....
Aroma stroopwafel yang baru dipanggang menggelitik hidung Alesha saat ia melangkah keluar dari Stasiun Utrecht Centraal. Udara pagi yang segar bercampur dengan aroma manis khas Belanda itu memberinya semangat baru. Hari ini adalah hari pertama Alesha magang di kantor media ternama di Utrecht. Jantungnya berdebar kencang, campuran antara gugup dan antusias. Ia merapikan blazer birunya, menarik napas dalam-dalam, lalu melangkahkan kaki menyusuri jalanan kota yang ramai.
Gedung kantor media itu menjulang tinggi, mewah dan modern. Alesha terkesima sejenak, membayangkan dirinya bekerja di sana, mewawancarai orang-orang penting, menulis artikel yang menginspirasi, dan meliput dengan foto di berbagai peristiwa menarik. Ia segera masuk ke dalam gedung, menemui resepsionis, dan diarahkan ke ruang redaksi di lantai lima.
Ruang redaksi itu hiruk pikuk, penuh dengan jurnalis yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Alesha diperkenalkan kepada mentornya, seorang jurnalis senior bernama Mevrouw Elsbeth. Mevrouw Elsbeth menyambut Alesha dengan ramah, memberikan penjelasan singkat tentang tugas-tugasnya selama magang, dan memperkenalkannya kepada anggota tim lainnya.
Hari-hari pertama Alesha dipenuhi dengan tugas-tugas sederhana, seperti merangkum berita, mengolah foto dan membantu jurnalis senior dalam riset. Meski terlihat sepele, Alesha mengerjakannya dengan penuh semangat dan ketelitian. Ia ingin membuktikan bahwa ia mampu dan layak untuk menjadi bagian dari tim tersebut. Ia aktif bertanya, mencatat setiap instruksi dengan seksama, dan selalu menyerahkan tugasnya tepat waktu.
Mevrouw Elsbeth memperhatikan kesungguhan Alesha. Ia terkesan dengan etos kerja dan antusiasme gadis muda itu.
“You're a fast learner, Alesha, ” pujinya suatu hari. “Keep up your spirit.”
Pujian itu membuat Alesha semakin bersemangat. Ia bertekad untuk memberikan yang erbaik selama magang. Ia ingin memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya, menyerap ilmu dan pengalaman sebanyak mungkin, dan membuktikan bahwa ia bisa menjadi jurnalis yang handal.
Sepulang magang, Alesha berjalan gontai. Tubuhnya pegal setelah seharian beraktivitas. Namun, rasa lelah itu terbayar dengan pengalaman berharga yang ia dapatkan. Alesha memang tak pulang bersama Arsen karena kakanya itu sedang ada kegiatan liputan di luar kota. Saat memasuki pekarangan rumahnya, ia melihat sosok yang tak asing berjalan tertatih-tatih di halaman. Marvin, tetangganya yang suka jahil.
Alesha berjalan pelan, "Hey, snail! Are you racing with a turtle? " teriak Marvin dengan cengiran khasnya.Alesha memutar bola matanya. "Your leg hasn't healed yet, why are you saying that? You're so naughty. " sahutnya, namun sudut bibirnya tersenyum. Ia sudah terbiasa dengan tingkah Marvin yang suka menggodanya.
Marvin menyeringai. "I heard that you're interning at that media office, right? I heard from Ryan. " ucapnya, menyebut nama saudara Alesha yang juga teman bermain Marvin saat bosan di rumah karena cedera.
Alesha mengangguk. " Yes, in the Utrecht office. Just started, but today is really exciting! " ujarnya antusias, lupa sejenak dengan rasa lelahnya.
" Wow, cool! When you become a famous journalist or photographer, don't forget to interview me! Exclusive! " canda Marvin, membuat Alesha tertawa.
"Yes, yes. Later I will interview you about your life story, Marvin the Dutch football star who was full of drama because he often fell off his bike as a child. " balas Alesha, tak mau kalah bercanda.
"Damn, you remember it?" Tanya Marvin tak percaya. Alesha hanya mengangguk singkat dengan tawa yang lebar.
Mereka pun berbincang asyik di halaman rumah. Alesha menceritakan pengalamannya di hari pertama magang, sementara Marvin dengan seksama mendengarkan, sesekali melontarkan komentar jahil yang membuat Alesha gemas.
"You were quick to get back to Utrecht after the match a few days ago. " Ucap Alesha.
Marvin mengangguk, " Yes, I really have to stay in my stadium for a long time with my right foot not being able to kick the ball?"
" I will be back soon to play in the stadium. By then, I'm sure you'll be an employee at the news agency. So interview me, if you want a photo and autograph I'll give you special access. " Tambahnya. Sungguh, Marvin ini cerewet.
"Dih, PD banget gila. Who else wants to ask for your photo and autograph. Come on bro... I want to go home. "
****
Hari-hari berlalu dengan cepat. Alesha semakin menikmati magangnya. Ia mendapatkan banyak tugas menarik, mulai dari meliput acara lokal hingga mengelola dokumentasi media. Mevrouw Elsbeth semakin yakin dengan potensi Alesha. Gadis itu cerdas, ulet, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
“Alesha, how about you try writing an article about the flower festival that will be held next week? ” tawar Mevrouw Elsbeth suatu hari.
Mata Alesha berbinar. “ Wow, that's fine, Mevrouw! I will try my best! ” jawabnya bersemangat.
Alesha pun mempersiapkan diri untuk tugas pertamanya meliput acara besar. Ia melakukan riset, menyusun pertanyaan wawancara, dan mempersiapkan peralatan liputannya. Ia bertekad untuk membuat artikel yang menarik dan informatif.
Hari festival bunga pun tiba. Alesha berada di tengah keramaian, mencatat detail-detail acara, memotret bunga-bunga yang bermekaran, dan mewawancarai beberapa pengunjung. Ia merasakan adrenalin yang menggebu-gebu, semangat jurnalistiknya terbakar.
Setelah acara selesai, Alesha langsung kembali ke kantor dan menulis artikelnya dengan penuh konsentrasi. Ia menuangkan semua pengalaman dan informasi yang ia kumpulkan ke dalam tulisan yang menarik dan mudah dipahami.
Keesokan harinya, artikel Alesha dipublikasikan di website kantor media. Artikelnya mendapatkan respon positif dari pembaca. Mevrouw Elsbeth sangat bangga dengan Alesha.
“You have a natural talent for writing, Alesha. Keep honing your skills” pujinya.
Alesha tersenyum bahagia. Ia merasa jerih payahnya terbayar. Ia semakin yakin dengan pilihan karirnya sebagai jurnalis.
“Hey, I read your article about the flower festival. It's so cool! You're really talented! ”
Pujian dari Marvin, meski dikemas dengan nada jahil, membuat Alesha merasa senang. Ia tersenyum lebar.
"Thank you, Marvin. Please pray that I can be accepted to work here, okay!""Of course! I'll be your first fan! " jawab Marvin dengan wink.
Alesha tertawa. Ia merasa beruntung memiliki tetangga yang suportif seperti Marvin, meski kadang jahilnya minta ampun. Ia berharap, mimpi-mimpinya menjadi jurnalis handal bisa terwujud. Ia ingin membuat keluarganya bangga, termasuk Arsen, kakaknya, yang selalu mendukungnya dan membantunya.
Malam itu, Alesha membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Rasa lelah kembali menyerang, namun kali ini bercampur dengan rasa bahagia dan harapan. Ia membayangkan masa depannya yang cerah, masa depan di mana ia bisa berkontribusi bagi dunia melalui tulisan-tulisannya dan lefat bidikan gambar yang ia ambil. Ia tersenyum, lalu perlahan tertidur, diiringi mimpi-mimpi indah tentang karirnya sebagai jurnalis.
____________________________________________
BERSAMBUNG....
KAMU SEDANG MEMBACA
Offside Cinta di Negeri Kincir Angin
Novela Juvenil"Kalau di duniamu, cinta kita menggambarkan situasi offside, artinya tidak sah." Kisah cinta yang tidak mudah antara Alesha Bianca Hoesen perempuan blasteran Indo-Belanda dengan Marvin Frans Eijden, seorang bintang sepak bola asal Negara Belanda. �...