BAB 62 🔥

809 32 0
                                    

"Terus memikirkanmu, membicarakanmu, dan sekarang saat melihatmu langsung, rasanya menyenangkan."

Suara Junyeong yang menyentuh lehernya membuatnya geli. Seiring dengan napasnya, dadanya terasa sesak perlahan. Jantungnya berdegup berat. Tangan yang refleks mengepal erat di punggungnya, menariknya lebih dekat.

"Apa yang akan kau lakukan?"

Junyeong sedikit memiringkan kepalanya mendengar pertanyaannya.

"Apa?"

"Na Seungwoon."

Junyeong berkedip beberapa kali sambil menahan tubuhnya dari Bahu Beomjin. Matanya yang hitam pekat langsung mencari tatapan Junyeong.

"Apa maksudmu?"

"Itu yang aku tanyakan padamu."

"Jangan bicara seperti itu. Bahkan sebelumnya, itu tidak terdengar seperti lelucon, dan sekarang lebih parah."

Beomjin tidak menyangkal ekspresi serius di wajahnya, hanya mengangkat alisnya. Junyeong tersenyum kecil dan menggeser tangannya untuk menemukan genggaman tangan Beomjin. Dia setengah mengepal telapak tangan kokoh itu sambil berbisik.

"Hari ini aku terlalu tergesa-gesa. Aku ingin menyelesaikannya dengan cepat, jadi aku terburu-buru. Seharusnya aku meluangkan lebih banyak waktu."

"Seungwoon, meskipun aku hanya melihatnya sebentar, dia tidak tampak dalam kondisi yang normal... ."

Pembicaraan Beomjin tiba-tiba terputus, dan Junyeong menatapnya. Tatapan Beomjin yang terarah ke pergelangan tangannya yang bengkak kemerahan, membuat Junyeong langsung paham apa yang sedang dipikirkan Beomjin.

"Na Seungwoon yang melakukan ini?"

Nada suara rendahnya lebih tenang dari biasanya, tapi justru itu yang membuat suasana semakin mencekam. Rasanya seperti udara di sekitar mereka mendadak menekan. Junyeong berdehem sambil mengangkat bahunya.

"Pergelangan tanganku memang mudah bengkak."

"Kau membelanya?"

"Lalu kau mau apa? Membunuhnya? Aku sudah cukup sekali melihatmu di penjara."

Junyeong menggerutu sambil mencolek pipi Beomjin dengan jarinya, sementara Beomjin tetap terlihat tidak senang dengan situasi itu.

"Kalau aku butuh bantuan, aku akan bilang. Saat itu jangan pura-pura tidak tahu."

Beomjin diam-diam menundukkan pandangannya, seolah memikirkan sesuatu. Wajah Seungwoon yang terakhir kali dilihatnya terlintas dalam pikirannya. Sambil memeriksa pergelangan tangan Junyeong, Beomjin bertanya dengan tenang.

"Kau tidak ingin pindah rumah?"

"Toh, aku akan segera ke Busan. Masih ada urusan yang belum selesai. Meski akan bolak-balik ke Seoul, jadwalnya tidak menentu. Ngomong-ngomong, apakah aku pergi ke Busan bersama Samdu? Tasku... ."

"Tasmu ada di mobilku. Samdu akan ikut mengantar, tapi hari ini biar aku yang mengantarmu."

"Sampai Busan? Tidak perlu, naik kereta lebih nyaman."

"Kalau begitu, aku akan naik kereta bersamamu."

Jawaban itu keluar dengan begitu lancar, membuat bibir Junyeong sedikit terangkat. Suara Beomjin yang rendah terus mengalir.

"Dan kalau kau kembali ke Seoul, tinggallah di rumahku. Tidak akan jauh dari tempat kerjamu."

Junyeong yang tadinya menatap punggung tangannya yang tertimpa tangan Beomjin, mengangkat alisnya. Matanya melebar saat dia menatap wajah Beomjin yang tanpa ekspresi, lalu tertawa kecil.

Just Twilight [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang