7. Kembali Terlupa

17 11 4
                                    

Haii gess, gimana hari ini?

Semoga senantiasa baik

Semoga senantiasa baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 7:

Kembali Terlupa

.
.
.


Pagi ini, seperti masyarakat pada umumnya, keluarga tiga saudara itu tengah menikmati sarapan pagi bersama di ruang makan. Ini adalah momen langka yang sudah lama sekali tak mereka rasakan. Berkumpul di ruang makan, saling menukar candaan, tertawa bersama. Memberikan kehangatan yang telah terlupa selama ini.

Mungkin, jika ruang makan itu dapat berucap, ia juga turut senang karena melihat tuannya senang. Tubuhnya tak terasa dingin lagi karena kehangatan itu mulai memancar dan mengisi sudut-sudut ruangan.

Menu makanan pagi ini simpel saja, nasi goreng ditambah dengan telur mata sapi di atasnya. Tadi pagi-pagi sekali, saat tiga bersaudara itu tengah bersiap untuk sekolah, Nenek dan Bunda saling bahu-membahu untuk membuat sarapan bersama. Walau menu makanan yang mereka buat sederhana, tapi cukup untuk membuat anak dan Ibunya itu kembali dekat. Mengenang masa-masa dahulu saat sebelum wanita itu menikah.

Sesederhana apa pun makanannya, jika dibuat dengan bumbu kasih sayang maka akan lezat juga bukan?

“Gimana masakan Nenek sama Bunda kalian? Enak?” tanya Nenek Eka disela makannya. Tiga bersaudara itu mengangguk dengan semangat. Tak bisa bohong, makanan terenak di dunia ini bagi mereka adalah masakan Nenek dan Bunda. Tak bisa dibantah lagi.

“Asal kalian tahu, Bunda kalian ini dulu sering sekali memasakkan nenek makanan dari resep buatannya. Kadang juga banyak yang gagal,” cerita Nenek. Saras yang duduk di sebelah Ibunya itu hanya merespons dengan tersenyum.

“Iya kah? Tapi Bunda sekarang jago masak,” ujar Isa.

“Itu kan sekarang, dulu pasti banyak belajar dulu baru bisa jago,” jawab Bhian. Setelah itu ia masukkan satu sendok nasi dalam mulutnya. Nenek tersenyum ramah.

“Betul kata Bhian, Bunda kalian sebelum bisa jadi master chef untuk kalian, pasti juga belajar dulu. Dan itu nggak mudah, banyak lika-liku yang harus dilewati. Kegagalan contohnya,” jelas Nenek. Tiga bersaudara itu menangguk mengerti.

“Makanya, kalian harus jadi kayak Bunda. Enggak nyerah gitu aja biar dapat apa yang diinginkan.” Nenek melirik Saras sejenak, lalu kembali berucap.

“Boleh mencontoh, tapi jangan lupa menjadi diri sendiri. Contoh hal yang positif, tidak semua hal yang kalian jadikan pedoman untuk hidup kalian itu selalu benar.”

Benar kata Nenek, mungkin setiap orang di muka bumi ini memiliki seseorang sebagai contoh atau pedoman bagi hidup kita. Namun, tak selamanya kita harus selalu saja berpatok pada seseorang itu. Setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing. Maka, hiduplah sesuai dengan keinginan kita.

Rainbow Over The Rain [END] [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang