14. Ketahuan

194 26 18
                                    

Halilintar tadi tidak sengaja menatap mata Gempa saat di kelas, jiwanya terasa ditarik pada kejadian yang akan datang. Dia melihat musibah di masa depan sahabatnya yang akan terjadi siang nanti.

"Gem, nanti siang lo ada kegiatan mau keluar kemana-mana gitu gak pulang sekolah?" tanyanya.

Halilintar melihat Gempa yang gelagapan, dia menggaruk kepalanya sambil meletakkan ponselnya ke atas meja. Bingung ingin menjawab apa.

Gempa tak mungkin memberitahukan kepada mereka kalau dia dirundung kakak kelas. Dia tadi dipaksa menemui kakak kelas nanti siang saat pulang sekolah.

"Gempa kenapa?" Duri bertanya, dia khawatir melihat abang angkatnya itu seperti menyembunyikan sesuatu. Blaze pun sama, dia mengkhawatirkan Gempa, tetapi tak menunjukkannya.

Gempa membuka ponselnya lagi, berpura-pura mendapatkan pesan. "Aku nanti ada keperluan mendadak, baru aja tadi dikasih tahu sama temanku," bohongnya.

"Gue ikut," kata Halilintar dengan nada memaksa.

Solar menghela napas karena Halilintar lupa pada janjinya untuk mengajari materi hari ini.

"Jangan!" seru Gempa dengan panik.

Solar melirik Halilintar sambil berkata, "Lo jangan lupa kalau harus ngajarin gue materi nanti."

"Lo sama Ice aja. Ice tolong bantuin Solar," kata Halilintar sambil menepuk pundak Ice.

"Oke," kata Ice menerima permintaan sahabatnya.

"Gue gak mau sama yang lain, maunya sama lo," kata Solar sambil menusuk pentol baksonya.

Halilintar mendengkus sebal, Solar ini kenapa tidak bisa mengalah dengan mudah?

"Gue nggak bisa karena gue mau ikut Gempa," ujar Halilintar.

"Tapi Gempa gak mau diikutin tuh," kata Solar sambil menunjuk Gempa dengan garpu yang ada pentol bakso.

Gempa menghela napas ketika Halilintar dan Solar mulai berdebat.

"Pokoknya gue maksa mau ikut Gempa. Lo sama Ice aja dulu," kata Halilintar.

"Gue nggak mau, lo udah janji sama gue," kata Solar, dia mengunyah baksonya dengan cepat.

"Pokoknya gue bakal ikut Gempa hari ini, Ice yang bakal gantiin gue buat ngajarin lo materi itu," kata Halilintar dengan nada datar.

Solar mendengkus sebal, dia segera menghabiskan bakso itu dan menarik Ice juga Taufan kembali ke kelas.

Duri dan Blaze saling melirik, Blaze menyikut tangan adik angkatnya itu dengan pelan lalu memberi kode lewat lirikan mata.

Duri tersentak kaget, dia menatap abang angkatnya dengan tatapan tak terima. Namun, Blaze menatapnya dengan tatapan serius membuat Duri menghela napas panjang.

Pemuda bernetra hijau itu mulai memejamkan matanya, dia membuka matanya lalu terlihat mata hijaunya melihat Gempa cukup lama.

Duri tersentak, kepalanya terasa pening, darah mulai mengalir keluar dari hidungnya. Pemuda itu langsung menunduk setelah Blaze memberikan tisu padanya.

"Duri kenapa?" Halilintar bertanya dengan panik.

Blaze menekan kepala Duri agar menunduk dan memegangi tisu di dekat hidung adik angkatnya itu. "Nggak apa-apa, cuma kelelahan aja," bohongnya.

"A-ayo pergi dulu Blaze!" Duri mengajak abang angkatnya pergi ke UKS.

Gempa melihat dua saudara angkatnya pergi dengan ekspresi cemas.

'Jangan-jangan Duri tadi nyoba buat, ah pasti ucapan Blaze tadi bener. Aku nggak boleh curiga,' batin Gempa.

Duri dan Blaze berjalan dengan terburu-buru menuju UKS. Duri berusaha menahan darah yang terus mengalir dari hidungnya, sementara Blaze terus menenangkannya.

Tatap Mataku (Halilintar fanfiksi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang