Bab 16

1 0 0
                                    

Senja menjelang, dengan langit berwarna jingga keemasan dan angin sore yang berhembus lembut. Sheina dan Liam sedang duduk di sebuah bangku kayu tua di dekat rel kereta api yang sepi, tidak jauh dari sebuah perlintasan kecil. Mereka berbicara dengan tenang, menikmati suasana yang damai. Meski Liam tidak bisa berbicara, komunikasi mereka mengalir dengan nyaman—gestur, tatapan mata, dan sesekali senyum tipis dari Liam sudah cukup bagi Sheina.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di belakang mereka.

“Sheina!” Sebuah suara memanggil, membuat Sheina dan Liam menoleh serempak.

Itu Rian, wajahnya memerah karena amarah, matanya penuh kebencian. Dalam sekejap, dia menghampiri mereka dengan langkah cepat.

“Kau di sini dengan dia lagi?” tanya Rian dengan nada tajam. “Apa-apaan, Sheina? Kau bahkan lebih memilih orang ini daripada keluargamu sendiri?”

Sheina memutar bola matanya dengan malas. "Aku nggak punya urusan sama kamu. Pergilah, Rian."

Tapi Rian tidak mendengarkan. Emosinya meledak, dan tanpa pikir panjang, dia meraih lengan Sheina dan menariknya berdiri dengan kasar.

“Sheina, kau milikku! Kau nggak boleh pergi sama orang ini!” teriak Rian.

Liam segera berdiri, wajahnya berubah tegang. Dengan langkah cepat, dia mencoba menarik Sheina dari genggaman Rian, tapi sebelum sempat mendekat—

Rian mendorong Sheina dengan kasar ke tengah rel kereta api.

Sheina tersentak kaget, tubuhnya terhuyung dan jatuh tepat di atas rel.

Dan saat itu, suara klakson kereta terdengar dari kejauhan. Roda besi menggesek rel, suara mengerikan yang semakin mendekat—kereta api melaju kencang, hanya beberapa detik dari tempat Sheina terjatuh.

“Sheina!” Liam berusaha sekuat tenaga untuk menjangkau gadis itu, tapi Rian menarik kerah bajunya, menahannya.

Liam meronta dan berusaha berlari, namun dia hanya bisa mengeluarkan suara serak tanpa kata—jeritan bisu yang penuh kepanikan dan ketakutan.

Sheina menatap kereta yang mendekat dengan mata terbelalak. Angin kencang berhembus saat kereta semakin dekat, hanya beberapa meter lagi…

Namun, tepat ketika kereta hampir menabrak—

Tubuh Sheina menghilang.

Seolah-olah dia ditelan udara kosong, sosoknya lenyap begitu saja dari atas rel. Yang tersisa hanyalah bau jeruk stella yang samar menguar di udara.

Liam berhenti sejenak, tatapannya penuh kebingungan. Kereta melaju melewati rel tanpa ada tubuh Sheina di sana—tidak ada darah, tidak ada suara tabrakan. Hanya keheningan, dan aroma jeruk yang menyelimuti udara sore.

Rian terperangah, tubuhnya gemetar. "Apa... Apa yang terjadi? Ke mana dia?"

Liam menatapnya tajam, matanya penuh amarah dan peringatan. Tanpa kata-kata, ekspresinya sudah cukup untuk membuat Rian merasa terpojok.

Liam tahu—Sheina masih hidup. Dia hanya harus menemukan gadis itu... dan memastikan tidak ada yang berani menyentuhnya lagi.

Setelah Sheina lenyap dari rel, Liam segera berlari menjauh dari Rian, meninggalkannya dalam keadaan bingung dan ketakutan. Pikirannya dipenuhi oleh satu hal: Sheina. Dia harus menemukannya, secepat mungkin, sebelum ada sesuatu yang lebih buruk terjadi.

Liam mengikuti jejak aroma jeruk stella yang masih samar di udara. Dia mengenal bau ini—itu adalah tanda keterlibatan makhluk halus. Dengan ketenangan seorang paranormal, Liam fokus, berharap intuisi dan pengalamannya menuntunnya pada Sheina.

 I Find My Home [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang