....
Matahari sore mulai meredup, meninggalkan langit dengan warna jingga yang lembut. Di sebuah cafe kecil dekat kantor Alesha, Marvin duduk menunggu dengan gelisah. Ia mengusap keringat yang menetes di dahinya, jantungnya berdebar kencang. Ini adalah momen yang telah lama ia tunggu, momen di mana ia akan mengungkapkan perasaannya kepada Alesha setelah banyak pertimbangan.
Marvin tau apa yang akan ia lakukan setelah ini pasti penuh resiko karena adanya perbedaan agama dan lain lain. Tapi setidaknya, ia pernah mengungkapkan perasaanya agar merasa hatinya lega. Meskipun ia yakin tak 100% lega.
Sebelumnya, ia telah menelepon Ayah dan ibunya mengenai hal ini. Mereka pun mendukung Marvin untuk confess kepada Alesha, asal tidak memaksakan kehendak dan berhati hati agar tidak menyinggung satu sama lain nantinya.
Aroma kopi dan roti panggang menguar dari sebuah kafe kecil di dekat kantor Alesha. Alesha, dengan rambut cokelat terangnya yang terurai, memasuki cafe. Ia mengenakan kemeja putih yang sederhana, namun tetap terlihat menawan. Senyum tipis terukir di bibirnya saat matanya bertemu dengan Marvin.
"Sorry, I'm late." (Maaf, aku telat.) kata Alesha, sambil melepas jasnya dan mengambil tempat duduk di hadapan Marvin. Alesha takut Marvin marah karena ia terlambat 7 menit. Orang Belanda terkenal dengan disiplin waktunya atau Ontime. Sedangkan tadi ia harus mengurus sesuatu terlebih dahulu sebelum menuju ke cafe.
Marvin tersenyum, "It's okay, I just arrived too."
Suasana hening sejenak, hanya suara lembut alunan musik jazz yang mengisi ruang cafe. Marvin merasa gugup, ia tak tahu bagaimana memulai pembicaraan. Alesha pun merasakan hal yang sama, ia tak menyangka Marvin akan mengajaknya bertemu di luar jam kerja. Karena setahunya Marvin memang sedang sibuk dengan jadwal pertandinganya sekarang.
"So, what do you want to talk about, Marvin?" tanya Alesha, memecah keheningan.
Marvin menarik napas dalam-dalam, "I want to talk about the photo I posted that ended up being a hot topic. Sorry if it caused a commotion and made you uncomfortable."
"Oh that one. I was surprised that my Instagram account suddenly became busy. I thought why, but it turned out to be because of your post." kata Alesha,
"Just delete it now! So you are safe from false rumors." Ucap Alesha lagi.
Marvin menghela nafasnya, ini saatnya ia menjelaskan maksut dan tujuanya.
"I posted it on purpose." jawab Marvin, "I want everyone to know that I was very happy at that time. and I want everyone to know that I like you."
Alesha terdiam, ia tak menyangka Marvin akan mengatakan hal itu. Perasaannya campur aduk, ada rasa senang, terkejut, dan sedikit takut. Ternyata apa yang ia pikirkan benar terjadi. Marvin, laki laki ini memang menyimpan perasaan kepadanya.
"Marvin, this is not right. You know we are different, our religion." Kata Alesha yang menyesakkan dada Marvin karena dadanya seperti di hantam realita yang menyakitkan.
"I know..." kata Marvin dengan lirih.
"But, if religion is not a problem, would you accept my love?" Tanya Marvin dengan tatapan serius ke wajah ayu Alesha.
"It's tough, I feel insecure. I'm just a junior journalist while you're a famous football player. The woman who's rumored to be with you is also on a higher level." Kata Alesha sambil menyeruput coffe latte yang ia pesan.
Marvin merasa tidak terima dengan apa yang Alesha ucapkan, "I love you because you are Alesha, not your job. And now, I'm really in love with you. "
Wow, Marvin mengubah panggilan nama yang biasanya Caca menjadi Alesha. Apakah ini menjadi tanda bahwa Marvin dalam keadaan sangat serius?

KAMU SEDANG MEMBACA
Offside Cinta di Negeri Kincir Angin
Teen Fiction"Kalau di duniamu, cinta kita menggambarkan situasi offside, artinya tidak sah." Kisah cinta yang tidak mudah antara Alesha Bianca Hoesen perempuan blasteran Indo-Belanda dengan Marvin Frans Eijden, seorang bintang sepak bola asal Negara Belanda. �...