ISTANA SIREN

31 8 0
                                    

Veilis dan Nio tiba di istana bawah laut dengan hati-hati, mengintip dari balik reruntuhan pilar. Para iblis penjaga istana mondar-mandir di sekitar, menjaga tempat itu dengan ketat. Keduanya merunduk di balik bayangan, menjaga agar tak terlihat. Mereka tahu bahwa jika ketahuan, itu bisa berakhir buruk bagi mereka.

Nio menarik napas dalam-dalam, menenangkan kegelisahannya. "Aku tadi ke sini," bisiknya pelan pada Veilis, "tapi yang kutemui bukan Ratu Moona yang sebenarnya. Itu hanya ilusi yang dibuat oleh Hirdor. Teman-temanku juga sedang berperang melawannya, tapi aku... aku hampir tertipu. Aku benar-benar percaya bahwa aku telah menemukan Ratu Moona, tapi ternyata semuanya hanya tipuan."

Veilis memandang Nio dengan rasa simpati. "Jadi Hirdor membuat ilusi untuk menjebakmu?" tanyanya heran. "Tapi mengapa mereka begitu fokus menjaga tempat ini kalau Ratu Moona yang di sini cuma ilusi?"

Nio menggelengkan kepala, masih bingung. "Ness memberiku tugas untuk menyelamatkan Ratu Moona dengan menggunakan cahaya bulan, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya. Yang kutahu, cahaya bulan yang kita butuhkan mungkin lebih kuat dari yang kita lihat di sini. Tapi... semua yang kutemui di sini hanya pantulan dan tipuan."

Veilis memejamkan mata sejenak, merasakan angin laut yang berhembus lembut di antara reruntuhan. Dia membuka matanya dan berkata pelan, "Mungkin... kita memang tidak bisa hanya mengandalkan cahaya bulan yang biasa. Cahaya bulan yang ada di sini terlalu lemah. Tapi kita membutuhkan sesuatu yang lebih kuat seperti cahaya bulan purnama. Cahaya itu bisa memperkuat sihir Ness dan membangkitkan Ratu Moona."

Nio menatap langit-langit istana yang retak, yang hanya menampakkan kilauan samar dari cahaya bulan yang redup. "Tapi bagaimana kita bisa mendapatkan cahaya bulan purnama di sini? Ini laut dalam, dan malam masih jauh dari purnama."

Veilis menatap Nio dengan tekad baru. "Kita tidak perlu menunggu bulan purnama sungguhan. Cahaya bulan di sini, meskipun lemah, masih terhubung dengan bulan di atas. Jika kita bisa memperkuatnya, kita mungkin bisa menciptakan efek yang sama seperti cahaya bulan purnama."

Nio ragu. "Bagaimana kita bisa melakukannya?"

Veilis tersenyum kecil, mengangkat tongkat peri di tangannya. "Dengan ini. Tongkat peri ini memiliki kemampuan untuk memperkuat cahaya alami. Jika aku bisa menyelaraskan kekuatannya dengan energi bulan, aku bisa menciptakan cahaya bulan purnama buatan. Tapi itu membutuhkan konsentrasi penuh, dan aku butuh kamu untuk menjaga agar iblis-iblis itu tidak mendekat saat aku melakukannya."

Nio mengangguk, menyadari pentingnya peran yang harus ia mainkan. Mereka perlahan keluar dari persembunyian, berusaha tetap tak terlihat. Veilis berdiri di tengah ruangan besar yang sudah dipenuhi karang, memegang tongkatnya tinggi-tinggi. Dia mulai mengucapkan mantra dalam bahasa peri, memanggil kekuatan bulan untuk hadir.

"Cahaya bulan, datanglah dari kegelapan. Terangilah jalan ini dengan kekuatanmu yang tak terbatas..."

Awalnya, tak ada yang terjadi. Namun, perlahan-lahan, cahaya redup bulan yang memancar dari celah-celah istana mulai berpendar lebih terang. Sinar perak yang lembut merambat di seluruh ruangan, menerangi setiap sudutnya. Cahaya itu semakin kuat, memantul dari dinding-dinding batu, mengubah suasana suram menjadi penuh dengan sinar purnama yang menyilaukan.

Nio terkesima melihat perubahan yang terjadi di sekelilingnya. "Itu... itu berhasil!" serunya dengan gembira.

Veilis tersenyum, meski wajahnya mulai memucat akibat banyaknya energi yang ia gunakan. "Sekarang, dengan cahaya bulan purnama ini, kita bisa menemukan Ratu Moona yang asli. Dia pasti tersembunyi di suatu tempat di dalam istana ini."

Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, suara langkah berat terdengar mendekat. Para iblis yang berjaga mulai curiga dengan cahaya yang tiba-tiba bersinar di tempat yang seharusnya gelap. Nio dan Veilis buru-buru merunduk lagi, menyembunyikan diri di balik pilar besar yang terletak di sudut ruangan.

"Bagaimana caranya kita bisa mengalahkan mereka tanpa ketahuan?" bisik Nio, berusaha menahan napasnya agar tidak terdengar oleh para iblis.

Veilis berpikir cepat, lalu menjawab dengan suara rendah, "Kita tidak harus melawan mereka. Kita hanya perlu melewati mereka tanpa terlihat. Cahaya bulan purnama ini sudah cukup kuat untuk membuka jalan ke tempat Ratu Moona dikurung. Kita harus menemukan pintu rahasianya sebelum mereka sadar apa yang kita lakukan."

Mereka menunggu sejenak, hingga langkah-langkah berat itu menjauh. Nio mengangguk pada Veilis, dan keduanya mulai merangkak perlahan ke arah lorong gelap yang mengarah ke ruang terdalam istana, di mana Ratu Moona yang sesungguhnya mungkin berada. Dengan cahaya bulan purnama yang kini menyala terang, mereka berharap dapat menyelesaikan tugas mereka sebelum para iblis menemukan keberadaan mereka.

---

Veilis memandang Nio sambil mengangkat alisnya. "Kamu tahu, sebagai peri, aku seharusnya tidak bisa berada di dalam air seperti ini. Tapi tampaknya, tongkat ini cukup kuat untuk membuatku bisa bertahan di sini. Beruntung, ya?" Veilis tersenyum kecil, sementara Nio hanya menatapnya, bingung.

Nio menggaruk kepalanya. "Jadi, aku... juga bisa bernapas di dalam air, atau gimana?"

Veilis mengangguk sambil mengayunkan tongkatnya lagi. "Tenang saja, aku akan memberimu sedikit bantuan." Dia mulai mengucapkan mantra dengan suara rendah, dan seketika gelembung-gelembung udara kecil mulai mengelilingi Nio.

"Apa-apaan ini?" Nio melihat tubuhnya tertutup gelembung. "Aku jadi mirip... eh, apa ya? Ikan dalam akuarium yang penuh busa?"

Veilis tertawa kecil. "Itu bukan busa. Itu mantra yang membuatmu bisa bergerak dan bernapas di dalam air seperti aku. Sekarang kamu bisa berlari dan bicara dengan normal di dalam air, tanpa khawatir tenggelam!"

Nio mencoba melangkah, tapi kakinya terpeleset. Dia terjungkal ke belakang dan jatuh dengan dramatis ke dalam air, menciptakan cipratan besar. "Ow! Ini beneran bisa berlari, ya?" dia bergumam sambil memegangi punggungnya.

Veilis menggelengkan kepala sambil tertawa. "Iya, kalau kamu bisa jaga keseimbanganmu, Nio!"

Nio berdiri lagi dengan kikuk, mencoba melangkah lebih hati-hati. "Oke, oke. Aku bisa, aku bisa!" katanya dengan penuh semangat. Tapi saat dia berusaha berlari, dia malah berakhir meluncur terlalu cepat, seperti meluncur di atas es. "Woaaah! Ini bukan berlari, ini nge-surfing!" Nio hampir menabrak dinding sebelum berhenti dengan tubuh menempel di batu.

Veilis tertawa terbahak-bahak melihatnya. "Hahaha, Nio, kamu lebih cocok jadi peselancar daripada penyelamat dunia! Kalau ada lomba berlari di bawah air, kamu pasti juaranya!"

Nio mengerang kesakitan sambil mencoba melepaskan dirinya dari dinding. "Aku nggak tahu apa aku harus tertawa atau nangis sekarang. Tapi oke, oke, aku mulai terbiasa dengan ini." Dia mengambil napas dalam-dalam dan mencoba lagi. Kali ini dia berhasil berlari dengan lebih mulus, meskipun masih terlihat agak canggung.

Veilis tersenyum puas. "Lihat? Nggak terlalu sulit, kan?"

"Terlalu sulit nggak, tapi terlalu konyol iya!" Nio menjawab sambil tertawa, meskipun wajahnya masih merah karena malu.

Mereka akhirnya mulai bergerak lebih cepat, berlari di bawah air seolah-olah sedang di darat. Tapi meski mantra itu membuat segalanya lebih mudah, Nio tetap tidak bisa menahan diri untuk membuat lelucon. "Jadi... ini kayak naik skateboard di dalam kolam renang, ya? Aku bisa bikin trik, nggak? Mungkin nge-flip atau olly?"

Veilis meliriknya dengan senyum geli. "Kalau kamu mau mencoba, aku tidak akan melarang, tapi jangan sampai kamu jatuh ke pelukan iblis."

Nio mengangguk serius, tapi dengan cepat tergoda untuk melompat ke atas sebuah batu karang dan mencoba trik olly kecil. "Lihat aku, Veilis! Aku pro sekarang!" teriaknya dengan penuh kebanggaan.

Namun, belum sempat dia menikmati keberhasilannya, dia terpeleset lagi, dan kali ini jatuh ke dalam air dengan gaya dramatis, membuat gelembung-gelembung udara di sekelilingnya meledak seperti kembang api. Veilis tertawa hingga perutnya sakit melihat kejenakaan Nio.

"Ah, Nio... kalau kita tidak sedang dalam misi serius, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk ikut tantangan surfing air ini!" ujar Veilis sambil menghapus air mata tawanya.

"Ya ya, tertawa lah sepuas mu sekarang," Nio mengeluh sambil berdiri lagi, basah kuyup. "Tapi kalau nanti aku berhasil menyelamatkan Ratu Moona, aku akan jadi pahlawan. Jangan lupa itu!"

"Baiklah, Pahlawan Nio," balas Veilis dengan nada bercanda. "Sekarang mari kita lanjutkan perjalanan kita sebelum kamu benar-benar berakhir sebagai lelucon abadi di dunia peri."

THE FINAL QUEST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang