Rahasia Nadira

6 6 0
                                    

HAPPY READING

NOVEL INI DIBUAT KARNA KEGABUTAN SEMATA, HARAP DIMAKLUMI ADA TYPO ATAUPUN KESALAHAN MENULIS LAINNYA

"Setiap hati memiliki rahasia, dan terkadang, cinta yang tenang menyembunyikan luka terdalam."

*
*
*

Bab 17: Rahasia Nadira

Hujan deras mengguyur SMA Araya pagi itu, menciptakan suara ritmis yang menghantam jendela kelas. Sakala duduk di bangkunya, menatap keluar jendela dengan pikiran yang jauh dari pelajaran yang sedang berlangsung. Percakapannya dengan Aurora beberapa hari lalu masih mengisi setiap sudut pikirannya. Dia tahu bahwa Aurora telah memberinya kejelasan dengan melepaskannya, tetapi perasaan itu tidak sepenuhnya hilang. Di satu sisi, Sakala merasa lega, tetapi di sisi lain, ada beban yang tidak bisa dia lepaskan.

Namun, yang lebih mengganggunya adalah perasaannya terhadap Nadira. Meskipun hubungan mereka semakin dekat, Sakala merasakan ada sesuatu yang belum sepenuhnya terungkap di antara mereka. Nadira selalu tenang dan penuh pengertian, tetapi di balik ketenangan itu, Sakala merasa ada sesuatu yang Nadira sembunyikan.

Ketika bel berbunyi menandakan waktu istirahat, Sakala memutuskan untuk berbicara dengan Nadira secara langsung. Dia ingin lebih memahami gadis yang telah memberikan begitu banyak ketenangan dalam hidupnya, tetapi yang juga membuatnya merasa bahwa ada bagian dari dirinya yang belum sepenuhnya dia pahami.

Setelah mencari Nadira, Sakala menemukannya di perpustakaan, duduk di sudut ruangan dengan sebuah buku di tangannya, seperti biasa. Namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda dalam ekspresinya—wajahnya terlihat lebih serius, bahkan sedikit muram.

"Nadira," sapa Sakala saat dia mendekat. "Boleh aku bicara sebentar?"

Nadira mengangkat wajahnya dari buku, tersenyum tipis namun tidak seperti biasanya. "Tentu, Sakala. Duduklah."

Sakala duduk di depan Nadira, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. "Aku sudah lama merasa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku. Aku nggak tahu apakah kamu merasa nyaman untuk bercerita, tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku di sini untuk mendengarkan."

Nadira terdiam sejenak, menatap buku yang ada di depannya seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang sulit untuk diungkapkan. Setelah beberapa saat, dia menutup bukunya perlahan dan menarik napas dalam-dalam.

"Kamu benar, Sakala," kata Nadira akhirnya. "Ada sesuatu yang belum aku ceritakan padamu. Dan mungkin inilah saatnya aku bicara jujur."

Sakala menatap Nadira dengan penuh perhatian, merasa bahwa ini adalah momen penting—momen yang mungkin akan mengubah cara dia memandang Nadira selamanya.

Nadira menunduk sejenak sebelum mulai berbicara. "Aku... aku punya masa lalu yang belum pernah aku ceritakan pada siapa pun di sini. Alasan aku selalu tenang, mungkin karena aku sudah terbiasa menekan perasaanku sendiri."

Sakala menatap Nadira dengan penuh empati, meskipun dia belum sepenuhnya mengerti maksud dari kata-kata itu. "Apa maksudmu, Nadira?"

Nadira menarik napas panjang lagi, lalu mulai bercerita. "Sebelum aku pindah ke sini, aku pernah punya seseorang yang sangat dekat denganku. Kami saling jatuh cinta, atau setidaknya aku pikir itu cinta. Tapi semuanya berubah dengan cepat. Aku tidak pernah menyangka bahwa orang yang aku cintai bisa begitu cepat menghilang dari hidupku."

Sakala merasa dadanya sesak mendengar pengakuan itu, namun dia tetap diam, memberi ruang bagi Nadira untuk melanjutkan ceritanya.

"Kami mengalami kecelakaan mobil," lanjut Nadira, suaranya mulai bergetar. "Dia meninggal di tempat, dan aku… aku selamat. Tapi sejak saat itu, aku merasa ada bagian dari diriku yang hilang. Setiap kali aku mencoba mencintai lagi, aku selalu dihantui oleh bayangan masa lalu."

Sakala terkejut mendengar pengakuan itu. Selama ini, dia tidak pernah membayangkan bahwa Nadira menyimpan luka sebesar itu. Ketenangan yang selama ini dia tunjukkan, rupanya hanyalah permukaan dari lautan emosi yang lebih dalam.

Nadira menatap Sakala dengan mata yang penuh rasa sakit. "Aku pikir, dengan pindah ke sini, aku bisa melarikan diri dari masa lalu. Tapi ternyata, semakin aku mencoba melupakannya, semakin kuat perasaan itu menghantuiku. Dan aku takut… aku takut kalau perasaanku padamu hanyalah pelarian dari rasa kehilangan itu."

Kata-kata Nadira menusuk hati Sakala. Dia tidak pernah menyangka bahwa perasaan Nadira terhadapnya mungkin terhubung dengan trauma masa lalunya. Selama ini, dia selalu merasa bahwa Nadira adalah sosok yang tenang dan kuat, tetapi kini dia melihat sisi lain dari gadis itu—sisi yang penuh dengan luka dan ketakutan.

"Aku nggak pernah bermaksud menyakiti kamu, Sakala," kata Nadira pelan. "Aku hanya... takut bahwa aku nggak bisa mencintai dengan sepenuhnya lagi."

Sakala merasakan kebingungan yang selama ini menghantuinya semakin dalam. Perasaannya terhadap Nadira tetap kuat, tetapi kini dia mulai meragukan apakah hubungan mereka bisa berjalan jika Nadira masih terjebak dalam bayang-bayang masa lalunya.

"Nadira," kata Sakala akhirnya, suaranya penuh ketulusan. "Aku nggak tahu bagaimana cara untuk menyembuhkan luka yang kamu rasakan, tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku ada di sini. Aku nggak mau kamu merasa harus melupakan masa lalu, tapi aku juga nggak mau kamu terus hidup dalam bayangan itu. Kita bisa melewati ini bersama."

Nadira menatap Sakala dengan mata yang berkaca-kaca, lalu tersenyum tipis. "Terima kasih, Sakala. Aku tahu kamu selalu ada untukku. Tapi aku nggak yakin apakah aku bisa mencintai lagi tanpa rasa takut."

Sakala mengangguk, merasa bahwa tidak ada jawaban mudah untuk situasi ini. Namun, satu hal yang dia tahu dengan pasti: dia tidak ingin kehilangan Nadira. Meski Nadira masih terjebak dalam luka masa lalunya, Sakala percaya bahwa cinta sejati adalah tentang saling mendukung, bukan tentang kesempurnaan.

Setelah percakapan itu, mereka berdua duduk dalam keheningan, membiarkan hujan di luar menjadi latar belakang yang menenangkan. Meskipun percakapan mereka berat, Sakala merasa bahwa hubungan mereka telah mencapai titik yang lebih dalam. Nadira telah membuka hatinya, dan meskipun luka itu masih ada, Sakala yakin bahwa mereka bisa melewati semuanya bersama.

***

Malam itu, Sakala kembali merenung di kamarnya. Rahasia Nadira terus terngiang di kepalanya. Dia merasa semakin dekat dengan Nadira, tetapi juga semakin bingung dengan perasaannya sendiri. Apakah dia bisa mencintai Nadira dengan sepenuh hati, meskipun gadis itu masih terjebak dalam masa lalunya? Apakah cinta sejati adalah tentang menerima seluruh bagian dari seseorang, termasuk luka-lukanya?

Sakala tidak tahu jawabannya, tetapi satu hal yang dia yakini: dia tidak ingin melepaskan Nadira. Meskipun perjalanan mereka mungkin akan penuh dengan tantangan, Sakala merasa bahwa inilah cinta sejati yang selama ini dia cari—cinta yang tidak hanya tentang kebahagiaan, tetapi juga tentang kesediaan untuk menerima dan mendukung satu sama lain, apa pun yang terjadi.

Di Antara Hujan dan Matahari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang