dengan sabarnya.

Ibu sering berkata kepadaku, "Kata-kata itu pedang yang kuat, dengan membaca dan menulis kamu pasti bisa menemukan cahaya. Ingatlah, setiap huruf yang kamu tulis seperti bintang yang kamu tambahkan ke langit malam."

   Dengan bimbingan Ayah dan Ibuku, aku mulai mengenal huruf, kata-kata, dan kalimat. Setiap kali aku berhasil menulis atau membaca sesuatu yang baru, senyum mereka terasa memenuhi seisi ruangan. Ayah dan Ibu berkata akan terus mendukungku dan adikku, dalam perjalanan pendidikan kami menuju impian nanti. Aku sadar, usia orang tuaku yang kian hari kian menua oleh waktu, itu membuatku bertekad bulat untuk membantu mereka, kelak apa yang mereka ajarkan kepadaku sekarang akan aku ajarkan juga kepada adikku.

***

   Waktu berlalu dengan cepatnya, aku tumbuh menjadi seorang yang gemar membaca dan menulis. Aku belajar bahwa dengan membaca, aku bisa melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda, dan dengan menulis, aku bisa mengekspresikan pemikiran dan perasaanku. Ayah dan Ibu mengajariku nilai kehidupan melalui setiap kata-katanya. Walau mereka tidak pernah mengenal dunia yang besar, tetapi mereka mengajariku menjelajahi dunia melalui buku. Mereka pahlawan sesungguhnya, yang mengajariku tentang nilai-nilai yang abadi. Setiap kali memegang buku atau menulis sesuatu, selalu kuingat dengan hangat bagaimana Ayah dan Ibu memulai perjalanan ini bersamaku. Mereka mengajariku bahwa hidup bukan hanya tentang bertahan, tetapi juga tentang memberi dan mencintai. Setiap kesulitan yang aku hadapi, aku mengingat kata-kata mereka yang penuh dengan makna.

"Hidup ibarat buku yang tak pernah selesai. Kamu harus menulis dan menemukan hal-hal baru setiap harinya."


Ibu juga selalu ada untukku, menepuk punggungku setiap kali aku merasa gagal, "Ibu selalu percaya padamu, Izah. Yakinlah nanti kamu akan berhasil dan menjadi orang sukses."

   Kalau seseorang menganggapku hebat, itu semua tidak terlepas dari hebatnya orang tuaku yang selalu mendukung dan mendoakanku. "Terimakasih Ayah dan Ibu. "

Jejak Langkah : Petualangan dalam Setiap HalamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang