Kekecewaan Terbesar

3 2 0
                                    

HAPPY READING

NOVEL INI DIBUAT KARNA KEGABUTAN SEMATA, HARAP DIMAKLUMI ADA TYPO ATAUPUN KESALAHAN MENULIS LAINNYA

"Ketika hati merasakan kekosongan di tengah cinta, mungkin saatnya untuk bertanya: apa yang sebenarnya kita cari?"

*
*
*

Bab 21: Kekecewaan Terbesar

Pagi itu, langit mendung menutupi kota, seperti mencerminkan suasana hati Sakala yang semakin gelap. Hari-harinya belakangan ini penuh dengan keraguan dan kebingungan yang tak kunjung hilang. Meski Aurora ada di sampingnya, sering tersenyum dan berusaha menciptakan momen-momen indah, Sakala tak bisa mengabaikan kekosongan yang ia rasakan dalam hatinya. Cinta yang dulu terasa hidup kini seperti memudar sedikit demi sedikit.

Di antara segala kegembiraan dan perhatian Aurora, Sakala merasa seolah-olah ada bagian dari dirinya yang hilang—sebuah perasaan yang tak bisa dia definisikan, tapi selalu ada di bawah permukaan. Setiap kali Aurora tersenyum manis padanya, memberikan kata-kata penuh kasih, Sakala merasakan ketidaknyamanan yang sulit dijelaskan. Cinta ini, meskipun nyata dan tulus dari Aurora, tidak lagi memenuhi hatinya dengan kebahagiaan yang sama.

Hari itu, Sakala dan Aurora berjanji untuk bertemu di kafe kecil dekat sekolah. Ini sudah menjadi kebiasaan mereka—menghabiskan waktu bersama setelah pulang sekolah, berbicara tentang segala hal yang tampak penting dalam hidup mereka. Namun, sore itu, ada ketegangan yang tak terucap di antara mereka.

Sakala tiba di kafe terlebih dahulu, duduk di meja pojok yang biasa mereka pilih. Dia memandang jendela, menyaksikan orang-orang berjalan di trotoar yang basah oleh sisa hujan pagi. Langit masih kelabu, dan suara rintik-rintik kecil menghiasi suasana sepi di dalam kafe. Sakala menghela napas panjang, mencoba mencari ketenangan di tengah keraguan yang semakin menghantui pikirannya.

Tak lama kemudian, Aurora datang. Senyum cerah seperti biasa tergambar di wajahnya, tetapi kali ini Sakala merasa ada sesuatu yang berbeda. Mungkin hanya dia yang merasa begitu, atau mungkin Aurora juga mulai merasakan jarak yang tak terhindarkan di antara mereka.

"Hai," sapa Aurora sambil duduk di depannya. "Kamu udah lama nunggu?"

Sakala menggeleng pelan. "Nggak terlalu lama."

Aurora menatapnya dengan penuh perhatian, seolah-olah dia tahu ada sesuatu yang ingin dikatakan Sakala, tapi menunggu waktu yang tepat untuk itu.

"Kayaknya kamu lagi banyak pikiran ya, Sakala?" tanya Aurora, suaranya penuh kepedulian.

Sakala terdiam sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjawabnya. Namun, sulit baginya untuk berbicara. Selama ini, Aurora adalah seseorang yang selalu peduli dan berusaha membuat segalanya menjadi lebih baik. Dia begitu mencintai Sakala, tapi justru cinta itulah yang membuat Sakala merasa semakin tertekan.

"Aku nggak tahu harus mulai dari mana," kata Sakala akhirnya. "Aku merasa… ada yang hilang."

Aurora menatapnya dengan serius, tatapan ceria di wajahnya mulai menghilang. "Maksud kamu, ada yang hilang di antara kita?"

Sakala mengangguk pelan, meskipun hatinya terasa berat. "Iya. Aku nggak tahu apa yang salah, Aurora. Aku tahu kamu peduli sama aku, dan aku juga peduli sama kamu. Tapi aku merasa bahwa cinta kita… tidak seperti dulu."

Aurora terdiam. Kata-kata itu, meskipun diucapkan dengan lembut, terasa seperti pukulan bagi keduanya. Selama ini, Aurora berusaha sekuat tenaga untuk menjaga hubungan mereka tetap berjalan, meski dia juga merasakan ada yang berubah dalam diri Sakala. Namun, mendengar langsung dari mulut Sakala bahwa ada sesuatu yang hilang membuatnya merasa hancur.

"Aku nggak pernah mau menyakiti kamu," lanjut Sakala, suaranya penuh rasa bersalah. "Tapi aku nggak bisa bohong tentang perasaanku. Ada sesuatu yang hilang di antara kita, dan aku nggak tahu apakah aku bisa menemukan itu lagi."

Aurora tersenyum pahit, menundukkan kepalanya sejenak sebelum menatap Sakala lagi. "Aku bisa merasakan itu, Sakala. Tapi aku selalu berharap kita bisa memperbaikinya. Aku masih cinta sama kamu… tapi kalau kamu merasa ada yang hilang, aku nggak tahu harus bagaimana."

Sakala merasakan perih di dalam dadanya. Dia tahu betapa besar cinta Aurora padanya, dan dia merasa bersalah karena tidak bisa membalasnya dengan cara yang sama. "Aku juga ingin kita berhasil, Aurora. Tapi mungkin, cinta saja tidak cukup."

Mereka duduk dalam diam yang penuh ketegangan, suara rintik hujan di luar semakin jelas terdengar di antara mereka. Ada begitu banyak yang ingin dikatakan, tetapi setiap kata terasa salah. Dalam hati, Sakala tahu bahwa Aurora pantas mendapatkan cinta yang lebih dari sekadar setengah hati. Tapi bagaimana dia bisa melepaskannya ketika mereka sudah melalui begitu banyak hal bersama?

Aurora menarik napas panjang, lalu tersenyum tipis, meskipun ada air mata yang mulai menggenang di matanya. "Kalau kamu merasa begitu, Sakala… aku nggak bisa memaksa kamu untuk tetap bersamaku."

Sakala menunduk, merasa hatinya semakin hancur. "Aku minta maaf, Aurora."

Aurora mengangguk, berusaha tegar meskipun hatinya jelas terluka. "Aku tahu. Aku tahu kamu nggak bermaksud menyakiti aku."

Mereka duduk dalam diam untuk beberapa saat lagi, membiarkan keheningan mengisi ruang di antara mereka. Meskipun mereka tidak mengatakan apa-apa, keduanya tahu bahwa ini adalah awal dari akhir yang tak terhindarkan. Cinta mereka, meskipun indah di awal, kini terasa seperti bayangan yang memudar.

***

Malam itu, ketika Sakala pulang ke rumah, dia merasa tubuhnya lemas. Kepalanya dipenuhi oleh pikiran tentang Aurora, tentang bagaimana dia telah menyakitinya meskipun dia tidak berniat melakukannya. Cinta, yang seharusnya menjadi sesuatu yang indah, kini terasa seperti beban yang menghancurkan. Dia mulai bertanya-tanya, apakah dia benar-benar tahu apa itu cinta sejati? Ataukah selama ini dia hanya mengejar sesuatu yang tidak pernah benar-benar ada?

Di kamarnya yang sepi, Sakala merenung dalam-dalam. Dia ingat saat-saat bersama Nadira di taman—keheningan yang penuh makna, percakapan mereka yang tenang namun dalam. Nadira tidak pernah menuntut apapun darinya, tetapi kehadirannya selalu membuat Sakala merasa damai. Apakah ini yang selama ini dia cari?

Namun, meskipun Nadira selalu ada di benaknya, Sakala masih merasa bingung. Bagaimana dia bisa memastikan apa yang dia rasakan? Bagaimana dia bisa tahu apa itu cinta sejati, ketika setiap hubungan yang dia jalani terasa begitu rumit?

Sakala menatap langit-langit kamarnya, mendengarkan rintik hujan yang semakin deras di luar jendela. Mungkin cinta sejati tidak seperti yang dia bayangkan. Mungkin cinta sejati tidak selalu datang dengan gairah yang membara atau kebahagiaan yang tak berujung. Mungkin, cinta sejati adalah tentang menemukan kedamaian di tengah kekacauan—seperti yang dia rasakan bersama Nadira.

Namun, saat itu, dia belum siap untuk membuat keputusan. Dia masih terjebak dalam kebingungan tentang apa yang dia inginkan, dan bagaimana dia bisa menemukan jawaban dari pencarian cinta sejatinya.

Di Antara Hujan dan Matahari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang