Bab 1

10 1 0
                                    

Seorang gadis berusia lima belas tahun berjalan tertatih di bawah guyuran hujan lebat. Sesekali kilat menyambar, memperlihatkan kondisi gadis itu yang terlihat mengenaskan; tubuh di penuhi luka lebam dan memar serta pakaian yang dipenuhi bercak darah.
Gadis itu berjalan dengan putus asa saat mengingat kejadian mengerikan baru saja menimpanya. Dia mengalami penyiksaan yang dilakukan ayah kandungnya setelah termakan fitnah ibu tiri atas tuduhan yang tidak dia lakukan.
Setelah puas menyiksa, ayahnya dengan tegas mengusirnya dari rumah di iringi kata-kata kasar yang menyakitkan.
Mengabaikan rasa sakit akibat luka yang di guyur air hujan, gadis bernama Sheina tak sadar telah sampai di depan sebuah rumah tua dalam kondisi basah dan kelelahan, dia terjatuh di depan gerbang rumah tua yang terkenal angker oleh penduduk setempat.
Rumah itu tidak pernah ada cahaya, dan gosip mengatakan bahwa pemiliknya adalah seorang pria bisu yang jarang terlihat keluar.
Namun, Sheina terlalu lelah untuk peduli. Tanpa sadar, dia berbaring di depan pintu rumah itu, berharap seseorang—siapa pun—akan menemukannya.
Di dalam rumah, Liam mendengar suara pelan dari luar. Awalnya, pria tampan itu berpikir itu mungkin hanya suara hujan yang keras, tetapi setelah beberapa saat, dia merasakan firasat yang berbeda. Pria itu beranjak mendekati pintu untuk memastikan firasat nya. Ketika Liam membuka pintu, dia menemukan Sheina yang tak sadarkan diri di ambang pintu, wajahnya penuh luka dan terlihat menderita.
Liam yang melihat keadaan Sheina yang tergeletak di depan rumahnya memasang wajahnya serius dan segera memeriksa keadaan. Memastikan jika gadis itu masih hidup. Untungnya, denyut nadi gadis itu masih ada meski sedikit lemah.
Sheina dalam kondisi setengah sadar meracau dengan suara parau. Rasa sakit dan dingin membuat gadis itu tidak bisa menahan kesadaran lebih lama lagi, "Tolong... siapa pun... tolong aku."
Liam tanpa berkata apa-apa segera mendekap dan membawa Sheina masuk ke dalam rumah.  Pria itu segera meletakkan tubuh Sheina yang basah dan dingin di sofa ruang tamu yang berwarna gelap dengan hati-hati, seakan tubuh gadis itu sesuatu yang rapuh dan mudah pecah. Dia memutuskan mengambil handuk dan kotak obat serta pakaian ganti.
Pria itu membuka pakaian Sheina yang basah dan menggantinya dengan pakaian yang kering. Namun matanya membelalak kaget saat melihat banyak bekas luka di tubuh gadis itu. Bahkan terdapat beberapa memar dan luka baru yang masih basah di tubuhnya serta terlihat kurus seperti kekurangan nutrisi.
Seperti apa kehidupan gadis ini? Pikir Liam prihatin. Dia menduga hidup gadis ini cukup menderita dan menanggung beban berat di usianya yang masih belia.
Pria itu segera mengeringkan tubuh Sheina yang mulai dingin dan mengobati lukanya. Liam memutuskan menyiapkan kamar dan memindahkan gadis itu ke sana, tak lupa mengambil selimut tebal untuk menyelimuti Sheina.
Dia memutuskan menjaga gadis itu sampai pagi.
🐾
Pagi datang menjelang. Seorang gadis berparas imut dengan rambut cokelat mengernyitkan dahi saat sinar matahari menerobos masuk tepat mengenai wajahnya.
Gadis itu membuka matanya, memperlihatkan mata opal yang indah. Dia menatap sekitarnya yang terlihat asing dan terkejut.
Dimana ini? Dan siapa yang mengganti pakaiannya?
Gadis itu mengamati sekitar dan terlihat seorang pria tampan yang tampak tenang namun misterius di sisinya. Dia sempat waspada dan ketakutan, tetapi ketika melihat bahwa pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda ancaman, dia mencoba menenangkan diri.
"Di mana aku? Siapa kamu?" Tanya Sheina waspada.
Liam mengambil selembar kertas dan menulis, lalu menunjukkan pada Sheina, "Liam Laksamana. Kau aman di sini."
"Liam? Apa yang terjadi? Aku... aku lari dari rumah, mereka mengejarku..." Ucap Sheina sambil menerawang mengingat kejadian yang menimpa dirinya semalam.
Liam hanya menatapnya dengan tatapan penuh pengertian, namun Sheina merasa bingung karena dia tidak berbicara. Dia kemudian menyadari dari gerakannya yang lembut bahwa pria ini tidak bisa berbicara. Perlahan, Sheina mulai merasa lega, karena meskipun Liam terlihat misterius dan menakutkan pada pandangan pertama, dia menyadari bahwa dia berada di tangan yang baik.
Sheina merasa pakaiannya berbeda. Dia memeriksa tubuhnya dan membelalak kaget saat melihat pakaiannya berbeda dari kemarin. Model pakaian ini cukup tua dan sedikit kebesaran di tubuhnya.
"Apa yang terjadi? Siapa yang mengganti pakaianku?"
Liam menatap Sheina dan menulis di catatan kecilnya, 'Pakaianmu basah dan robek. Aku menggantinya dan mengobati lukamu. Tenang saja, aku tidak melakukan apa-apa padamu.'
Sheina menatap pria sedikit tak percaya. Dia teringat dengan  novel dewasa yang pernah dia baca, jika seseorang melakukan hal itu maka akan terasa sakit dan tak nyaman saat menggerakan kedua kakinya. Sheina mencoba menggerakkan kakinya, dan tidak ada rasa sakit maupun tak nyaman di antara kedua pahanya. Gadis itu akhirnya bernafas lega.
"Terimakasih sudah menolongku. Aku Sheina Raespati. Panggil saja aku Shei."
Liam menulis cepat, "Ya, Shei. Aku pergi mengambil bubur sebentar."
"Baik." Sahut Sheina sedikit canggung.
Setelah Liam keluar, Sheina menatap kamar yang ditempatinya dalam diam. Kamar ini cukup luas dengan ukuran 3x4 meter. Terdapat sebuah lemari kayu dan nakas yang tersusun sedemikian rupa, tak lupa dengan barang-barang Sheina yang terlihat basah kuyup di pojok kamar.
Sheina teringat dengan kejadian semalam kembali menangis. Sekarang dia tidak memiliki tempat tinggal dan hidup luntang lantung seorang diri.
Namun, bisakah dia percaya pada pria yang baru saja menyelamatkannya? Dia takut untuk percaya, mengingat selama ini dia selalu sendirian.
🐾
Setelah sarapan dan merasa cukup baik, Sheina memutuskan keluar kamar dan melihat Liam tampak sibuk berkutat dengan laptop di sofa. Pria itu terlihat tenang, misterius dan menarik di saat yang bersamaan. Dan entah mengapa hatinya berkata jika pria itu bisa di percaya.
"Ini... tempatnya cukup besar. Kau tinggal sendirian selama ini?" Tanya Sheina yang saat ini berada di ruang tamu. Gadis itu memperhatikan interior rumah. Sebuah rak sepatu dekat pintu rumah, sebuah meja kayu dengan sebuah sofa panjang dan sebuah sofa single berwarna krem, dua buah rak dan tiga buah nakas tersusun apik begitu saja, memberi kesan luas dan nyaman.
Terdapat tiga buah kamar dan ruang tamu yang memanjang, dengan sebuah chandelier putih menggantung di atasnya, serta sebuah dapur bergaya country yang berbatasan langsung dengan sekat.
Liam mengangguk, lalu menunjukkan tulisan di buku catatannya, "Ya. Sendiri, sampai sekarang."
"Jadi, bagaimana kau bisa... bisu?" Tanya Sheina hati-hati.
Liam menuliskan lagi dan menunjukkan pada Sheina, "Kecelakaan saat kecil. Sudah lama sekali. Sekarang tidak masalah."
"Tapi pasti ada cara lain untuk berbicara, kan?" Tanya Sheina mencoba memberi harapan.
Liam menatap Sheina dan tersenyum tipis, lalu menulis, "Tindakan lebih kuat dari kata-kata."
Sheina mengerutkan kening, merasa percakapan itu berakhir dengan aneh, tapi tetap menatap Liam dengan rasa ingin tahu.
Namun dia tersadar, jika kata-kata bisa digunakan untuk menipu. Seperti yang ayahnya lakukan semalam. Hanya kata-kata dari ibu tirinya, sang ayah dengan tega menyiksanya dengan brutal lalu mengusirnya.
Sheina mengepalkan tangannya menahan amarah saat mengingat beberapa kejadian yang melintas di kepalanya. Lima tahun lalu ibunya menikah lagi dengan seorang pria dan meninggalkannya di rumah sang ayah. Mengalami penderitaan akibat perlakuan tak adil dari keluarganya serta penolakan dan pengabaian dari kedua orang tuanya.
Dan Sheina tidak tau kemana sekarang. Dia tidak memiliki uang yang cukup untuk menyewa sebuah kost-kostan. Uang yang dia miliki hanya cukup untuk bertahan selama sebulan, mengingat dia tidak pernah mendapatkan uang saku yang cukup dari ayahnya.
Jika dia pergi dengan menyewa kost-kostan, kemungkinan bawahan sang ayah akan menemukannya dan menyeretnya kembali ke rumah itu, lalu akan mengalami penyiksaan yang lebih kejam dari sebelumnya.
"Terimakasih sudah menolongku semalam. Aku harus pergi, tapi tidak tahu harus kemana. Mungkin aku perlu mencari kost-kostan." Ucap Sheina sambil nyengir. Gadis itu memutuskan untuk mencari kost-kostan dan bekerja sambilan nanti.
Liam menatap gadis itu dalam diam dan mengangguk. Pria tampan itu kembali menulis dan menunjukkan pada Sheina, "Kau bisa tinggal di sini selama kau mau. Anggap saja ini rumahmu."
"Kau serius? Aku bisa tinggal di sini?" Tanya Sheina memastikan.
Liam mengangguk dengan tenang.
"Tapi... kenapa? Apa kau benar-benar ingin aku tinggal di sini? Apa ada sesuatu yang kau inginkan dariku?" Tanya Sheina yang sedikit tidak percaya.
Liam menggelengkan kepala, lalu menulis di kertas dan menunjukkan pada Sheina, "Kau aman di sini."
Sheina mulai merasakan secercah harapan, namun dia masih ragu dan takut. Dia tidak ingin membebani pria itu, namun dia juga memiliki keterbatasan finansial. Jika dia menyewa kost-kostan, kemungkinan dia akan mampu bertahan selama sebulan bahkan kurang. Tetapi jika dia tinggal di sini, dia mungkin tidak perlu membayar sewa rumah yang mahal. Sheina mulai membayangkan kemungkinan kehidupan baru, jauh dari keluarganya yang menyakitkan.
"Mungkin aku bisa memulai lagi di sini...?"
Liam tersenyum dan memberi anggukan positif.
"Tapi... apa aku bisa melupakan semua yang terjadi? Aku... aku tidak tahu apakah aku bisa." Tanyanya murung saat mengingat kejadian-kejadian buruk yang dia alami beberapa waktu terakhir.
Liam  memberikan tatapan empatik, menunjukkan dukungannya. Dia menunjukkan tulisannya pada Sheina, 'Kau pasti bisa.'

 I Find My Home [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang