Halilintar merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk, memejamkan mata sambil menghela napas panjang. Kakinya masih terasa nyeri, rasa sakit itu tak seberapa jika dibandingkan dengan rasa kesalnya.
"Sialan si Blaze," gumamnya pelan.
Ingatannya kembali pada kejadian tadi siang. Pertengkarannya dengan Blaze dan bagaimana Blaze dengan seenaknya mengejek dirinya, lalu membawanya ke UKS dengan cara yang agak tidak menyenangkan.
Meski begitu Halilintar menahan senyumannya ketika dia merasa mungkin saja Blaze masih mau berteman dengannya.
"Bentar, motor gue kan dipinjem Taufan ... Besok gue sekolahnya gimana dong?" Halilintar menepuk dahinya dengan pelan.
"Fan, besok jangan lupa jemput gue. Awas lo kalau telat," ancamnya sambil mengirimkan pesan suara pada Taufan.
Setelah mendapat balasan, Halilintar menghela napas lega. Halilintar tertawa ketika melihat Solar mengirim pesan padanya karena kesal diledek botol yakult.
"Udah, Solar jangan ngamuk mulu. Ntar cepet tua," balasnya, Halilintar sedang malas mengetik jadi dia membalas semua pesan temannya dengan pesan suara saja.
Di sisi lainnya.
Duri dan Gempa duduk di sudut ruangan, buku-buku pelajaran berserakan di atas meja. Gempa terlihat sedang fokus mengerjakan soal matematika, sedangkan Duri sesekali melirik ponselnya.
"Gem, kamu yakin Blaze gak bakal kenapa-napa?" tanya Duri, sedikit khawatir.
Gempa mengangkat bahu. "Aku juga gak tahu, Dur. Tapi tadi dia bilang cuma mau jalan-jalan sebentar."
"Aku takut dia ketemu sama anak-anak motor itu lagi," lanjut Duri.
Mereka berdua mengkhawatirkan Blaze, saudara mereka itu sering sekali keluyuran sampai larut malam.
"Kamu tenang aja, abangmu itu bakal pulang kok," balas Gempa, dia mengelus kepala adik bungsunya sambil melihat keluar jendela, berharap adik pertamanya segera pulang.
Suasana di gedung tua itu tampak remang dan penuh dengan aroma alkohol yang tajam. Di lantai atas gedung yang hampir runtuh itu, Blaze duduk di sofa usang, dikelilingi beberapa teman dari sekolah lain yang dikenal karena reputasi buruk mereka.
Dinding yang penuh coretan menjadi saksi malam-malam liar yang sering terjadi di sana. Musik keras berdentum, mengisi ruangan dan menggema di seluruh sudut gedung.
Di meja depannya, berjejer botol-botol minuman keras dari berbagai merek. Ada beberapa botol bir dan vodka, serta tequila dan wiski yang dibawa teman-teman Blaze.
Blaze hanya duduk diam sambil memperhatikan teman-temannya, sesekali tersenyum untuk menutupi kegelisahannya. Dia tahu bahwa teman-temannya ini bukan remaja baik-baik.
Namun, Blaze merasa tak punya pilihan selain ikut bergabung dengan mereka agar tetap bisa mengendalikan situasi dan menjauhkan mereka dari Gempa dan Duri, kakak dan adiknya.
"Blaze, lo gak mau ngajakin abang lo, si Gempa sama Duri adek lo itu?" tanya salah satu temannya.
"Gue udah bilang lo semua cuma perlu gue doang kalau mau dibayarin, jangan bawa-bawa saudara gue," balas Blaze, sedikit sinis.
Blaze menghela napas panjang dan merogoh sakunya, mengeluarkan beberapa lembar uang yang segera disodorkannya ke salah satu temannya. "Udah, beli lagi kalau kurang. Tapi inget, jangan bawa-bawa keluarga gue," katanya, matanya menatap tajam.
Teman-temannya tertawa, ada yang menepuk pundak Blaze sambil berkata, "Sip, Blaze. Emang lo yang paling loyal di sini!" Suasana langsung menjadi lebih riuh, dan botol-botol di atas meja segera terisi kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tatap Mataku (Halilintar fanfiksi)
FanfictionGue nggak mau lihat kematian orang lagi - Halilintar. (Sampul art nya dari : BTSarmy95Hali_V) Cast : 1. Halilintar Raiden (Hali) 2. Taufandra (Taufan/Fandra) 3. Gempa Alaaya Aditya (Gempa/Adit) 4. Azrael Blaze Nova (Rael/Blaze) 5. Ice Eisner Alvion...