Setibanya di rumah, Gia melenggang dengan cepat masuk ke kamarnya. Mengunci pintu kamarnya dan merebahkan diri dengan nyaman.
Setidaknya ia tidak perlu lagi harus bertatap muka dengan Nova karena pintu kamarnya sudah terkunci rapat, yang artinya Nova tidak akan bisa masuk begitu saja seperti kemarin.
Selama ini, ia tidak pernah mengunci pintu kamar tersebut. Dan mulai sekarang, itu akan menjadi salah satu kebiasaannya. Demi keamanannya.
Mengedarkan pandangan, Anggia berpikir kalau sebaiknya ia pergi dari rumah ini secepatnya.
Tidak, bukan dengan pulang kembali ke rumah orang tuanya. Mungkin ia akan tinggal beberapa hari dulu di hotel yang dekat dengan tempat kerjanya dan kemudian ia akan mencari kost atau kontrakan untuk ia tinggali.
Ya, ia harus pergi dengan segera.
Dengan cepat ia berdiri lalu menarik satu koper besar miliknya. Mengambil sebagian pakaiannya serta seragam kerjanya. Kemudian memasukkan semuanya dalam koper.
Lalu dengan lincah ia memasukkan semua kosmetik dan aksesoris miliknya yang tertata di atas meja rias ke dalam carry bag.
Meja rias pun tampak kosong sekarang, hingga ia memilih meletakkan kembali beberapa skincare-nya supaya Nova tidak terlalu curiga jika takut-takut Nova tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya dan mengacaukan rencananya.
Setelah menutup ristleting koper dan meletakkan carry bag-nya di atas koper, Gia kembali duduk dengan tenang.
Saat ini pukul lima belas lebih beberapa menit, artinya hampir satu jam sudah ia berkemas. Jadi ia memilih membersihkan diri dan bersiap-siap turun ke bawah.
Namun, belum juga langkah kakinya tiba di anak tangga terakhir, kehadiran Nova yang berdiri beberapa langkah di depannya berhasil mengejutkan dirinya.
"Aku keluar dulu sebentar, ya."
Gia mengangguk pelan dengan wajah kebingungan. Dan begitu pintu tertutup, dengan cepat ia kembali ke lantai atas untuk mengambil kopernya. "Allah begitu baik karena sudah membantunya memberi jalan."
Gia senang bukan main. Lalu dengan cepat ia keluar rumah hingga menyadari motornya tidak ada. Dimana artinya motor kesayangannya itu sedang dipakai oleh Nova.
Tidak ambil pusing, Gia segera mengeluarkan ponselnya dan membuka satu aplikasi taxi online.
Sepuluh menit. Perkiraan driver akan tiba dalam waktu sepuluh menit dan ia hanya bisa berdoa supaya Nova belum pulang sampai dirinya pergi.
Dan selama menunggu si taxi online datang, Gia berusaha melihat-lihat hotel yang bisa ia book untuk hari ini dan beberapa hari ke depan dalam sebuah aplikasi. Tetap dengan perasaan yang was-was, takut-takut Nova tiba-tiba muncul di depan rumah mereka.
Beruntungnya tidak. Taxi online datang, berhenti tepat di depan rumah yang membuat Gia bergegas menghampiri sembari menggeret cepat kopernya. Namun belum juga keluar dengan sempurna, suara motornya terdengar berhenti di depan pagar dan Nova muncul setelahnya.
Gia sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi kecuali harus bertengkar hebat lagi dengan Nova. Dan ia siap.
"Kamu mau kemana, Gi?" tanya Nova terkejut seraya menatap curiga pada koper yang Gia bawa.
"Aku mau pergi..."
"Pergi kemana? Kamu nggak ada bilang kalau kamu ada jadwal tour ke aku."
Melihat Gia yang tak bergeming, Nova mendekat. Ia tarik koper Gia hingga berpindah tangan padanya. "Jangan bilang kamu mau pergi? Kamu ini apa-apaan sih, Gi. Belajar dewasa bisa? Jangan dikit-dikit pergi, apa-apa pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
OPTION [✔️]
Short StoryBagaimana jadinya kalau ada orang ketiga dalam sebuah hubungan?