Moodnya berantakan. Parah. Mina tidak masuk kelas karena ada keperluan keluarga. Gadis itu juga sudah mengatakan kepada Jihyo dan Rose jika sepupunya yang ada di Bandung menikah hari ini. Jadi mau tidak mau dia harus absen.
Tapi bukan itu masalahnya. Usai kelas, Jihyo dan Rose sudah akan pergi ke perpustakaan untuk menunggu kelas selanjutnya yang dilaksanakan sekitar satu setengah jam lagi. Namun, belum selesai mereka memasukkan peralatan ke dalam tas, rungunya mendengar desas desus yang kurang mengenakkan tentang Mina.
"Ya mangkanya dia hari ini nggak masuk!" Bisikan itu jelas terdengar di telinga Jihyo maupun Rose. Keduanya bertukar pandang. Seolah memberi sinyal jika mereka perlu mendengarkan lebih detail tentang orang yang dibicarakan oleh teman sekelasnya itu.
"Masa karena Kak Jimin udah jadian dia nggak masuk sih? Sakit?"
Jihyo tersenyum remeh, netranya berpandangan dengan Rose. Mengisyaratkan jika yang mereka pikirkan memang benar.
"Dia kan emang penyakitan. Dulu pas ospek aja sering banget pingsan. Ngerepotin!"
"Ohh gitu, jadi nggak kaget ya kalau karena gini doang.."
"Sorry.." ketiga gadis yang duduk di pojok kelas itu menoleh. Kaget dengan suara lantang Jihyo. Mereka juga tau kalau gadis yang mereka bicarakan adalah teman baik keduanya. "Kalau kalian nggak tahu masalahnya, mending diem aja deh. Daripada fitnah kaya gitu."
Sebisa mungkin, Jihyo mengimbuhkan senyum di akhir kalimatnya. Ketiga gadis tersebut saling pandang sampai akhirnya gadis berkuncir kuda membuka suara, "Dari mana fitnahnya ya? Emang temen lo itu penyakitan kan?"
"Heh! Lo punya mulut dijaga dong. Mina cuma punya darah rendah, jadi wajar kalo dia pingsan waktu ospek." Rose berujar dengan nada tinggi.
"Selow aja dong ngomongnya." kali ini giliran gadis berambut sebahu yang berbicara. Dia menyuruh Rose untuk tidak ngegas saat berbicara, tapi sendirinya juga ngotot.
"Lagian temen lo ga masuk kan? Apa lagi coba kalau bukan karena patah hati."
"Penjilat banget ya emang." Jihyo tertawa meremehkan. "Lo pikir gue nggak tau? Lo pernah baik-baikin Mina biar bisa diterima di club dance kan?"
Wajah gadis yang memiliki rambut pendek terlihat pias.
Baik Jihyo, Rose, ataupun Mina, ketiganya tidak terlalu dekat dengan teman sekelasnya. Hanya beberapa orang seperti Hyunjae dan teman-teman lelakinya, juga dengan Baek Yerin dan Jimin yang sudah seperti kembar tak identik. Yang lainnya? Hanya berbicara ketika ada perlu saja.
"Diem kan lo? Uler banget jadi orang. Heran gue. Lagisn Mina absen tuh karena ada kepentingan keluarga." Rose menegaskan kembali. Membuat ketiganya mau tak mau terdiam.
"Gausah ngomongin orang lain kalau lo juga belum se-baik itu jadi orang. Mending introspeksi diri." setelah Jihyo berkata seperti itu, ia bersama Rose berjalan keluar kelas.
Niat yang tadinya sudah mulia untuk ke perpustakaan, diurungkan oleh mereka. Keduanya memilih untuk duduk di gazebo dekat kolam. Untung saja tempat itu kosong dan sejuk. Jadi bisa mendinginkan otak keduanya.
"Gue tuh nggak habis pikir sama Taeri. Kenapa sih dia tuh cari gara-gara mulu? Kapan hari pernah berantem sama anak kelas sebelah kan gara-gara nuduh kalo pacarnya selingkuh, padahal mereka kenal aja enggak!"
Jihyo mengurut pelipisnya. Kepalanya pusing karena emosi, perutnya juga sakit karena nyeri haid sekaligus lapar. Tentu saja marah adalah hal yang paling memuaskan untuk dilakukan. Dan dia sedikit bersyukur karena bisa memarahi teman sekelasnya yang dikenal toxic itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Sidekick to Significant Other
Teen FictionSebelumnya, Jihyo tak pernah membayangkan jika Mingyu mampu membuat jantungnya berdebar tak normal. Mereka teman sedari kecil. Bahkan pernah mandi bersama saat berusia lima tahun. Maka untuk meyakinkan perasaannya sendiri, Jihyo mulai melakukan aksi...