Bandung ㅡ 10 Juli, Tahun 2006.
"Ray, ayo cepat bersiap. Ayahmu menunggu didepan, kita tak boleh melewatkan liburan ini!" Teriak Devi dari lantai satu, ia menghela nafas panjang. Heran sekali mengapa anak semata wayangnya itu membuang waktu lebih lama. Matahari pun sudah mulai tenggelam di langit-langit yang telah terlukis warna jingga itu.
"Sebentar, Bu!" Balas Rayzen sama teriaknya. Di dalam kamarnya sendiri lelaki berusia tujuh belas tahun tersebut masih tengah bersiap. Memakai mantel tebal, pun syal pembelian ayahnya tak tertinggal yang telah ia lingkarkan ke lehernya sendiri.
Memang, persiapan harus dilakukan jika ingin berpergian jauh. Seusai bersiap, ia bergegas turun menuju lantai satu. Rayzen tak melihat ibunya, padahal ibunya sendiri yang memanggilnya lebih dulu. Namun, secara samar ia dapat menangkap suara perbincangan hangat antar kedua orang tua nya di depan rumah. Lantas, ia berjalan agak cepat ke arah pintu yang terbuka lebar itu.
Di depan rumah mereka telah disiapkannya mobil yang sudah dicuci pagi tadi. Menampakkan sosok ayahnya yang tengah memasukkan beberapa koper ke dalam mobil bagian belakang. Sementara jarak Devi tak jauh dari suaminya, ia menyilangkan lengan didepan dada dan hanya memandangi suaminya tersebut disertai beberapa ocehan yang terlontar dari mulutnya.
"Seharusnya kau meminta supir saja yang mengemudikan mobilnya," celetuk Devi, raut wajahnya kesal. Tentunya ia merasa kesal ketika Rakha Anggara⼀ Suaminya, memutuskan bahwa dirinyalah yang akan mengemudikan mobilnya selama pergi berlibur dengan Devi, juga Rayzen.
Rakha terkekeh pelan, ia memejamkan mata sejenak sembari menggerakkan jemari telunjuknya tak setuju.
"Kau khawatir? Aku ahli mengemudi, dan tak ingin merepotkan supir. Aku akan memberikan cuti untuk supir dan dua pembantu dirumah.' Ujar Rakha, tersenyum. Devi hanya mematung disana, tak mengerti jalan pikir suaminya.
Devi mengalihkan pandangannya ke samping, "Mereka sudah pernah cuti sebelumnya, kau tidak perlu repot-repot memberi mereka cuti. Itu risiko mereka bekerja,"
Rakha terdiam, menatap Devi dengan tatapan lembutnya. Sudah biasa menghadapi situasi dimana keduanya saling berbeda pendapat.
"Aku tahu, tapi mereka juga memiliki keluarga. Tak ada salahnya, kan? Mereka berlibur, dan kita pun akan pergi berlibur." Katanya sembari menutup pintu mobil bagasi.
"Bukan begitu, Ray?" Ujar Rakha, menatap putranya yang sedari tadi diam di dekat pintu, memandangi orang tuanya di belakang Devi.
Rayzen mengangguk, seulas senyuman tipis terpasang. Siapa sangka ayahnya menyetujui saran Rayzen kemarin malam. "Aku pikir itu adil, ayah."
Devi terkejut, sejak kapan putranya berada disana? Ia cepat-cepat menoleh ke arah belakang, dan disana Rayzen tengah berdiri.
"Kau sama saja dengan ayahmu," cetus Devi. Ia memberengut kesal, rupanya Rakha dan Rayzen sudah lebih dulu memutuskan bahwa mereka akan pergi berlibur agar supir dan kedua pembantunya bisa mendapatkan cuti.
Rakha manggut-manggut, "Iya ya, bagaimana bisa dia begitu mirip denganku? Kau sampai tak mendapat bagian kemiripannya." Ujar Rakha dengan nada bergurau, yang membuat Devi semakin kesal. Wanita itu memalingkan wajah, segera masuk ke dalam mobil di kursi bagian depan⼀ Membanting pintu tersebut cukup kuat dari dalam.
Rakha dan Rayzen terkejut, mereka saling melempar pandang, menatap ke arah pintu mobil depan.
"Ibumu marah,"
"Istri ayah marah,"
Sepasang mata mereka terbelalak ketika keduanya mengucapkan kalimat yang tanpa sengaja terlontar secara bersamaan, kemudian saling melempar pandang sebelum akhirnya tertawa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintangan Harsa { Perjalanan. }
Dla nastolatków"Ayah... Ayo kita pergi dari sini, Fitri mohon..." Fitri memiliki ibu yang kasar, selalu menuntut, dan pemarah. Walaupun begitu masih ada sosok ayah yang selalu bersamanya, membuat hari-hari yang dilaluinya menjadi lebih cerah. Sang ayah seperti sos...