....Di Pagi hari yang cerah namun tetap saja bagi Alesha suhu udaranya masih tetap dingin. Ia rasa butuh waktu yang cukup lama untuk beradaptasi. Setelah semua keluarganya pergi bekerja, tinggalah Alesha dengan penuh rasa bosan. Ia menuju ke garasi, ia ingin bersepedah mengelilingi sekitar.
Setelah sampai di Utrecht beberapa hari yang lalu, Alesha belum menjelajahi tempat-tempat disekitar. Sekali keluar rumah ia hanya ke kediaman Eijden saja. Padahal, Alesha telah menyimpan beberapa tempat di Belanda yang ingin ia kunjungi. List tempat ini Alesha buat bersama Arsen, karena Arsen yang bekerja menjadi staff di sebuah kantor media membuat Alesha berfikir bahwa kakaknya, Arsen pasti telah banyak menjelajahi berbagai tempat di Belanda.
Alesha mengecek keadaan sepedah milik Gio yang ia pinjam. Lama tak digunakan, sepedah itu ditempeli banyak debu. Alesha kembali masuk ke dalam rumah mencari kain lap. Tak lama ia keluar membawa kain lap yang akan digunakan untuk membersihkan sepedah itu sambil bersenandung pelan.
Terlalu fokus dengan sepedah, Alesha tak sadar bahwa sedari tadi ada sepasang mata yang menatapnya dari seberang.
"HEI, CACA!" Panggil Marvin dari seberang.
Alesha menghentikan kegiatanya, memutar bola matanya dengan malas.
"Kenapa?!" Alesha berdecak kesal saat melihat usaha Marvin berjalan menuju ke arahnya dengan menggunakan alat bantu.
"Stop! Don't come here. Your leg is injured." Alesha melarang Marvin datang ke teras rumahnya. Memang jarak antar depan rumah tak terlalu lebar tapi tetap saja, dalam keadaan kaki Marvin yang cedera itu akan berpengaruh.
"Aduh, did you hear what I said?" Gemas dan gregetan dengan tingkah Marvin yang sembrono, akhirnya Alesha mengalah. Gadis itu berjalan menghampiri Marvin.
"Where are you going?" Tanya Alesha.
"I'm bored, I want to see the outside atmosphere. I can't just stay in my room. Aws." Ucap Marvin. Langkahnya tertatih-tatih.
"Ck, udah tau kaki masih sakit juga ngeyel." Gerutu Alesha melihat betapa keras kepalanya seorang pemain sepak bola muda ini.
"What did you say? you're cursing at me, aren't you?" Tuduh Marvin dengan kesal bahwa Alesha mengumpatinya.
"Su'udzon mulu nih cowo." Alesha menghiraukan perkataan Marvin.
"Aren't you going to flight to Indonesia?" Tanya Marvin, wajahnya lebih santai dari pada sebelumnya.
"Who said that? I feel at home here. I will stay here for a longer time." Ucap Alesha sembari membantu Marvin duduk di kursi teras rumahnya.
"YOU! Yesterday when you were about to go home, you said you would return to Indonesia." Ucapnya kembali tak santai.
"Weh, selow bro!" Ucap Alesha. Sebenarnya ia memang malas sekali berkomunikasi dengan bahasa inggris apalagi orang yang diajak ngobrol itu Marvin. Meskipun Marvin 2 tahun lebih tua darinya, ia anggap umurnya sama karena sikap tengil yang masih saja ada hingga saat ini.
"Stop using Indonesian. I know I can't." Protes Marvin kepada Alesha.
"Huft, yaudah kamu diem! By the way, has Max gone to work yet?" Tanya Alesha mengubah topik pembicaraan. Kepalanya menengok suasana rumah Eijden yang sepi.
"Why ask? Don't like him, his girlfriend is fierce." Ucap Marvin bohong. Yang ia tahu Max baru putus dari mantan pacarnya.
Alesha mengedikkan bahu acuh, "Marvin, do you want to stay here or do you want me to help you get into your house?"
"Where do you want to go?" Tanya Marvin tak nyambung.
"I just want to cycle around here." Jawab Alesha sabar.
![](https://img.wattpad.com/cover/376673928-288-k326291.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Offside Cinta di Negeri Kincir Angin
Teen Fiction"Kalau di duniamu, cinta kita menggambarkan situasi offside, artinya tidak sah." Kisah cinta yang tidak mudah antara Alesha Bianca Hoesen perempuan blasteran Indo-Belanda dengan Marvin Frans Eijden, seorang bintang sepak bola asal Negara Belanda. �...