Air Mata yang Menghidupkan

9 2 0
                                    


Di ruangan ICU yang hening, Dahayu berdiri kaku di samping tempat tidur Herdi. Ia menggenggam erat tangan dingin pria yang baru saja menyatakan perasaannya. Suara mesin-mesin medis menjadi saksi bisu perjuangan Herdi. Tubuh Herdi telah terbaring kaku di atas ranjang, dan alat bantu pernapasan telah dilepas oleh perawat. Hatinya hancur melihat sosok yang dicintainya sudah tidak lagi bernyawa. Dengan penuh kepedihan, Dahayu berdoa dalam hati, memohon kepada Tuhan dengan segala ketulusan yang ia miliki. Ini adalah doa yang pertama kalinya ia panjatkan untuk manusia yang spesial untuknya.

"Tuhan, jangan ambil dia... Kumohon... Jika Engkau memberikan satu kesempatan lagi untuk Herdi, aku akan mencintainya tanpa peduli apa pun... Hanya izinkan Herdi untuk hidup lebih lama."

Tangisannya semakin deras, memenuhi suasana ruangan. Hatinya terasa seolah ditikam ribuan pisau, melihat jasad dari orang yang ia cintai. Ia tahu bahwa tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain berharap dan berdoa. Tangannya menggenggam lebih erat tangan Herdi, mencoba memberikan kehangatan yang telah memudar dari tubuh pria itu. Di tengah kesedihan itu, Dahayu perlahan mendekati tubuh Herdi. Genggaman tangannya lebih erat seakan tak ingin ia lepas. "Selamat jalan, Herdi... Aku akan selalu mencintaimu," bisik Dahayu dengan suara bergetar. Tangisan yang semakin deras membuat air matanya jatuh di atas tangan Herdi.

Namun, tanpa disadari, air matanya yang jatuh mengenai tangan Herdi memicu sebuah keajaiban. Bunyi pada mesin monitor jantung yang tadinya menunjukkan garis lurus tiba-tiba berdentang, menunjukkan aktivitas yang kembali. Denyut jantung yang sudah berhenti, tiba-tiba berdetak kembali meski lemah. Dokter Reza dan perawat yang berada di ruangan juga menyadari adanya perubahan pada monitor. Mereka tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. "Pasien memliki tanda kehidupan!" salah satu perawat berseru, matanya terpaku pada monitor yang ada di depannya.

Dahayu terkejut, air matanya masih mengalir deras. Ia menatap Herdi yang perlahan mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Harapannya yang sempat padam kini menyala kembali. Dokter Reza yang berada di ruangan itu langsung bergerak cepat. "Segera periksa lebih lanjut, pastikan kondisinya tidak memburuk," serunya kepada tim medis yang lain. Dr. Reza mendekati Herdi, dengan cekatan. "Nadi mulai menguat, tapi dia masih belum sadar. Oksigen harus segera dipasang ulang," katanya sambil memandang timnya. Ia meng instruksikan perawat untuk memasang kembali alat bantu pernapasan pada Herdi. Tangannya bekerja cepat dan terlatih, memastikan semua prosedur berjalan dengan baik.

Dokter Reza menatap layar monitor dan menarik napas lega. "Ini sebuah keajaiban," gumamnya, hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Jarang sekali kita melihat pasien yang kondisinya seperti ini bisa kembali menunjukkan tanda-tanda kehidupan." Beberapa waktu kemudian, suara mesin medis terdengar lebih pelan, memberikan sedikit ketenangan di tengah suasana yang sebelumnya begitu mencekam. Alat bantu pernapasan yang baru dipasang kembali mulai bekerja dengan ritme yang lebih stabil. 

DIBALIK LAYAR KOTA SOLOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang