Bab 15

1 0 0
                                    

"Sheina! Bisa bicara sebentar?" Aksa tiba-tiba menghampiri Sheina yang kini sedang berada di cafe dekat sekolah, membuat gadis bersurai cokelat yang sibuk menyantap makanan menatapnya waspada.
"Mau apalagi, Kak? Menjual ku ke teman-teman mu? Atau kamu mau menyiksaku lagi seperti dulu?" Tanya Sheina sinis, mencoba menyembunyikan rasa takut dan trauma yang menghantuinya.
"Tidak, bukan itu!" Sanggah Arka.
Namun Sheina tidak mempercayai Arka begitu saja. Pemuda itu selalu memiliki rencana licik yang tersusun rapi di kepalanya untuk mencelakai Sheina.
"Lalu?"
"Ikut aku sebentar!" Arka menyeret Sheina begitu saja dengan kasar menuju mobil , membuat gadis berparas imut itu meronta.
"Lepasin, nggak! Lepas!"
Liam yang melihat Sheina di seret paksa memutuskan menyusul mereka, tentunya setelah meninggalkan uang di meja. Pria itu melihat Sheina dimasukkan paksa ke dalam mobil mewah oleh Aksa, membuatnya geram, apalagi melihat pemuda itu membentak dan menampar Sheina di depannya.
Tubuh Liam menegang, rahangnya mengeras, dan matanya menyala penuh amarah. Namun sebelum Liam sempat bergerak, sesuatu yang tak terduga terjadi.
Sheina, yang seharusnya duduk di kursi penumpang dengan pipi memerah akibat tamparan, hilang begitu saja dari mobil Aska—seakan ditelan udara. Aska menoleh ke kursi samping, tercengang dan kebingungan. "Sheina?!" teriaknya dengan nada panik, tangannya meraba-raba kursi kosong.
Saat itu, aroma yang sangat kuat menyergap dari dalam mobil—aroma Stella jeruk menyelimuti seluruh kabin dengan tajam, seolah baru saja ada seseorang yang menyemprotkan pengharum dengan berlebihan. Aska mengerutkan hidung, mencoba memahami apa yang terjadi. Dia mulai panik. "Apa-apaan ini?!"
Di luar, Liam hanya berdiri mematung dengan ekspresi dingin namun tajam, seperti mengetahui sesuatu yang Aska tidak mengerti. Dia melangkah maju, menghampiri pintu mobil. Aska melihat Liam mendekat dan mulai merasa terancam. "Dia... dia hilang! Gue nggak tau apa yang terjadi!" kata Aska tergagap, mencoba memberi alasan.
Liam tidak menanggapi sepatah kata pun. Dengan wajah tanpa emosi, dia membuka pintu mobil dan menatap ke dalam kabin yang kini dipenuhi dengan aroma misterius itu. Liam tahu ini bukan kejadian biasa—Sheina tak mungkin menghilang begitu saja tanpa alasan. Terlebih lagi, aroma jeruk adalah tanda yang sudah dia kenali. Ini bukan hanya gangguan supernatural biasa; ada sosok gaib yang terlibat.
Liam berdiri tegak dan menatap Aska dengan dingin, membuat lelaki itu bergidik ngeri. Meski Liam tidak berkata-kata, sorot matanya jelas mengirim pesan: Kau sudah melangkah terlalu jauh.
Di saat Aska masih kebingungan, Liam merasakan hembusan angin dingin di belakangnya. Sebuah bisikan halus muncul di telinganya:
"Dia aman... untuk saat ini. Tapi jangan biarkan yang seperti ini terjadi lagi, atau semuanya akan berakhir buruk."
Liam mendongak dan melihat sekilas bayangan tipis seorang wanita dengan aroma jeruk di kejauhan, lalu sosok itu menghilang di antara pepohonan.
"Kau akan menyesal," bisik Liam dalam hati, sambil memikirkan Aska dan apa yang baru saja terjadi pada Sheina.
Tak lama, ponsel Liam bergetar. Sebuah pesan dari Sheina muncul:
"Om, aku di sini... Pus Stella baru saja membantuku. Katanya aku nggak boleh dekat-dekat Aska lagi."
Liam menarik napas dalam-dalam, lalu mengetik balasan singkat.
"Tunggu di sana. Om akan menjemput."
Tanpa bicara lagi pada Aska, Liam berbalik dan meninggalkannya yang masih kebingungan, menuju ke tempat Sheina berada. Wajahnya tetap dingin, namun dalam hatinya, tekad untuk melindungi Sheina semakin kuat—tak peduli siapa pun atau apa pun yang berusaha menyakitinya lagi.
🐾
Arka berdiri terpaku di samping mobilnya, ekspresinya berubah dari marah menjadi panik ketika menyadari Sheina benar-benar menghilang. Dia berulang kali memeriksa jok belakang dan membuka setiap pintu, seolah berharap gadis itu bersembunyi di suatu tempat.

“Apa-apaan ini...!? Dia... dia nggak mungkin hilang begitu saja!” gumamnya dengan suara bergetar.

Aroma Stella jeruk masih tercium kuat, membuatnya merasa seakan ada sesuatu yang aneh dan tidak wajar. Arka mulai merasa tenggorokannya kering dan bulu kuduknya meremang.

“Gimana mungkin?” pikirnya, kebingungan. Dia menekan ponselnya dengan panik, mencoba menghubungi Sheina, tapi pesan dan panggilannya tidak terbalas. Arka merasakan peluh dingin mengalir di punggungnya. Dia mulai memutar ingatan, berharap kejadian ini hanya tipuan atau halusinasi sesaat. Namun semua terasa nyata—tamparannya, mobilnya, dan… kepergian Sheina secara tiba-tiba.

 I Find My Home [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang