BAB 18

1.2K 46 0
                                    

Badan Urfi terasa remuk ketika terbangun di pagi hari, Gahar kembali melanjutkan kegiatan percintaan mereka selang beberapa menit setelahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Badan Urfi terasa remuk ketika terbangun di pagi hari, Gahar kembali melanjutkan kegiatan percintaan mereka selang beberapa menit setelahnya. Gahar melanjutkan ke ronde kedua, ketiga, dan Urfi tidak ingat sudah berapa kali mereka bercinta semalam. Urfi langsung terlelap ketika begitu lelah, mungkin saat itu Gahar berhenti menyerangnya.

Urfi menatap wajah Gahar yang terlelap, jarik telunjuknya bergerak menari di atas hidung mancung Gahar, berpindah terus ke bawah, berhenti di bibir Gahar yang berwarna merah muda. Kemudian Urfi tersenyum, tangannya sudah berpindah mengusap mata Gahar yang tertutup, bulu mata laki-laki itu lentik, melebihi bulu mata Urfi. Dengusan terdengar, Urfi juga iri dengan alis Gahar yang tebal, berbeda dengan alisnya yang tidak setebal milik Gahar. Dan juga, kejantanan Gahar oke juga, besar. Astaga, apa yang Urfi pikirkan.

“Aku tahu kalau aku menggoda, sayang”

Urfi mengernyit, menatap Gahar yang membuka matanya perlahan. Apa Gahar mendengar isi hatinya?

“Laki-laki yang menggoda ini adalah suami kamu, tubuh aku punya kamu, Urfi. Kamu bebas mau pegang bagian mana pun” ucap Gahar lembut. Dia merasakan tangan Urfi yang menari-nari di wajahnya, Urfi pasti mengagumi ketampanannya yang tak terelakkan.

Urfi memukul pelan dada Gahar, membuat laki-laki itu tergelak. Urfi memeluk Gahar, menjatuhkan kepalanya di atas dada suaminya. Urfi kira Gahar tahu jika dia memikirkan ukuran kejantanan laki-laki itu. Urfi tidak mau di anggap sebagai perempuan mesum.

Gahar mengusap rambut Urfi. “Kamu mau aku menerkam kamu lagi, Fi?” Kaki Urfi mengenai kejantanannya, membuatnya kembali bangun.

Urfi menjauhkan kakinya, tidak menjawab pertanyaan Gahar. Dia memilih memejamkan mata, mendengarkan degup jantung Gahar yang terdengar keras. Urfi tersenyum, dia juga menyukai bunyi detak jantung suaminya. Mungkin semua yang ada pada Gahar Urfi sukai.

Gahar terdiam, tangannya masih terus mengusap rambut Urfi. Dia akan menikmati masa bahagianya ini sepuasnya, Gahar tidak perlu merasa takut. Dia punya Urfi, dia mencintai Urfi, dan Urfi bahagia bersamanya.

“Semalam kamu udah matiin keran, kan, Har?” tanya Urfi, teringat jika terakhir dia berada di wastafel, keran masih hidup, dan dia tidak keluar kamar lagi setelah di bawa masuk ke dalam kamar oleh Gahar.

“Udah, aku matiin pas kamu udah tidur”

Gahar sadar jika keran di wastafel masih hidup ketika dia menuju dapur untuk mengambil air putih. Itu pun ketika jarum jam sudah menunjukkan pukul 1 malam, tepat ketika Urfi tertidur akibat kelelahan. Mereka melakukannya berkali-kali sampai lupa waktu, dan air keran terbuang sia-sia karena ulah Gahar yang tidak sabar.

Tangan Urfi bergerak mengusap-usap dada Gahar. “Nanti mau ke rumah Mama nggak? Kita udah lama nggak ke rumah Mama”

Hari ini mereka libur karena hari Minggu, Urfi bisa bersantai dan menikmati malam panas dengan Gahar sampai larut malam karena tahu besok mereka libur, dan tidak perlu bangun pagi.

Mari, Berbagi Luka (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang