Warna Kelabu di Balik Lencana

19 3 0
                                    


Suasana pagi hari di Kantor Polisi Solo sibuk seperti biasa. Herdi baru saja selesai menjalankan tugas lapangannya dan bersiap untuk melapor pada komandannya. Setelah menyelesaikan laporan singkat, ia berjalan ke ruang resepsionis untuk mengambil beberapa dokumen. Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat sosok yang sangat familiar di ruang tamu. Dahayu, wanita yang ditemuinya di alun-alun tiga hari yang lalu. Dahayu duduk dengan raut wajah serius sambil menunggu. Tangannya sibuk memegang dokumen dan ponselnya, seolah tengah mengatur janji atau menyusun catatan penting. Herdi mengerutkan kening, tak menyangka akan bertemu dengannya di sini, di kantor polisi.

" Dahayu?" sapanya sambil berjalan mendekat, suaranya mengandung rasa penasaran.

Dahayu mengangkat pandangannya, sejenak terkejut namun segera tersenyum setelah mengenali Herdi.

"Herdi? Wah, kita bertemu lagi, ya," katanya dengan nada lebih santai.

"Kamu kerja di sini?"

Herdi mengangguk sambil tersenyum lebar.

"Iya, aku polisi di sini. Nggak nyangka kita ketemu lagi. Kamu ada urusan apa di sini? Sedang meliput sesuatu?"

Dahayu menatap sekeliling sebelum menjawab, memastikan tak ada yang mendengar percakapannya terlalu dekat.

"Iya, aku sedang mengurus wawancara untuk investigasi yang sedang aku kerjakan."

Herdi duduk di kursi di sampingnya, wajahnya sedikit berubah penasaran. "Investigasi? Kasus besar?"

Dahayu mengangguk pelan, tampak sedikit enggan untuk memberikan terlalu banyak informasi, tetapi dia juga merasa ada kepercayaan pada Herdi setelah pertemuan pertama mereka.

"Aku sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi. Beberapa pejabat di Solo terlibat, termasuk beberapa orang yang punya pengaruh besar."

Herdi menaikkan alisnya. "Korupsi? Siapa yang terlibat?"

Dahayu tersenyum samar, tidak ingin langsung membocorkan terlalu banyak informasi. "Belum bisa aku sebutkan sekarang. Tapi kamu pasti tahu, kan? Kasus-kasus seperti ini biasanya rumit."

Herdi mengangguk, sedikit terkejut dengan pernyataan itu. "Iya, aku tahu. Di sini memang ada beberapa kasus yang... ya, nggak mudah diselesaikan."

Dahayu menatapnya sejenak, merasakan keseriusan dalam nada suara Herdi. Herdi tidak tahu bahwa orang yang sedang diselidiki oleh Dahayu adalah Daryono Sudrajat. Sedangkan Dahayu sendiri juga belum mengetahui bahwa Daryono Sudrajat adalah ayah dari Herdi.

"Kamu sendiri, apa saja yang biasanya kamu tangani di sini?" tanya Dahayu, mencoba mengalihkan topik.

"Oh, aku lebih banyak di lapangan, menangani kasus-kasus kriminal biasa," jawab Herdi sambil tersenyum.

"Tapi kalau ada yang butuh bantuan investigasi, aku bisa coba bantu juga."

Dahayu tersenyum tipis. "Aku akan ingat itu. Mungkin kamu bisa jadi narasumber untuk artikelku berikutnya," candanya.

Mereka tertawa kecil, suasana menjadi lebih santai. Meskipun ada kecanggungan yang tak terucap, pertemuan kedua ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk lebih saling mengenal. Herdi merasa nyaman berbicara dengan Dahayu. Setelah beberapa menit berbicara, seorang petugas datang memanggil Dahayu untuk masuk ke ruang pertemuan dengan kepala Polisi. Sebelum beranjak, Dahayu menatap Herdi sekali lagi.

"Senang bisa bertemu lagi, Herdi. Semoga kita punya kesempatan untuk ngobrol lebih banyak nanti," katanya dengan tulus.

Herdi mengangguk. "Pasti, Dahayu. Hati-hati di jalan, dan semoga investigasinya lancar."

Dahayu tersenyum dan mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya mengikuti petugas masuk ke dalam ruang pertemuan. Herdi duduk sejenak, memandangi punggung Dahayu yang semakin jauh. Dia tak bisa menahan perasaan ingin tahu yang semakin besar tentang investigasi yang sedang dikerjakan oleh Dahayu. Namun, tidak ada yang pernah menyangka bahwa investigasi itu akan membawa mereka ke titik di mana kebenaran yang dia tidak tahu akan menghantam hidupnya dengan keras. Bagi Herdi, Dahayu masihlah seorang wartawan yang berdedikasi. Tapi tanpa disadari, ayahnya adalah pusat dari penyelidikan yang Dahayu tengah kejar.


(****)


Setelah pertemuan mereka di kantor polisi, Herdi merasa lebih terhubung dengan Dahayu. Meskipun masih ada jarak profesional di antara mereka, perasaan hangat itu terus tumbuh. Namun, di balik kehangatan itu, Dahayu terus menggali informasi terkait kasus korupsi yang melibatkan Daryono Sudrajat, ayah Herdi. Tanpa sadar, Herdi mulai menjadi bagian dari cerita besar yang Dahayu bangun.

Beberapa hari kemudian, Herdi mendengar kabar bahwa seorang wartawan muda telah meminta akses untuk wawancara dengan beberapa pejabat kepolisian dan anggota dewan. Di dalam kantor, kabar tentang investigasi korupsi mulai terdengar lebih jelas. Meski belum terlalu banyak yang tahu secara spesifik siapa yang sedang diselidiki, Herdi mulai mencurigai bahwa investigasi Dahayu mungkin lebih serius dari yang ia kira. Sore hari yang tenang, Herdi sedang duduk di kantin kantor polisi, menatap layar ponselnya. Dia membuka pesan dari Dahayu yang bertanya tentang jadwal kosongnya untuk bertemu di luar pekerjaan. Mereka telah saling bertukar pesan beberapa kali sejak pertemuan di kantor polisi, dan Herdi merasa bahwa mereka berdua semakin dekat.

Namun, di tengah perasaan senangnya, tiba-tiba melihat rekannya, Andi, datang dan duduk di sampingnya dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Her, lo tau nggak?" tanya Andi, suaranya agak pelan.

"Tahu apa?" Herdi menutup layar ponselnya dan memandang Andi dengan penasaran.

Andi mencondongkan tubuhnya, seolah ingin memastikan tidak ada yang mendengar.

"Ada investigasi besar yang lagi diurus wartawan. Itu soal dugaan korupsi besar-besaran di Solo."

Herdi mengerutkan kening, lalu mengangguk pelan. "Iya, gue denger soal itu. Gue sempat ketemu sama wartawan yang ngurus investigasi itu. Dahayu, namanya."

Andi menatap Herdi dengan sedikit terkejut. "Dahayu? Jangan-jangan wartawan itu namanya Dahayu Rinjani Prameswari?"

"Iya, emang kenapa?" tanya Herdi, merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Andi menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara lagi. "Gue denger nama orang yang mereka selidiki... salah satunya adalah politikus terkenal di Solo. Dan lo tahu siapa yang mereka curigai?"

Herdi merasa jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Ada perasaan tak nyaman yang mulai merayap di dalam dirinya. "Siapa?" tanyanya dengan nada sedikit penasaran.

Andi menatap Herdi dengan serius. "Daryono Sudrajat. Ayah lo sendiri"

Mendengar nama itu, tubuh Herdi menegang. Daryono Sudrajat, ayahnya. Ayahnya yang selama ini dihormati banyak orang sebagai politikus terkemuka. Herdi menelan ludah, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Enggak mungkin..." bisiknya, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Ayah gue? Korupsi?"

Andi mengangguk pelan, tatapannya penuh simpati. "Gue nggak tahu detailnya, Di. Tapi lo harus hati-hati. Kalau itu benar, situasinya bisa rumit."

Herdi terdiam, pikirannya kacau. Ia mencoba mencerna kabar mengejutkan itu, namun yang muncul di pikirannya adalah sosok Dahayu. Wartawan yang ia kenal dan mulai dia sukai itu ternyata sedang menyelidiki ayahnya. Bagaimana mungkin? Semua perasaan itu bercampur aduk, membuatnya sulit berpikir jernih.

"Gue harus cek ini sendiri," katanya tiba-tiba, Herdi berdiri dari kursinya.

Andi menatapnya dengan cemas. "Hati-hati, Di. Jangan gegabah."

Herdi mengangguk pelan, meskipun di dalam hatinya, ada badai yang mengamuk. Dia tidak bisa diam saja. Dia harus tahu kebenaran tentang ayahnya, tentang Dahayu, dan tentang semuanya.

DIBALIK LAYAR KOTA SOLOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang