Mencari Cinta Sejati

14 7 0
                                    

HAPPY READING

NOVEL INI DIBUAT KARNA KEGABUTAN SEMATA, HARAP DIMAKLUMI ADA TYPO ATAUPUN KESALAHAN MENULIS LAINNYA

"Mungkin cinta sejati bukanlah tentang menemukan seseorang yang sempurna, tapi tentang merasa utuh bersama seseorang yang kita pilih."

*
*
*

Bab 12: Mencari Cinta Sejati

Sakala duduk di kamar tidurnya, jendela terbuka membiarkan angin malam yang sejuk menyusup masuk. Bintang-bintang di langit malam tampak lebih terang dari biasanya, seolah-olah mereka sedang memberikan petunjuk pada Sakala tentang ke mana harus melangkah selanjutnya. Namun, meskipun pikirannya mulai lebih jernih setelah percakapan berat dengan Aurora, hatinya masih dipenuhi kebingungan.

Aurora. Nama itu masih terngiang-ngiang dalam pikirannya. Gadis yang telah membawa begitu banyak kegembiraan dalam hidupnya, tetapi juga telah membuatnya berpikir lebih dalam tentang cinta. Setelah pertemuan mereka di taman, Sakala merasa bahwa meskipun hubungan mereka tidak berakhir seperti yang dia bayangkan, ada kelegaan karena kejujuran yang akhirnya terungkap.

Namun, meski dia merasa sedikit lebih damai tentang Aurora, perasaan terhadap Nadira kini menjadi fokus baru yang mendalam. Nadira selalu ada di sisinya, memberikan ketenangan dan dukungan tanpa menuntut apa pun. Tidak seperti Aurora, yang membawa gairah dan keceriaan, Nadira menawarkan kedamaian yang lebih stabil—sesuatu yang mungkin selama ini dia cari tanpa menyadarinya.

Sakala menutup matanya, mencoba mencari jawabannya sendiri. Apa itu cinta sejati? Selama ini, dia selalu memikirkan cinta sebagai sesuatu yang penuh gairah dan semangat—sesuatu yang membuat hatinya berdebar-debar setiap kali melihat orang yang dia cintai. Itulah yang dia rasakan terhadap Aurora sejak awal. Namun, ketika dia bersama Nadira, perasaan itu berbeda. Nadira memberikan ketenangan dan kedamaian yang sulit dijelaskan, seolah-olah dengan berada di sampingnya, segala beban dunia ini terasa lebih ringan.

Pikiran-pikiran ini terus berputar sampai akhirnya dia terlelap.

***

Keesokan harinya, sekolah terasa lebih sunyi dari biasanya, atau mungkin hanya Sakala yang merasa seperti itu. Percakapan singkat dengan Aurora beberapa hari sebelumnya membuat suasana di antara mereka menjadi lebih tenang, tetapi juga lebih sepi. Aurora tampaknya menjaga jarak darinya, dan Sakala menghargai ruang yang dia berikan.

Hari ini, Sakala memutuskan untuk bertemu dengan Nadira, berharap bisa lebih jujur tentang apa yang dia rasakan. Dia tidak ingin lagi membuat Nadira menunggu dalam ketidakpastian. Setidaknya, dia merasa perlu membuka diri lebih jauh tentang perasaannya, bahkan jika dia sendiri masih belum sepenuhnya yakin.

Saat waktu istirahat tiba, Sakala berjalan menuju perpustakaan, tempat di mana dia sering menemukan Nadira. Seperti biasa, Nadira duduk di sudut ruangan dengan buku di tangannya, dikelilingi oleh keheningan perpustakaan yang menenangkan.

"Nadira," sapa Sakala saat dia mendekat, mencoba menenangkan dirinya. "Kita bisa bicara sebentar?"

Nadira menutup bukunya, tersenyum lembut seperti biasa. "Tentu, Sakala. Apa yang ingin kamu bicarakan?"

Sakala duduk di depannya, berusaha merangkai kata-kata yang tepat. "Aku sudah banyak berpikir sejak terakhir kali kita bicara. Tentang kamu, tentang Aurora... dan tentang apa yang sebenarnya aku rasakan."

Nadira menatapnya dengan tenang, matanya yang lembut memberikan rasa nyaman yang selalu membuat Sakala merasa diterima. "Aku tahu ini pasti sulit buatmu, Sakala. Kamu nggak perlu buru-buru membuat keputusan."

Sakala menghela napas panjang. "Tapi aku merasa harus jujur sama kamu sekarang, Nadira. Aku nggak mau kamu terus berada dalam situasi yang nggak jelas. Aku tahu kamu sudah lama sabar menghadapi kebingunganku."

Nadira tersenyum tipis. "Aku sudah bilang, Sakala, aku tidak akan memaksamu untuk membuat keputusan cepat. Kamu harus menemukan jawabannya sendiri."

Sakala menundukkan kepala sejenak, merenung. "Tapi aku juga nggak bisa terus menggantungkan semuanya. Aku suka Aurora, itu benar. Tapi sekarang aku mulai menyadari bahwa perasaan itu mungkin lebih karena gairah dan kegembiraan yang dia bawa. Sedangkan dengan kamu, aku merasa tenang. Aku merasa damai. Dan mungkin itulah yang selama ini aku butuhkan."

Nadira mendengarkan dengan sabar, senyum kecil masih menghiasi wajahnya. "Apa itu berarti kamu sudah menemukan jawabannya?"

Sakala terdiam sejenak, mencoba merasakan kata-kata yang baru saja dia ucapkan. Perasaan nyaman bersama Nadira selalu berbeda dari yang dia rasakan dengan Aurora, tetapi sekarang, dia mulai menyadari bahwa cinta sejati mungkin tidak selalu datang dalam bentuk gairah yang meledak-ledak. Mungkin cinta sejati adalah ketika seseorang bisa membuatmu merasa tenang, diterima, dan utuh—seperti apa yang dia rasakan setiap kali dia bersama Nadira.

"Aku belum tahu sepenuhnya," jawab Sakala akhirnya, dengan kejujuran yang tulus. "Tapi aku tahu bahwa perasaan tenang ini adalah sesuatu yang penting. Dan aku ingin terus berada di dekatmu untuk memahaminya lebih jauh."

Nadira tersenyum, kali ini lebih hangat. "Aku mengerti, Sakala. Aku juga merasa hal yang sama. Dan aku senang kamu jujur tentang perasaanmu."

Sakala merasakan beban di hatinya mulai berkurang. Meskipun dia belum menemukan semua jawabannya, setidaknya dia merasa lebih dekat dengan pemahaman tentang apa yang sebenarnya dia inginkan. Nadira, dengan ketenangannya, telah memberikan ruang bagi Sakala untuk menemukan dirinya sendiri tanpa tekanan.

Setelah percakapan itu, mereka berdua kembali tenggelam dalam keheningan perpustakaan, tetapi kali ini keheningan itu tidak lagi dipenuhi oleh kebingungan. Ada rasa lega dan penerimaan yang memenuhi ruangan, seolah-olah mereka berdua sepakat bahwa cinta tidak harus selalu jelas dari awal. Kadang-kadang, cinta membutuhkan waktu untuk ditemukan dan dipahami.

***

Hari-hari berikutnya berlalu dengan lebih ringan. Meskipun hubungan Sakala dengan Aurora tetap menjaga jarak, tidak ada lagi rasa canggung yang menyesakkan. Aurora masih ramah seperti biasa, tetapi dia tidak lagi menuntut kepastian dari Sakala. Sebaliknya, mereka berdua tampak lebih nyaman dengan situasi yang baru ini—sebuah kesepakatan diam-diam bahwa waktu dan jarak adalah yang terbaik untuk mereka saat ini.

Sementara itu, hubungan Sakala dengan Nadira semakin dalam. Mereka sering menghabiskan waktu bersama di perpustakaan atau di taman belakang sekolah, berbicara tentang hal-hal yang ringan namun bermakna. Setiap percakapan dengan Nadira memberi Sakala rasa ketenangan yang semakin ia sadari sebagai hal yang penting dalam hidupnya.

Namun, di balik semua itu, Sakala tahu bahwa perjalanannya belum selesai. Meskipun dia merasa semakin dekat dengan cinta sejati yang dia cari, ada bagian dari dirinya yang masih perlu menjelajahi perasaan-perasaan yang lebih dalam. Dia tidak ingin terburu-buru, tetapi dia juga tahu bahwa pada titik tertentu, dia harus membuat keputusan yang lebih jelas tentang hubungan ini.

Suatu sore, saat mereka duduk bersama di taman sekolah yang sepi, Nadira menoleh ke arah Sakala, matanya penuh perhatian. "Sakala, menurutmu... apa itu cinta sejati?"

Sakala terdiam, memikirkan pertanyaan itu. Pertanyaan yang sama yang selama ini selalu mengusik pikirannya. Setelah beberapa saat, dia tersenyum kecil. "Aku pikir... cinta sejati adalah ketika kamu bisa merasa damai dengan seseorang. Ketika kamu bisa menjadi dirimu sendiri tanpa harus berpura-pura. Dan ketika, meskipun kamu tidak tahu jawabannya, kamu merasa aman dalam ketidakpastian."

Nadira menatapnya dengan lembut, lalu tersenyum. "Aku rasa, itu jawaban yang indah."

Mereka berdua kembali terdiam, menikmati keindahan sore itu. Sakala merasa bahwa meskipun perjalanannya untuk menemukan cinta sejati belum sepenuhnya selesai, dia telah menemukan sesuatu yang lebih penting—kedamaian dalam ketidakpastian. Mungkin itulah esensi dari cinta sejati, sesuatu yang tidak selalu datang dengan jelas, tetapi tumbuh perlahan seiring waktu.

Sakala menoleh ke arah Nadira, dan dalam hati, dia merasa bahwa mungkin inilah awal dari sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang dia cari selama ini, tetapi baru sekarang dia mulai menyadarinya.

Di Antara Hujan dan Matahari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang