Matahari mulai meredup, menandakan hari semakin larut. Halilintar pulang sendirian, pikirannya masih tertuju pada para sahabatnya. Ia merasa lelah karena Solar sedang marah.
Tadi dia juga sempat mengantarkan Ice dan Taufan pulang boncengan bertiga. Hampir saja mereka jatuh karena Taufan berulah di atas motor, alhasil Ice menabok tangan Taufan dengan pelan.
Saat melintasi sebuah gang kecil, ia melihat seorang pemuda berdiri di tengah jalan, tampak kebingungan. Pemuda itu memakai topi warna hijau dengan garis-garis hitam.
"Warna baju sama celananya ijo semua kayak tuyul," gumamnya, oh tidak Halilintar ketularan mulutnya Taufan yang suka asal ngomong.
"Perlu bantuan?" tanya Halilintar.
Pemuda itu menoleh, matanya berbinar. "Ah, iya! Terima kasih. Aku agak tersesat nih. Aku nyari rumah sakit," jawabnya.
"Oh, rumah sakit? Kebetulan gue baru aja dari rumah sakit. Nyari rumah sakit mana?" tanya Halilintar.
"Rumah sakit Harapan Jaya. Katanya saudaraku dirawat di sana," jawab pemuda itu.
Halilintar mengangguk. "Oh, rumah sakit itu agak jauh dari sini. Lo nggak bawa kendaraan?"
"Aku jalan kaki," jawab pemuda itu sambil menggaruk kepalanya.
"Mau gue anterin gak?" tanyanya.
Pemuda itu terlihat ragu sebentar, lalu mengangguk. "Boleh, kalau nggak merepotkan."
Mereka berdua kemudian berjalan menuju motor Halilintar yang terparkir tidak jauh dari sana. Dalam perjalanan, pemuda itu memperkenalkan dirinya.
"Oh ya, namaku Durivan. Panggil aja Duri atau Ivan," katanya sambil tersenyum.
Seketika Halilintar mengerem motornya mendadak. Dia samar-samar mengingat nama teman barunya di masa depan yang akan kecelakaan bis bersama dengannya.
"Aduh! Kaget aku, ada apaan sih?" Duri bertanya sambil melihat ke depan.
"Ada kucing lewat," bohongnya lalu melanjutkan perjalanannya.
"Namamu siapa?"
"Halilintar."
"Eh kelas berapa?" Duri bertanya lagi.
Halilintar melirik spion. "Bentar lagi kelas X SMA Monsta," jawabnya.
"Wah, kita seumuran terus bakal satu sekolah dong," sahut Duri.
Setelah itu suasana hening menyelimuti mereka. Halilintar menurunkan Duri di depan rumah sakit, dia melihat sekilas ke mata Duri.
Halilintar serasa ditarik ke dalam masa depan yang akan terjadi beberapa menit lagi, saat tersadar, napasnya sedikit tersengal-sengal. Dia mendapatkan penglihatan bahwa Duri akan terjebak di lift yang akan jatuh ke lantai paling bawah.
Halilintar menarik baju belakang Duri ketika pemuda itu akan pergi.
"Gue saranin jangan naik lift kalau nggak mau celaka," kata Halilintar sebelum pergi.
Duri hanya mengangguk sebelum berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Dia menuruti ucapan Halilintar, untunglah dia tipe orang yang sangat menuruti saran dari orang lain.
Beberapa jam kemudian Duri melihat beberapa petugas di rumah sakit berlarian menuju lift. Katanya lift rusak dan jatuh sampai ke lantai bawah.
Duri menggaruk kepalanya, sambil mengingat seseorang, dia merasa orang yang baru ia kenal tadi sepertinya peramal?
"Duri!" panggilan dari seseorang membuat Duri berbalik ke belakang.
"Gempa, Blaze!" teriaknya dengan senang, dia langsung berlari ke pelukan dua saudara angkatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tatap Mataku (Halilintar fanfiksi)
FanfictionGue nggak mau lihat kematian orang lagi - Halilintar. (Sampul art nya dari : BTSarmy95Hali_V) Cast : 1. Halilintar Raiden (Hali) 2. Taufandra (Taufan/Fandra) 3. Gempa Alaaya Aditya (Gempa/Adit) 4. Azrael Blaze Nova (Rael/Blaze) 5. Ice Eisner Alvion...