36.

62 5 0
                                    

“Tidak semua senyum adalah kebahagiaan. Juga tidak semua senyum adalah kepandaian dalam menutupi duka. Akan tetapi bisa jadi senyumnya adalah karena kekuatan di dalam menghadapi duka.”
— Mutiara Hikmah Buya Yahya ke-132

  Tidak ada lagi sesuatu yang mengganjal di dalam hidup cahaya, gadis itu lebih bisa menerima sesuatu apa ada nya, meski umurnya masih muda, gadis itu harus bisa bersikap dewasa, bukan berpura pura dewasa tapi belajar untuk menjadi gadis dewasa yang sesungguhnya.

Seperti biasa setiap hari Jum'at seluruh para santri akan melakukan gotong royong bersama membersihkan komplek, tidak ada yang tidak mengikuti peraturan, semua nya patuh dengan apa yang sudah di terapkan.tidak santri putri dan santri putra, semua nya wajib turun lapangan.

Namun, semua itu tidak lagi berlaku bagi diri cahaya yang sudah resmi menjadi istri sah ustadz fahri, gadis itu hanya perlu melakukan yang sepantas nya di lakukan oleh seorang istri.

"Ngapain si, ah! Udeh simpen aja ngga usah pegang." Beberapa kali ustadz fahri melarang cahaya untuk berada di dapur, ada pembantu yang melakukan nya, tapi gadis itu tetap keras kepala.

"Ustadz! Cahaya pengen masak oky! Jangan di ganggu ganggu, sini bawa pisau nya." Minta cahaya dengan baik baik setelah mengatur nafas nya dengan tenang setelah sekian lama berdebat dengan suaminya.

"Ngga."

"Minta."

"Sayang dengerin aku ya, aku nikah sama kamu bukan mau jadiin pembantu tapi permaisuri, jadi kamu istirahat aja ngga usah ngelakuin ini semua, biar bibik yang masak." Tidak ada kata yang tidak membuat pipi cahaya memerah, cahaya tau itu maksud ustadz fahri menikahi nya, tapi gadis itu juga ingin bekerja.

"Ustadz, sayang." Tubuh ustadz fahri menegang saat mendengarkan panggilan cahaya, tidak ada anggota yang bergerak selain wajah nya yang berpaling dari cahaya, baper? Tentu.

"Boleh ya."

"Engga." Ustadz fahri kembali membawa pandangan nya menatap ke arah cahaya.

"Please! Boleh ya ustadz ya, minta pisau nya."

"Huuuaaaa!" Ikbal menguap besar saat berjalan ke arah dapur, membuat cahaya dan ustadz fahri menoleh secara bersamaan.

"Ngapain sih pagi pagi buta berantem, kalo masak masak aja berdua ngga usah ribut." Dumel Ikbal seraya berjalan ke arah meja makan, duduk di sana untuk meminum air.

"Heh bocah, sekali aja ngga nampak, boleh?" Ketus ustadz fahri dingin.

"Lah bapak pagi pagi dah sensi, kak susuin tu bocil." Setelah mengucapkan itu, Ikbal langsung meminum air yang sudah ia tuang ke dalam gelas.

"Bicara yang engga engga,Mau di potong tuh gaji?" Ancam ustadz fahri sambil berjalan ke arah meja makan, meninggalkan cahaya di tempat.

"Eh... Jangan masalah gaji dong, ngalah aku mah."

"Ustadz pisau nya!" Tegur cahaya yang sudah di buat kesal oleh suami nya.

"Engga."

"Salah sendiri, siapa yang suruh ngeganggu hubungan orang." Beritahu ustadz fahri dingin.

Cahaya Al-Ghifari [Nikah Tapi Mondok] [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang