Angin malam menerpa wajah Ice dengan kencang. Ia memacu motornya menuju alamat yang telah diberikan Gempa. Pikirannya melayang pada kakak kelas yang sedang mengalami kesulitan itu. Ice ingat betul bagaimana rasanya merasa sendirian dan tertekan. Ia tidak ingin ada orang lain yang merasakan hal yang sama.
Setibanya di depan rumah yang dituju, Ice mengetuk pintu dengan pelan, Halilintar hanya menunggu di belakangnya. Setelah beberapa saat, pintu terbuka memperlihatkan seorang gadis dengan mata sembab.
"Kalian siapa?"
"Gue Ice, ini Halilintar, biasa dipanggil Hali. Kami bakal bantuin siapapun yang komen di akun buatan Gempa," jawab Ice sambil tersenyum tipis.
"Oh, halo. Namaku Shielda, kalian jangan masuk ke dalam rumahku!"
"Oke, kami ngerti, tapi Ice mau ngobrol berdua sama lo," kata Halilintar, dia melihat situasi sekitarnya.
"Ice, sekarang lo bisa mulai," kata Halilintar pada sahabatnya.
Ice mengangguk, perlahan netra aquamarine miliknya bersinar, dia menatap mata Shielda. Mata perempuan itu seketika bersinar menjadi aquamarine ketika Ice menggunakan kemampuan manipulasi pikiran.
"Lo harus lanjutin hidup apapun yang terjadi, orang lain nggak punya hak buat nentuin lo boleh hidup atau nggak. Tenangin diri, lebih mendekat sama tuhan lo," kata Ice, beberapa detik kemudian netra aquamarine milik pemuda itu berhenti bersinar.
Mata Shielda juga kembali ke warna aslinya. Dia terlihat lebih tenang, Shielda tersenyum, pada awalnya dia membuka sedikit pintu rumahnya, sekarang dia benar-benar keluar dari dalam rumah.
"Makasih, aku nggak ngerti kenapa tiba-tiba aku tenang habis denger ucapanmu. Tapi makasih banyak," kata Shielda, dia tersenyum lalu memberikan sesuatu pada Ice.
Ice menaikkan sebelah alisnya. "Apa ini?"
"Bayaran buat kalian, katanya seikhlasnya aja kalau mau ngasih."
"Gempa nulis gitu?" Ice bertanya sambil memegang lengan Halilintar.
"Itu uangnya nanti ditabung buat bantuin Taufan supaya bisa keluar dari rumah keluarganya," jawabnya, pemuda bernetra ruby itu menggaruk tengkuknya sebelum mengangguk, dia lupa memberitahukannya pada Ice.
Ice mengerjapkan matanya lalu bergumam, "Ohh."
Halilintar menerima uang itu lalu berterima kasih, mereka berdua pergi kembali ke rumahnya Taufan. Untunglah keluarganya Taufan keluar selama seminggu, jadi mereka bisa tenang di sana.
"Gimana misi pertamanya?" Taufan bertanya dengan tidak sabaran.
"Sabar Fan, gue baru aja lepas sepatu." Halilintar melempar sepatunya ke rak.
"Gimana woi! Penasaran," sahut Blaze, Duri di sana sudah menyelesaikan tugasnya. Dia ikutan mencegah Halilintar masuk.
Ice berjalan begitu saja melewati Taufan, pemuda bernetra aquamarine itu memberikan uang bayaran misi mereka pada Gempa. Yah, dia akan menyimpannya sebelum diberikan pada Taufan.
"Woah, misi pertama berhasil?" Blaze bertanya pada Ice dan dibalas dengan anggukan kepala.
"Belum lah, masih ada lagi. Pembully nya masih belum dihadapin sama Ice dan Hali," kata Gempa.
Ice menggacak rambutnya sambil menghela napas panjang, dia malas berurusan dengan hal yang berhubungan dengan otot.
"Sabar, Ice. Gue aja yang gantiin lo kalau ngadepin pembully kayak gitu," kata Blaze menawarkan dirinya.
"Hm."
Halilintar yang melihat itu hanya tersenyum tipis.
"Besok gue sendirian aja. Lihat tuh si bungsu tantrum dari tadi karena gak diurusin sama sulung," kata Blaze sambil menunjuk Solar dengan dagunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tatap Mataku (Halilintar fanfiksi)
FanfictionGue nggak mau lihat kematian orang lagi - Halilintar. (Sampul art nya dari : BTSarmy95Hali_V) Cast : 1. Halilintar Raiden (Hali) 2. Taufandra (Taufan/Fandra) 3. Gempa Alaaya Aditya (Gempa/Adit) 4. Azrael Blaze Nova (Rael/Blaze) 5. Ice Eisner Alvion...