18. Mengukir Kehangatan

11 4 0
                                    

Haloo, sejauh ini baik? Ada cerita yang ingin disampaikan?

Selamat membaca tiga bersaudara

Selamat membaca tiga bersaudara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 18:

Mengukir Kehangatan
.
.
.


“Gimana? Udah siap semuanya?”

Pagi ini, mereka tengah disibukkan dengan persiapan menuju pantai. Ya, mereka sudah merencanakan hal ini kemarin. Hanya untuk bersenang, bukan lebih. Kata Isa, untuk perayaan. Perayaan atas datangnya kembali kebersamaan yang pulang setelah merantau lama entah ke mana.

Sedari tadi pun mereka sibuk menyiapkan barang-barang. Mengecek apakah tak ada lagi yang tertinggal. Setelah dirasa sudah siap, mereka segera melajukan mobil dengan Bhian yang mengemudi. Tenang saja, mereka sudah diizinkan oleh Johari untuk perkiraan ke Pantai. Ya walau harus melalui berbagai cara agar hati Ayahnya itu dapat luluh.

Dalam mobil itu, mereka sembari menyetel lagu, bernyanyi-nyanyi ria. Saling melontarkan candaan dan lain sebagainya. Tak ada lagi jarak di antara mereka, saling peduli dan saling menyemangati.

Setelah satu jam lamanya perjalanan, akhirnya mereka sampai di tempat yang mereka tuju. Isa dan Aya menuju tempat peristirahatan terlebih dahulu, di sebuah gubuk yang dibuat memang untuk wisatawan. Sementara Bhian, lelaki itu perlu memarkirkan mobil terlebih dahulu. Setelah itu menyusul kedua adiknya.

Pemandangan cukup memanjakan mata. Hamparan laut luas menyatu dengan langit biru dan awan-awan putih yang menggantung indah. Banyak juga pengunjung yang berada di pantai tersebut.

Mereka bertiga pun juga ikut mendekati bibir pantai. Bermain ombak bersama. Sudah lama mereka tak mengunjungi pantai, rindu sekali rasanya. Mungkin, pantai pun rindu juga dengan mereka. Membunyikan ombak seolah-olah memberi ucapan selamat datang pada 3 bersaudara.

“Kak Bhian!” panggil Aya sedikit berteriak. Sang empunya nama pun menengok. Pada saat itu pula, Aya mencipratkan air laut pada Bhian. Membuat wajah dan bajunya sedikit basah.

Bhian tak terima, lalu ikut mencipratkan air laut pada Aya. Terjadilah kejar-kejaran di antara mereka. Isa tertawa, kakak-kakaknya ini seperti anak kecil saja.

Isa memilih berjalan menyusuri bibir pantai, menikmati embusan angin yang menerpa wajahnya. Sebelum itu, Isa membalikkan badan, menatap kedua kakaknya yang sudah tak lagi saling mengejar.

“Kak! Aku jalan-jalan sebentar!” ucap Isa pada kedua kakaknya.

“Jangan jauh-jauh!” jawab Bhian. Walau ini hari untuk bersenang-senangnya, ia tak akan lupa dengan tanggung jawab untuk menjaga kedua adiknya.

Isa mengangguk sebagai balasan. Lalu melanjutkan jalannya menyusuri pantai. Matahari tak terlalu terik, membuat nyaman jalan-jalan pagi ini.

Isa mengamati pasir-pasir yang tengah ia pijak. Terlihat banyak kerang di sana. Isa berinisiatif untuk mengambil beberapa kerang yang menurutnya bagus. Maka, di setiap perjalanannya menyusuri bibir pantai, di setiap itu pula Isa mengambil kerang. Tak banyak, sebab ia tak membawa wadah untuk kerang-kerangnya.

Serasa sudah cukup, Isa berniat untuk kembali ke gubuk. Lagi pun ia sudah terlalu jauh dari kakak-kakaknya.

Isa mengembuskan napas, rasanya sangat lega. Satu per satu masalah keluarganya mulai terselesaikan. Hubungannya dengan kedua kakaknya pun mulai berangsur membaik. Mulai kembali memberi kehangatan di setiap cerita yang terukir dalam kehidupan.

Isa yakin, dengan mereka dapat bersatu perlahan-lahan rumah yang sudah lama terasa dingin itu akan kembali menghangat. Hanya tinggal satu hal yang harus mereka lakukan, yaitu memperbaiki. Memperbaiki kesalahan yang telah lampau untuk kembali menyelimuti rumah tersebut dengan kehangatan. Bukan membuang selimut untuk mendinginkan.

☯☯☯

Hari sudah mulai sore, langit pun sudah mulai menampakkan warna jingganya. Burung-burung beterbangan hilir mudik menambah kesan aesthetic dari pantai tersebut.

Tiga bersaudara itu masih enggan untuk kembali ke rumah. Masih ingin berlama di pantai tersebut. Maka, Aya mengusulkan untuk kembali setelah matahari terbenam. Karena ini adalah momen yang langka, dan matahari terbenam pun begitu indah. Sangat disayangkan untuk mereka lewatkan.

Namun, Bhian tak menyetujui hal itu. Sebab, pasti mereka akan dimarahi Bunda dan Ayah. Aya bersungut-sungut, merajuk dengan kakaknya. Sementara Isa terkekeh, ia pun juga masih ingin lama-lama di  tempat seindah ini.

Bhian menghela napas gundah, heran dengan adiknya yang tak mau menurut.

“Yaudah, sebentar lagi. Tapi jangan sampai malem. Atau nanti ditinggal, biar pulang sendiri,” ucap Bhian pada akhirnya. Itu membuat Aya dan Isa senang. Lalu kedua gadis itu memeluk kakaknya dengan penuh sayang.

“Makasih kakak tercinta!” ucap kedua adiknya secara serempak.

“Bilang gitu kalo ada maunya doang, apaan.”
Isa dan Aya hanya cengengesan tak berdosa. Setelah itu mereka berdua meninggalkan Bhian sendirian di gubuk. Melihat indahnya sunset sore ini.

Isa sudah siap untuk mengambil gambar sunset dengan ponselnya. Setelah dirasa cukup, kini giliran mereka berdua berswafoto. Beberapa gambar telah mereka tangkap, indah. Ini akan menjadi foto yang menarik di galeri mereka.

“Kak Bhian, ayo foto bareng!” ajak Isa. Awalnya Bhian menolak, sebab ia tak biasa mengambil gambar dirinya. Namun, dengan seribu paksaan yang terlontar dari mulut kedua adiknya, hatinya luluh juga.

Sesi foto bersama pun selesai. Digantikan dengan Aya dan Isa yang tengah asyik melihat foto-foto yang sudah mereka ambil tadi.

“Udah kan, ayo pulang. Ayah udah telfon,” ucap Bhian. Aya cemberut, jujur saja ia tak ingin pulang cepat. Kalau boleh memilih, Aya ingin tinggal di dekat pantai saja. Setelah ini pasti akan jarang ke tempat ini lagi. Menyapa lautan yang luas.

“Nggak papa, kapan-kapan kita kan bisa ke sini lagi. Bareng Bunda sama Ayah juga,” ucap Isa menyemangati sembari merangkul kakaknya.
Aya tersenyum, lalu mengangguk. Ia harus meminta Bunda dan Ayahnya untuk ke tempat ini bersama-sama. Harus.

Dan pada akhirnya, mereka pulang juga. Badan mereka juga lelah, tapi lelah itu dapat mereka lipur dengan kesenangan yang telah mereka buat tadi.

Ini adalah kenangan baru, serta kenangan yang mereka ulang kembali. Kenangan yang tak akan pernah mereka lupakan.

Semoga selalu seperti ini.

Jangan ada perselisihan lagi, sebab mereka hanya ingin kebahagiaan sekarang. Bukan hal lain.

𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐛𝐮𝐧𝐠....

Maap ges cepet abis karena cuma 900 an kata doang 🙂.

Hehehe

Emm, apa yang kalian inginkan dari hidup ini?

Apa yang kalian inginkan untuk cerita ini?

Rainbow Over The Rain [END] [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang