BAB 22

1K 51 0
                                    

Mata yang terpejam itu perlahan bergerak-gerak, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya sebelum benar-benar membuka mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mata yang terpejam itu perlahan bergerak-gerak, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya sebelum benar-benar membuka mata. Urfi merasakan jika sekujur tubuhnya terasa sakit, lebih sakit dari pada semalam. Sepertinya efek dari dirinya yang terjatuh terasa semakin parah setelah semalaman.

"Udah bangun, Fi?" tanya Gahar, menatap Urfi yang terbaring di sebelahnya.

Urfi meringis saat mencoba menarik tubuhnya untuk duduk. Gahar segera membantu Urfi duduk, menyandarkan punggung Urfi ke kepala ranjang. Gahar menjadikan bantal sebagai alas bagi punggung Urfi.

"Kita ke tukang urut aja, ya? Takutnya salah urat atau gimana, Fi. Makin sakit kan badannya?"

Urfi menggeleng. "Nggak mau. Kamu aja yang urut kayak semalam, Har. Nanti juga mendingan habis di urut sama kamu"

Urfi masih tetap tidak ingin di urut oleh tukang urut. Dia memilih menahan sakit di badannya dari pada harus di bawa ke tukang urut. Menurutnya, tukang urut itu kasar ketika mengurut pelanggannya, dan Urfi sampai menangis ketika dulu dirinya di urut.

"Aku nggak ngerti bagian mana dari tubuh kamu yang keseleo atau salah uratnya, Fi. Kalau aku yang ngurut pasti ngasal aja ngurutnya"

"Tapi, aku nggak mau di bawa ke tukang urut, Har"

Gahar menghela napas, mata Urfi sudah berkaca lagi. Dia akhirnya menyerah, memilih untuk mengurut tangan Urfi sebisanya. Bukan hanya tangan, Gahar juga mengurut bahu Urfi, kaki, dan punggung perempuan itu. Hampir seluruh badan Urfi Gahar urut dengan skill mengurutnya yang sangat minim. Gahar belum pernah mengurut seseorang, Urfi menjadi orang pertama yang dirinya urut.

"Sarapan dulu, ya" Gahar menaruh nampan di atas nakas. Setelah mengurut Urfi, Gahar memutuskan membuatkan Urfi nasi goreng untuk sarapannya.

Gahar mengangkat piring berisi nasi goreng buatannya. Gahar menambahkan cabai yang lebih banyak dari takaran biasanya agar Urfi nafsu makan. "Nasi gorengnya aku bikin pedas"

"Kamu bikin sendiri?"

Gahar mengangguk, mengambil sesuap nasi goreng, menyuapkannya kepada Urfi. "Aaaa"

Urfi menerima nasi goreng itu, mengunyahnya pelan, mencecap rasa nasi goreng buatan suaminya. Gahar jago juga membuat nasi goreng, rasanya juga lumayan di lidah Urfi, walaupun masih kurang pedas baginya.

"Gimana? Enak nggak?"

Urfi mengangguk. "Enak. Aku nggak tahu kalau kamu bisa bikin nasi goreng"

Gahar tersenyum senang mendengar Urfi memuji masakannya. "Mulai sekarang aku bakal tunjukin skill memasak aku ke kamu"

Urfi mencibir, Gahar langsung menyombongkan keahlian memasaknya. Padahal ini pertama kali Gahar memasak untuk Urfi, dan Urfi akui jika ini memang enak. Urfi kembali menerima suapan nasi goreng dari Gahar, dia memakannya dengan lahap.

Mari, Berbagi Luka (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang