10. Sorry

197 25 18
                                    

Seketika Halilintar masih bisa melihat masa depan Blaze dari matanya yang belum bisa diubah oleh Halilintar. Beberapa menit lagi Blaze akan terkapar di atas aspal dengan genangan darah. Itu membuat Halilintar semakin takut.

"Blaze!" teriakan Halilintar tidak terdengar oleh sahabatnya, suaranya kalah oleh suara siswa yang tawuran.

Matanya terus mencari keberadaan Blaze di tengah-tengah kerumunan yang semakin kacau. Alhasil, Halilintar terdorong masuk ke dalam kerumunan siswa yang tawuran. Beberapa saat kemudian dia menemukan Blaze yang menghindari beberapa batu dan balok kayu yang hampir mengenainya.

Halilintar berusaha mendekat dan ingin menarik Blaze. Tiba-tiba, Halilintar melihat sebuah botol kaca melayang di udara, tepat mengarah ke kepala Blaze.

Tanpa berpikir panjang, Halilintar langsung menendang botol kaca itu dengan sekuat tenaga. Botol kaca tersebut melesat jauh dari sasaran, dan pecah berkeping-keping di aspal.

Halilintar berhasil menyelamatkan Blaze dari bahaya. Namun, saat ia menoleh ke belakang, Blaze sudah tidak ada di tempatnya.

"Blaze!"

Halilintar terus mencari keberadaan Blaze. Tiba-tiba, matanya menangkap sosok Blaze yang masih menghindar dari serangan siswa yang sedang tawuran.

Halilintar berlari menuju ke arah Blaze meski tubuhnya terdorong beberapa siswa.

"Blaze, di sini!" teriak Halilintar sekuat tenaga, berusaha menyadarkan Blaze akan kehadirannya.

Blaze menoleh ke arah suara itu dan melihat Halilintar sedang berlari ke arahnya. Raut wajahnya yang datar berubah menjadi serius, Blaze tak pernah mengharapkan perlindungan dari orang lain, apalagi Halilintar yang hanyalah teman sekelas baginya.

Itu membuatnya jadi takut, padahal dia berharap Halilintar menunggu di tempat yang lebih aman karena Blaze bisa berkelahi sambil mencari jalan keluar.

Blaze menatap tajam ke arah Halilintar. "Lo ngapain ke sini? Gue bisa sendiri," suaranya datar.

Halilintar terdiam sejenak, ia tak menyangka Blaze akan bereaksi seperti itu. "Blaze, lo nggak bisa sendirian. Kita harus keluar dari sini."

Halilintar melihat ke mata Blaze lagi, dia melihat musibah di masa depan Blaze mulai menghilang. Blaze tidak akan celaka, itu membuat Halilintar merasa lega.

Blaze menendang beberapa siswa yang menghalangi jalannya. "Lo keluar duluan," katanya sambil mendorong Halilintar dengan raut wajah datar.

"Tapi," ucapan Halilintar terpotong karena Blaze melempar tas yang ia bawa ke wajah Halilintar.

"Keluar dari kerumunan ini kalau gue suruh," gumam Blaze sambil mendorong Halilintar lebih kencang lagi agar jaga jarak dengannya.

"Blaze ...," gumam Halilintar sambil memegangi tas sahabatnya itu, matanya terus mengawasi Blaze yang membukakan jalan untuknya.

Halilintar mulai mencari celah di antara kerumunan. Ia bergerak menghindari pukulan dan tendangan siswa yang sedang tawuran. Sesekali, ia menggunakan tas milik Blaze untuk menyerang siswa yang ingin memukul Blaze.

"Blaze, hati-hati!" teriak Halilintar, suaranya nyaris tenggelam oleh suara gaduh di sekitarnya.

Blaze melirik sekilas ke arah Halilintar, lalu kembali fokus pada lawan-lawannya. Ia menghindari setiap serangan dan masih berusaha membuka jalan untuknya dan Halilintar. Meski begitu, beberapa kali ia terkena pukulan.

Melihat Blaze terluka, hati Halilintar semakin gelisah. Ia tidak bisa tinggal diam. Dengan nekat, Halilintar menarik lengan Blaze, berusaha menghentikannya untuk melawan siswa yang membawa senjata.

Tatap Mataku (Halilintar fanfiksi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang