BAB 5

1.3K 59 2
                                    

Maaf kalau ceritanya ada yang gak sesuai ekspektasi

But, aku bikin cerita dengan adanya konflik dan ada penyelesaiannya juga nanti

Konflik itu bisa internal atau eksternal
Dan konflik cerita ini lebih ke internal

Dan Gahar gak cinta lagi sama Urfi pasti ada alasannya
Bukan yang tiba-tiba tanpa alasan
Kalau kalian perhatiin itu di awal ada clue dikit

Nikmati alurnya, ya, beb
Semoga kalian masih bisa mengikuti cerita ini

Nikmati alurnya, ya, bebSemoga kalian masih bisa mengikuti cerita ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tania menuangkan air minum ke gelas, lalu di geser ke meja depan. Di depannya Urfi sedang makan seblak dengan tingkat pedas paling tinggi di sini. Pagi-pagi Urfi menghubunginya, memintanya untuk menemani Urfi keluar, dan di sini mereka sekarang, di warung seblak.

“Minum dulu, Fi. Itu kamu udah ingusan”

Urfi mengangkat kepalanya, tersenyum. “Gara-gara makan pedas, Tan”

“Makanya minum kalau pedas”

Urfi mengangguk, meraih gelas yang sudah terisi air putih, meneguknya sampai habis setengah. Kemudian Urfi mengambil tisu, mengeluarkan ingus yang berkumpul di hidungnya.

“Kamu kenapa coba pagi-pagi minta makan seblak, padahal aku pengen rebahan di rumah seharian pas hari libur”

Pergerakan tangan Urfi terhenti, dia terdiam mendengarkan ucapan Tania. Bukan karena ucapan sahabatnya itu menyinggung perasaannya. Bukan.

“Ya, aku nggak masalah kalau yang ngajak keluar kamu, Fi. Kamu bebas telepon aku pas lagi butuh. Jangan langsung diam gitu dong” Tania merasa bersalah, mengira jika ucapannya yang membuat Urfi langsung diam.

Urfi menggelengkan kepalanya, tangannya kembali menyendokkan kuah seblak yang pedas itu ke dalam mulutnya. Jika di bandingkan dengan milik Tania, kuah milik Urfi jauh lebih merah, Tania memesan level 1, sementara Urfi memesan level 10, level paling tinggi di warung ini.

“Aku coba saran kamu, Tan” beri tahu Urfi, tetap menundukkan kepalanya, menyuap kuah seblak berulang kali, seakan dengan rasa pedas itu bisa membuatnya melupakan rasa sakitnya karena penolakan Gahar semalam.

Tania menatap Urfi. “Nggak berhasil?” tanyanya. Jelas. Jika berhasil, maka Urfi tidak akan mengajaknya keluar sekarang.

Urfi menggelengkan kepalanya pelan, bahu Urfi mulai bergetar, menggigit bibir bawahnya, menahan tangisan yang hampir pecah.

Tania mengusap bahu Urfi pelan, memberikan selembar tisu kepada perempuan itu. “Nggak apa-apa kalau mau nangis. Warungnya nggak ramai kok, masih pagi”

Urfi mengangkat kepalanya, mengambil tisu, dan dia gunakan untuk membuang ingus. “Aku nggak nangis, ini karena pedas aja” elaknya.

Tania tahu jika Urfi berbohong, dari matanya Tania bisa melihat jika Urfi benar-benar hancur. Mungkin di luar Urfi masih bisa tersenyum, tapi di dalamnya sudah hancur berkeping-keping. Perlakuan Gahar secara perlahan menyayat hati Urfi, sampai akhirnya terpotong menjadi bagian terkecil. Rasanya Tania ingin menghunuskan pedang ke arah Gahar demi membalaskan rasa sakit yang dia berikan kepada Urfi.

Mari, Berbagi Luka (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang