Keputusan yang Tak Terelakkan

3 1 0
                                    

HAPPY READING

NOVEL INI DIBUAT KARNA KEGABUTAN SEMATA, HARAP DIMAKLUMI ADA TYPO ATAUPUN KESALAHAN MENULIS LAINNYA

"Terkadang, kekuatan terbesar terletak pada keberanian untuk menerima apa yang tak bisa kita ubah."

*
*
*

Bab 20: Keputusan yang Tak Terelakkan

Hari itu, sekolah terasa begitu sepi bagi Sakala. Meskipun siswa lain terlihat ceria dan sibuk dengan kegiatan sehari-hari, Sakala merasa seperti ada jarak antara dirinya dan dunia di sekitarnya. Semuanya tampak kabur, seperti bayangan yang bergerak lambat, sementara dia berjalan sendirian di lorong-lorong sekolah.

Keputusan orang tuanya untuk berpisah sudah pasti. Setelah percakapan malam sebelumnya, Sakala tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana hidupnya akan berubah. Selama ini, keluarganya mungkin tidak sempurna, tetapi dia selalu menganggap mereka sebagai tempat berlindung, sesuatu yang konstan di tengah segala kerumitan dunia di luar. Kini, perlindungan itu runtuh, dan dia merasa tak berdaya untuk menghentikannya.

Sakala mencoba fokus pada pelajaran, tetapi pikirannya terus-menerus berputar tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Bagaimana kehidupan sehari-hari akan berubah setelah perpisahan ini? Apakah dia harus memilih untuk tinggal bersama ayahnya atau ibunya? Bagaimana dia bisa tetap bertahan di tengah rasa kehilangan yang begitu besar?

Saat waktu istirahat tiba, Sakala tidak pergi ke kantin atau perpustakaan seperti biasanya. Sebaliknya, dia berjalan ke taman sekolah yang sepi, tempat di mana dia sering menemukan kedamaian. Di bawah pohon besar yang biasa dia duduki, Sakala merenung dalam diam, mencoba mencari arti dari semua ini.

Tak lama kemudian, Nadira muncul, seperti selalu tahu di mana menemukan Sakala. Wajahnya yang tenang memberi sedikit rasa nyaman bagi Sakala di tengah kekacauan yang dia rasakan. Nadira duduk di sampingnya tanpa berkata apa-apa, memberi Sakala ruang untuk berbicara ketika dia siap.

Setelah beberapa saat, Sakala menghela napas panjang. "Aku masih nggak bisa percaya semua ini, Nadira. Keluargaku... rasanya semua yang selama ini aku anggap pasti, sekarang hilang begitu saja."

Nadira menatapnya dengan penuh simpati. "Aku mengerti, Sakala. Aku tahu rasanya ketika sesuatu yang kita pikir akan selalu ada, tiba-tiba berubah."

Sakala menunduk, menatap tanah di bawah kakinya. "Aku tahu ini bukan salah mereka, tapi aku nggak bisa berhenti merasa kehilangan. Dan sekarang, aku nggak tahu harus ngapain. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana hidupku setelah ini?"

Nadira tersenyum tipis, lalu menggenggam tangan Sakala dengan lembut. "Aku tahu semua ini berat, Sakala. Tapi kamu nggak perlu menghadapi semuanya sendirian. Aku ada di sini bersamamu, apa pun yang terjadi."

Kehangatan dari tangan Nadira memberikan Sakala sedikit kelegaan, meskipun rasa sakit itu masih ada. Dia tahu bahwa Nadira benar. Meskipun keluarganya berada di ambang perpisahan, dia tidak sendirian. Nadira selalu ada di sisinya, memberikan dukungan yang selama ini dia butuhkan. Namun, meskipun begitu, Sakala tidak bisa mengabaikan rasa hampa yang terus menghantui hatinya.

"Kamu tahu, Nadira," kata Sakala dengan suara pelan, "Aku selalu berpikir bahwa cinta sejati adalah sesuatu yang akan bertahan selamanya. Tapi sekarang, aku nggak tahu lagi. Orang tuaku dulu saling mencintai, aku yakin itu. Tapi lihat di mana mereka sekarang."

Nadira menatapnya dalam-dalam, seolah-olah mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu. "Cinta sejati memang tidak selalu bertahan selamanya, Sakala. Tapi bukan berarti cinta itu tidak nyata. Terkadang, cinta sejati hadir untuk waktu yang singkat, tapi itu tidak mengurangi keindahannya."

Sakala merenungkan kata-kata itu, merasa ada kebenaran di dalamnya, meskipun sulit untuk diterima. "Jadi, menurutmu cinta sejati bisa berakhir?"

Nadira mengangguk pelan. "Bisa saja. Tapi itu tidak membuatnya kurang berarti. Cinta sejati adalah tentang bagaimana kita merasakan sesuatu yang mendalam untuk seseorang, bahkan jika pada akhirnya kita harus melepaskan. Yang penting adalah bagaimana kita menghargai setiap momen itu, dan belajar dari setiap pengalaman."

Kata-kata Nadira memberikan sedikit kejelasan bagi Sakala, meskipun rasa sakit itu masih ada. Dia mulai memahami bahwa cinta tidak selalu harus bertahan selamanya untuk dianggap sejati. Cinta bisa saja berakhir, tetapi itu tidak mengurangi nilai atau arti dari cinta itu sendiri.

Mereka duduk dalam keheningan untuk beberapa saat, membiarkan angin sepoi-sepoi membawa ketenangan ke dalam hati mereka. Meskipun hubungan mereka semakin dalam, Sakala tahu bahwa masih banyak hal yang harus dia hadapi. Masa depan keluarganya tidak lagi pasti, dan dia harus siap menghadapi kenyataan baru ini.

***

Ketika Sakala pulang ke rumah malam itu, suasana rumah terasa berbeda. Tidak ada percakapan hangat atau tawa seperti yang biasa terjadi ketika dia kecil. Hanya ada keheningan yang mengisi ruang tamu, di mana ibunya duduk sendirian dengan buku di tangannya. Ayahnya belum pulang, dan Sakala tahu bahwa ini mungkin akan menjadi rutinitas yang semakin sering terjadi.

Sakala mendekati ibunya, duduk di sampingnya tanpa banyak berkata-kata. Lydia menoleh ke arah Sakala dan tersenyum lembut, meskipun ada kesedihan yang jelas terlihat di wajahnya.

"Bagaimana harimu, Nak?" tanya Lydia dengan suara pelan.

Sakala mengangkat bahu. "Baik. Tapi... aku masih mencoba untuk menerima semua ini."

Lydia mengangguk, memahami maksud Sakala. "Aku tahu ini sulit untukmu. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa apa pun yang terjadi, aku dan ayahmu tetap mencintaimu. Kami tidak akan pernah berhenti menjadi orang tuamu."

Sakala merasa dadanya sesak mendengar kata-kata ibunya. "Tapi semuanya akan berubah, kan? Kita nggak akan bisa kembali seperti dulu."

Lydia menunduk sejenak sebelum menatap Sakala lagi. "Ya, semuanya akan berubah. Tapi itu bukan berarti kita tidak bisa menemukan kebahagiaan baru. Hidup ini penuh dengan perubahan, dan kita harus belajar untuk beradaptasi."

Sakala terdiam, mencoba menerima kenyataan itu. Perubahan adalah bagian dari hidup, dan dia tahu bahwa dia harus menerima hal itu, meskipun berat. Keluarganya mungkin tidak akan sama lagi, tapi cinta yang mereka miliki satu sama lain tidak akan hilang.

"Apakah ini berarti aku harus memilih, Bu?" tanya Sakala dengan suara pelan, menyiratkan apakah dia harus memutuskan untuk tinggal dengan ayahnya atau ibunya.

Lydia tersenyum tipis, lalu menggelengkan kepala. "Kamu tidak harus memilih, sayang. Kami berdua akan selalu ada untukmu, meskipun kami tidak lagi tinggal bersama. Kamu bisa bersama siapa pun yang kamu inginkan, kapan pun kamu mau."

Malam itu, Sakala berbaring di tempat tidurnya dengan perasaan yang campur aduk. Meskipun ada kejelasan tentang masa depan keluarganya, dia masih merasa kosong. Perasaan hampa itu terus mengikutinya, meskipun dia tahu bahwa dia harus kuat. Hidup ini penuh dengan perubahan, dan dia harus siap menghadapi apa pun yang akan datang.

Namun, di tengah segala kebingungan itu, Sakala mulai menyadari satu hal: cinta sejati tidak selalu berarti bersama selamanya. Cinta sejati adalah tentang penerimaan, tentang memahami bahwa tidak semua hal bisa bertahan selamanya, tetapi itu tidak mengurangi arti dari cinta itu sendiri.

Dan dengan pemahaman itu, Sakala mulai merasa lebih kuat. Dia tahu bahwa meskipun keluarganya akan berpisah, dia masih memiliki cinta mereka. Dan meskipun dia tidak bisa mengendalikan segalanya, dia bisa memilih untuk menerima dan bergerak maju. Bersama Nadira, bersama orang-orang yang dia cintai, dia akan menemukan jalan di tengah semua ketidakpastian ini.

Di Antara Hujan dan Matahari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang