Refleksi tentang Arti Cinta

6 2 0
                                    

HAPPY READING

NOVEL INI DIBUAT KARNA KEGABUTAN SEMATA, HARAP DIMAKLUMI ADA TYPO ATAUPUN KESALAHAN MENULIS LAINNYA

"Cinta sejati tidak selalu ditemukan di tengah-tengah gairah, melainkan dalam ketenangan yang kita temukan dalam diri kita sendiri."

*
*
*

Bab 30: Refleksi tentang Arti Cinta

Pagi itu, matahari terbit dengan lembut di atas langit kota, memberikan cahaya keemasan yang menyelimuti setiap sudut SMA Araya. Sakala berjalan dengan langkah yang lebih ringan dibanding hari-hari sebelumnya. Meskipun pikirannya masih dipenuhi dengan segala hal yang terjadi dalam hidupnya, terutama hubungannya dengan Nadira dan perpisahannya dengan Aurora, Sakala mulai merasakan sesuatu yang berbeda—perasaan damai yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

Setelah membaca surat-surat ibunya, Sakala mulai menyadari bahwa pencarian cinta sejati bukanlah tentang menemukan perasaan yang sempurna atau tanpa cacat. Lebih dari itu, cinta adalah proses perjalanan yang dipenuhi dengan ketidaksempurnaan. Terkadang, kita harus mengalami kehilangan, keraguan, dan rasa sakit sebelum akhirnya memahami apa itu cinta sejati.

Di sekolah, suasana sedikit berbeda hari itu. Kelas-kelas sedang disibukkan dengan persiapan akhir untuk ujian dan acara sekolah yang akan datang, tetapi bagi Sakala, hari ini terasa lebih tenang. Tidak ada lagi beban besar yang menghimpit dadanya. Setelah bertahun-tahun mencari dan bertanya-tanya apa itu cinta, dia mulai menemukan jawabannya, sedikit demi sedikit.

Saat bel tanda istirahat berbunyi, Sakala memutuskan untuk pergi ke taman belakang sekolah—tempat yang selalu menjadi tempat pelarian saat dia butuh merenung. Ketika dia tiba di sana, tidak lama setelah itu, Nadira muncul dari balik pepohonan, seolah-olah dia tahu Sakala akan berada di sana. Senyum lembut Nadira menyambutnya, dan Sakala merasakan ketenangan yang semakin kuat dalam dirinya.

"Hai, Nadira," sapa Sakala sambil duduk di bangku kayu di bawah pohon besar, tempat yang sudah begitu akrab bagi mereka berdua.

"Hai," balas Nadira, duduk di sampingnya. "Kamu kelihatan lebih damai hari ini."

Sakala tersenyum tipis, lalu menatap langit biru di atas mereka. "Aku rasa, aku mulai menemukan jawabanku. Tentang cinta, tentang perasaan yang selama ini aku cari."

Nadira menatapnya dengan penuh perhatian, tetapi tidak memotong pembicaraannya. Dia tahu bahwa Sakala sedang merenung dalam, dan dia selalu memberikan ruang untuk itu.

"Setelah membaca surat-surat ibuku," lanjut Sakala, "aku mulai mengerti bahwa cinta sejati mungkin bukan tentang perasaan yang membara atau penuh gairah. Aku selalu berpikir bahwa cinta harus seperti itu—intens dan tidak pernah berhenti membuat kita merasa hidup. Tapi ternyata, cinta sejati lebih sederhana daripada itu. Cinta adalah tentang kedamaian, tentang bagaimana kita bisa merasa nyaman dan utuh dengan seseorang, tanpa harus berpura-pura."

Nadira tersenyum tipis, seolah-olah dia sudah lama memahami apa yang baru saja Sakala temukan. "Cinta adalah perjalanan, Sakala. Kita semua belajar dari setiap langkahnya. Kadang kita merasa tersesat, kadang kita merasa menemukan jawabannya, tapi yang penting adalah kita tetap berjalan."

Sakala mengangguk, merasakan kehangatan dari kata-kata Nadira. Selama ini, dia selalu mencoba untuk memaknai cinta sebagai sesuatu yang penuh gairah, seperti yang dia rasakan dengan Aurora. Tapi sekarang, dia mulai melihat bahwa cinta sejati mungkin lebih mirip dengan apa yang dia rasakan bersama Nadira—ketenangan yang tumbuh perlahan, perasaan yang berkembang seiring waktu.

"Nadira," kata Sakala pelan, "kamu tahu, aku merasa tenang setiap kali aku bersamamu. Aku tidak pernah merasa perlu menjadi seseorang yang lain ketika aku di dekatmu. Aku tidak merasa harus menyesuaikan diri dengan harapan atau tuntutan apa pun."

Nadira menatapnya dalam-dalam, dan meskipun senyumnya tetap lembut, ada kilatan emosi di balik matanya. "Itu karena kamu sudah menemukan seseorang yang menerimamu apa adanya, Sakala. Kamu tidak perlu berubah atau berpura-pura. Dan itu yang membuat cinta sejati begitu berharga."

Sakala menghela napas panjang, merasa lega mendengar kata-kata Nadira. "Aku rasa, selama ini aku mencari cinta yang salah. Aku pikir cinta harus penuh dengan drama dan emosi yang meledak-ledak. Tapi sekarang, aku sadar bahwa cinta yang tenang dan penuh penerimaan adalah cinta yang sebenarnya."

Keheningan sejenak menyelimuti mereka, tapi keheningan itu tidak canggung. Justru, keheningan itu dipenuhi dengan kedamaian yang datang dari pemahaman yang mendalam di antara mereka. Di bawah bayangan pohon besar yang menaungi mereka, Sakala mulai menyadari bahwa dia sudah menemukan cinta yang dia cari selama ini—bukan dalam gairah yang menggebu-gebu, tetapi dalam ketenangan yang Nadira bawa ke dalam hidupnya.

"Kamu ingat," kata Sakala sambil tersenyum tipis, "waktu kita pertama kali bertemu di taman ini? Aku merasa ada sesuatu yang berbeda tentangmu, tetapi aku tidak bisa menjelaskannya. Sekarang aku tahu, perasaan itu adalah kedamaian. Kamu memberikan kedamaian yang selama ini aku cari."

Nadira tersenyum, wajahnya memancarkan kehangatan yang selalu membuat Sakala merasa nyaman. "Aku juga merasa hal yang sama, Sakala. Dari awal, aku tahu kamu sedang mencari sesuatu, tetapi aku tidak pernah ingin memaksakan diriku untuk menjadi jawabannya. Aku hanya ingin ada di sini bersamamu, menjalani perjalanan ini bersama."

Sakala menatap Nadira, dan untuk pertama kalinya, dia merasa bahwa semua kebingungan dan keraguan yang pernah dia rasakan mulai menghilang. Cinta sejati bukanlah sesuatu yang bisa ditemukan dengan terburu-buru. Cinta sejati adalah tentang tumbuh bersama, tentang menerima ketidaksempurnaan, dan tentang menemukan kedamaian di tengah segala kerumitan.

"Aku bersyukur karena kamu selalu sabar menungguku menemukan jawabanku sendiri, Nadira," kata Sakala dengan tulus. "Kamu tidak pernah memaksaku, tapi selalu ada untukku."

Nadira mengangguk pelan, lalu menggenggam tangan Sakala dengan lembut. "Itu karena cinta sejati bukan tentang siapa yang lebih dulu menemukan jawabannya, tapi tentang bagaimana kita berjalan bersama, saling memahami, dan saling menerima."

Sakala tersenyum, merasakan kehangatan dari sentuhan Nadira. Mereka berdua duduk di sana, menikmati keheningan yang penuh makna. Tidak perlu kata-kata besar, tidak perlu janji-janji manis. Hanya ada kehadiran satu sama lain, kehadiran yang begitu kuat dan menenangkan.

Malam itu, ketika Sakala kembali ke rumah, dia merasakan perasaan damai yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dia tahu bahwa perjalanan mencari cinta sejati belum sepenuhnya selesai, tetapi dia tidak lagi merasa terburu-buru. Dia mulai menerima bahwa cinta adalah tentang bagaimana kita hidup bersama ketidaksempurnaan, tentang bagaimana kita terus belajar dan tumbuh bersama.

Di dalam kamarnya, Sakala duduk di depan meja belajarnya, surat-surat ibunya masih tergeletak di sana. Dia menatap surat-surat itu dengan penuh rasa syukur. Melalui kata-kata ibunya, dia telah menemukan arah baru dalam pencarian cintanya. Dan bersama Nadira, dia tahu bahwa dia akan terus menemukan jawaban, sedikit demi sedikit.

Cinta sejati tidak datang dengan satu jawaban yang pasti. Cinta sejati adalah perjalanan panjang yang penuh dengan refleksi dan introspeksi. Dan malam itu, Sakala merasa bahwa dia telah memulai perjalanan yang sebenarnya—perjalanan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang cinta dan tentang dirinya sendiri.

Di Antara Hujan dan Matahari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang