Bab 7

9 0 0
                                    

Sheina memperhatikan Liam yang terlihat sibuk merapikan peralatan ritualnya. Gadis itu mencerna apa yang baru saja terjadi. Seseorang datang meminta tolong dengan wajah ketakutan dan Liam membantunya.
Lalu, sesosok makhluk berbentuk asap keluar dari tubuh pria paruh baya itu membentuk sesosok yang mengerikan sebelum menghilang di udara.
Sheina berada diantara percaya tidak percaya jika seseorang bisa mengalami kejadian seperti pria paruh baya tadi. Yang Sheina tau, mereka hanya berada di sebuah tempat atau berkeliaran sesuka hati, mengingat dirinya juga bisa melihat sosok tak kasat mata, namun tidak begitu jelas. Hanya melihat siluet dan menebak sosok apa yang berada di sana.
Namun pada malam hari saat dirinya memutuskan pergi dari rumah, Sheina mulai mendengar bisikan-bisikan. Diantara bisikan itu, terdengar suara yang menyuruhnya datang ke sebuah rumah tua. Suara itu menuntunnya sebelum bertemu dengan sekelompok preman dan terlibat perkelahian. Sheina berhasil kabur dan bisa tiba di sana dengan selamat, namun sebagai konsekuensi, dia bisa melihat keberadaan mereka lebih jelas.
"Aku harus kuat. Aku tidak ingin terus-terusan menjadi bebannya." Gumam Sheina penuh tekad. Bisa saja orang suruhan ayah atau ibunya datang dan menyerang Liam yang tidak tahu menahu tentang konflik internalnya.
Sheina memutuskan mendekati Liam yang kini tampak duduk di sofa sambil membaca buku, "Om, sebenarnya tadi itu apa? Apakah itu pekerjaan Om yang sesungguhnya?" Tanya Sheina penasaran. Gadis itu tampak tertarik dengan  pekerjaan yang digeluti Liam.
Liam menatap Sheina sambil tersenyum tipis dan mengangguk. Dia mengambil buku catatan dan menulis dengan cepat, lalu menunjukkan pada Sheian, "Ya, aku sudah melakukannya sejak masih muda."
"Apa Om tidak takut?"
Liam menggeleng lalu menyerahkan sebuah buku yang di pegangnya. Pria itu memberi isyarat agar Sheina membacanya.
Gadis itu paham dengan isyarat Liam dan memutuskan membacanya. Dahi gadis itu berkerut saat melihat tulisan dan simbol yang tidak dia pahami.
"Aku tidak mengerti. Tapi, Om benar-benar luar biasa!"
Liam tersenyum tipis.
"Jadi, apa aku boleh ikut, Om?" Tanya Sheina dengan tatapan berbinar. Gadis itu ingin mengetahui sesuatu yang digeluti oleh pria itu bagaimana pun caranya.
Wajah Liam berubah datar dan dengan cepat dia menulis di buku catatannya, lalu menunjukkan pada Sheina, "Tidak. Itu berbahaya untukmu."
Sheina cemberut, "Ayolah~ Ya? Ya? Om tampan, deh. Lagipula aku juga bisa melihat keberadaan mereka, loh!"
Liam menatap Sheina serius. Apalagi gadis berparas imut itu memasang wajah yang dibuat memelas dan tampak menggemaskan, membuat Liam tak tahan ingin mencubitnya.
"Tapi itu berbahaya," Tulis Liam dan pria itu memasang wajah serius. Dia menepuk pucuk kepala Sheina pelan, membuat gadis itu tertegun. Namun gadis itu tidak ingin terlarut dengan perasaannya. Dia
Sheina terus merengek dan tantrum, membuat Liam menghela nafas frustasi. Pria itu tetap pada pendiriannya membuat Sheina menyerah.
"Ya udah, deh. Kalau gitu aku tidur duluan, Om." Ucap Sheina ketus sambil berjalan menuju kamarnya. Meninggalkan Liam yang bersandar di sofa sambil menghela nafas lelah.
🐾
"Akhirnya~" Seorang pemuda berparas tampan tersenyum girang saat mendapatkan beberapa siswa yang melanggar aturan sekolah. Ada yang terlambat, pakaian tidak rapi maupun hal lainnya yang tidak mematuhi aturan sekolah.
Sementara para anggota OSIS yang tengah berkumpul menatap mereka dengan mata berbinar. 'Tangkapan' hari ini cukup besar. Sebagian besar merupakan kelas XI dan sisanya kelas X, termasuk Sheina yang ikut berjejer di sana.
Sheina menatap anggota OSIS dengan jengkel. Kenapa dirinya bisa ikut terjaring razia, sih?
'Prok'
"Nah, Teman-teman sekalian. Kita catat dulu pelanggaran hari ini." Ucap seorang pemuda tampang berandalan sambil tepuk tangan, tak lupa senyum manis terpatri di wajahnya.
Name tagnya Saguna Dwipangga, kulit cokelat dengan mata kuning keemasan, rambut hitam dan tinggi sekitar 169 cm. Mata kuning keemasannya menatap mereka dengan tatapan yang menggoda.
Beberapa siswa, khususnya laki-laki merinding ngeri. Sementara Sheina menatapnya dengan dahi berkerut. Apa-apaan tatapannya itu?
Sementara beberapa siwi yang melihat senyum Saguna memekik histeris, bahkan sampai mimisan, membuat pemuda bersurai cokelat itu menatap mereka lalu melemparkan wink.
"Oke, untuk mempersingkat waktu, sebaiknya serahkan diri kalian kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Kami persilahkan," Lanjutnya sambil menunjuk ke arah siswi dengan kacamata yang menatap pemuda itu dengan tajam.
Name tagnya adalah Esa Ratnasari, seksi ketertiban berparas manis. Gadis itu melemparkan senyum ramah pada Saguna yang sukses membuat pemuda itu bergidik ngeri. Pasalnya, ada aura hitam dengan mata setajam silet yang diarahkan padanya.
"Loh, kenapa harus gue juga?" Tanya Sheina membuat para anggota OSIS menatap gadis bermata opal itu dengan tatapan heran.
"Jelaslah. Tampang mirip preman dengan pakaian kurang rapi, dasi miring dan kamu menggunakan tas yang bukan dari sekolah." Saguna berkata sambil menatap Sheina yang menatapnya tajam dengan santai, tak lupa senyum menyeringai terpampang jelas di wajahnya.
Sheina melirik pakaiannya dan ber'oh' ria. Pakaian yang dikeluarkan karena berlari, dasi yang terpasang miring karena terburu-buru dan dia salah mengambil tas. Dia hanya nyengir lalu merapikan pakaian dan membenarkan dasinya.
"Udah. Jadi boleh masuk'kan?" Tanya Sheina dengan tatapan dinginnya.
"Catat dulu namamu di sana, jalanin hukuman baru boleh masuk kelas."
"Lu ngajak ribut?" Tantang Sheina sambil memasang wajah mengancam, "Ini baru hari pertama belajar dan udah ngadain razia? Kami belum beradaptasi dengan baik, loh."
Mereka yang berada di sana kaget mendengar reaksi Sheina. Dia tak menyangka jika Sheina berani berkata seperti itu.
"Aturan adalah aturan. Kalian harus berpakaian rapi dan memakai atribut yang lengkap. Kami bisa melaporkannya pada guru kalau kalian melawan." Tukas Esa tegas sambil memperbaiki gagang kacamatanya yang melorot.
"Ini masih hari pertama, Kak. Memangnya kami aja yang yang melanggar? Tuh, ada yang pakai sepatu tali pink dan pakaian dalam merah." Tunjuk Sheina pada beberapa anggota OSIS yang bertugas dan dibalas dengan anggukan serta sorakan dari mereka yang terjaring razia.
Para OSIS yang sedang bertugas saling melirik dengan keringat dingin. Mereka berdiskusi dan mengangguk.
"Kalau begitu catat dulu nama kalian. Untuk selanjutnya dimohon untuk tidak melanggar aturan sekolah."
"Sebelum menangkap, sebaiknya cek dulu ya diri kalian. Jangan lupa catat juga nama yang melanggar." Sheina  berkata seraya berjalan meninggalkan mereka.
🐾
Sheina menatap keluar jendela dengan pikiran menerawang.
Hidupnya cukup rumit dan dia sudah enggan berurusan lagi dengan keluarga yang sudah membuangnya. Sheina tidak terlalu berharap, namun dia tidak ingin berlarut dalam kesepian dan bukan hanya dirinya saja yang hidup seperti ini.
Gadis bermata opal itu mengerjap saat melihat sesosok hantu siswa dengan wajah mengerikan tiba-tiba muncul di depannya. Sheina menghela nafas dan menyibukkan diri dengan bermain game di ponsel.
Akhir-akhir ini, dia lebih sering melihat penampakan yang semakin lama semakin terlihat jelas.
"Shei, kantin yuk." Seorang siswi berparas cantik dengan rambut hitam menghampirinya. Mata hijau dan kulit putih, sangat cocok sebagai salah satu karakter dalam sebuah komik yang di gambar sebaik mungkin lalu di congkel keluar.
Name tagnya Nadia Prameswari.
"Oke." Sahut Sheina sambil mengeluarkan bekal makan siangnya. "Tapi aku bawa bekal. Nggak apa'kan?"
"Nggak masalah."
Mereka berdua berjalan menuju kantin. Suasana kantin tampak ramai mengingat saat ini tengah jam istirahat. Keduanya memindai sekitar, mencari bangku kosong.
"Aku pesan makanan dulu. Kamu mau pesan apa?" Tanya Nadia.
Sheina menatap ke arah kantin dan menggeleng pelan saat melihat sesosok anak kecil berdiri di sana dengan tatapan kosong, tak lupa tubuhnya penuh luka dan ulat.
"Nggak ada." Jawab Sheina sambil mencari tempat duduknya.
"Oke."
Nadia berlalu dari sana meninggalkan Sheina yang kini lebih fokus untuk mencari tempat duduk. Akhirnya gadis itu menemukan tempat duduk yang terletak di dekat pintu masuk.
Tak lama, Nadia datang dengan semangkok bakso dan segelas es teh. Sesuatu yang tidak di sukai Sheina, mengingat gadis itu tidak bisa makan daging ayam dan minum teh.
"Kamu nggak pesen apa gitu?" Tanya Nadia penasaran.
Sheina menggeleng dan membuka bekalnya yang tertata cantik. Nasi goreng seafood dengan udang goreng tepung dan cumi asam manis menjadi pelengkapnya.
"Wah~ Enak banget, tuh."
"Hehe. Makasih. Aku nggak bisa makan ayam dan minum teh, jadi..." Sheina menatap bekalnya lalu melirik Nadia tak nyaman, "Aku bawa bekal."
Nadia ber'oh' ria.
Namun ketenangan Sheina harus berakhir saat melihat sesosok anak kecil tiba-tiba berlalu lalang di mejanya. Lendir darah dan nanah muncrat kemana-mana dan mengenai makanan yang dikonsumsi Nadia.
'Ugh! Anjirr!' Sheina mengumpat dalam hati. Namun sosok itu berdiri di depannya dan menatap Sheina tajam.
"Duh, asin banget, deh. Keknya tadi aku memasukkan banyak garam." Ucap Sheina seraya menutup bekalnya yang tersisa setengah.

 I Find My Home [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang