PROLOG

1.9K 80 3
                                    

Genre : Adult-Romance (21+)

Urfi duduk di depan meja rias kamarnya, kamar di apartemen Gahar yang sudah di dekorasi oleh Dewi dan Linda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Urfi duduk di depan meja rias kamarnya, kamar di apartemen Gahar yang sudah di dekorasi oleh Dewi dan Linda. Kamar yang di sediakan untuk malam pertama mereka. Pipi Urfi memanas membayangkan jika sebentar lagi dia akan melepas kegadisannya.

Urfi memandangi wajahnya yang masih mengenakan make up dan baju pengantin. Acara resepsi mereka baru selesai sekitar satu jam yang lalu, dan Gahar langsung membawa Urfi ke apartemen untuk beristirahat setelah penat berdiri seharian. Urfi rasa mereka tidak akan beristirahat malam ini. Tangan Urfi bergerak memegangi pipinya yang kembali memanas.

Urfi melirik ke arah pintu kamar mandi, Gahar sedang mandi, membersihkan dirinya. Saat mereka tiba di apartemen, mereka sempat terduduk sebentar, dan Gahar mengatakan ingin mandi terlebih dahulu kepada Urfi. Setelah Gahar mandi, mungkin Urfi yang akan mandi selanjutnya.

Urfi berdiri dari duduknya ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka, Gahar keluar bertelanjang dada, handuk melingkar di pinggang laki-laki itu. Urfi memalingkan mukanya ke arah lain, pipinya bersemu merah. Urfi tahu mereka sudah menikah, tapi bukan berarti Gahar bisa keluar dengan kondisi seperti itu.

“Kamu nggak mandi, Fi?” tanya Gahar, mengusap rambutnya yang basah dengan handuk kecil.

Urfi menganggukkan kepalanya, masuk ke kamar mandi dengan langkah lebar, dan sedikit berlari. Urfi menutup pintu, tangannya bergerak memegang dadanya, di balik sana, jantungnya meronta-ronta.

Gahar beralih mengambil ponselnya yang ada di nakas, mengecek ponsel yang sedari pagi dia abaikan. Gahar membuka pesan yang masuk tadi pagi, pesan yang belum sempat Gahar buka karena sibuk dengan pernikahannya. Gahar terdiam beberapa detik, menatap layar ponselnya.

“Gahar, aku lupa bawa handuk” cicit Urfi. Perempuan itu kembali keluar dari kamar mandi saat menyadari jika dirinya masuk ke dalam tanpa membawa handuk dan kapas untuk membersihkan make up-nya.

Urfi berjalan kembali ke meja rias, mengambil kapas, micellar water, serta handuk. Urfi melirik Gahar yang membelakanginya. Urfi sedikit mengernyitkan dahinya, sedang apa laki-laki itu? Urfi mengangkat bahunya, tidak mau ambil pusing, melangkah kembali, tapi langkah Urfi terhenti saat mendengar suara Gahar.

“Kamu bisa tidur di sini, Fi. Aku akan tidur di kamar sebelah”

Urfi mematung, butuh beberapa detik bagi Urfi untuk mencerna ucapan Gahar. Urfi membalikkan badannya, menatap Gahar yang kini juga menatap ke arahnya. “Bisa di ulang, Gahar. Tadi kayaknya aku salah dengar”

“Kita tidur pisah kamar, Fi”

Urfi menegang, semua barang yang ada di pangkuannya jatuh begitu saja. Micellar water yang jatuh mengenai kakinya tidak membuat Urfi mengalihkan pandangannya dari Gahar. “Maksudnya apa, Gahar? Kenapa kita pisah kamar? Kita udah nikah”

“Aku udah nggak cinta sama kamu, Urfi”

Bagaikan di sambar petir, Urfi merasakan seluruh tubuhnya tersengat listrik, tangannya gemetar, matanya memanas. Gahar tidak mencintainya?  Bagaimana bisa? Mereka baru saja berbahagia, melaksanakan pernikahan beberapa jam yang lalu.

Urfi tertawa miris. “Nggak lucu, Gahar”
Urfi berharap Gahar hanya berbohong saat ini, katakan Gahar jika kamu hanya bercanda. Harapan Urfi pupus, Gahar serius dengan ucapannya.

“Aku lagi nggak bercanda, Urfi. Aku serius, aku udah ngga cinta sama kamu”

“Kenapa bisa, Gahar? Baru aja beberapa jam yang lalu kita menikah, dan...” Urfi merasakan napasnya tercekat. “Dan bahagia”

Apa hanya Urfi yang berbahagia ketika resepsi tadi? Apa hanya perasaan Urfi saja Gahar juga bahagia? Tidak mungkin. Urfi melihat tawa lepas Gahar, perasaan lega ketika laki-laki itu menantinya di pelaminan. Jelas jika saat itu Gahar bahagia dengan pernikahan mereka.

“Aku udah nggak cinta sama kamu” ulang Gahar. Laki-laki itu terus mengulang kata itu seakan hanya kata itu yang terpikirkan olehnya.

Setetes air mata berhasil keluar dari pelupuk mata Urfi. “Secepat itu perasaan kamu berubah?”

Gahar menganggukkan kepalanya, tidak melihat Urfi. Gahar memalingkan mukanya ke arah lain. “Rasa aku ke kamu udah hilang”

Urfi berjalan mendekat, menggapai tangan Gahar. “Har, mungkin kamu lagi capek. Aku akan biarin kamu istirahat, besok kita bisa ngomong lagi”

Gahar menggeleng, menatap Urfi. “Enggak. Apa yang aku bilang hari ini nggak akan berubah, Fi”

Perlahan tangan Urfi yang memegangi lengan Gahar melemah, jatuh begitu saja di kedua sisi tubuhnya. Pandangan Urfi berubah kosong, air matanya sudah membasahi pipi. “Apa ada perempuan lain yang kamu cintai, Gahar?”

Urfi tetap menanyakan itu meskipun hatinya terasa sakit. Apa perempuan lain yang membuat Gahar hilang rasa kepadanya? Jika iya, kenapa baru sekarang? Kenapa saat mereka sudah menikah? Bahkan pernikahan mereka belum sampai 24 jam. Baru beberapa jam yang lalu mereka resmi menjadi pasangan suami istri.

“Enggak, nggak ada perempuan lain”

Urfi mengangkat kepalanya, menatap Gahar, mencoba mencari kebenaran dari ucapan laki-laki itu. Urfi menganggukkan kepalanya. “Aku mengerti, aku nggak masalah selagi bukan karena perempuan lain”

Gahar mengangguk. “Aku udah bilang ke kamu, dan aku nggak akan tidur sekamar sama kamu”

Gahar melangkahkan kakinya keluar kamar, meninggalkan Urfi yang masih belum bisa menerima kenyataan jika suaminya, laki-laki yang mencintainya sampai beberapa jam yang lalu, tiba-tiba hilang rasa tanpa alasan. Tidak ada perempuan lain, hanya Gahar tidak mencintai dirinya lagi. Hanya itu.

Tubuh Urfi merosot, jatuh ke lantai, matanya memburam karena air mata. Secepat itu kebahagiaan yang dia rasakan berganti dengan kepedihan. Bahkan baju pengantin masih melekat di tubuhnya, make up masih menghiasi wajahnya. Urfi terisak, menarik aksesoris yang menempel di kepalanya dengan kasar. Teriakan tidak bisa Urfi tahan, meluapkan segala kesedihannya dengan merusak baju pengantin yang dia kenakan.

Belum puas dengan baju pengantinnya, Urfi beralih menatap ranjang yang sudah di siapkan untuk mereka. Harusnya malam ini mereka tidur bersama di ranjang itu, ranjang yang di dekorasi untuk pengantin baru dengan kelopak bunga mawar menghiasi kasur, dan tirai menjuntai menghiasi sisi kasur.

Mari, Berbagi Luka (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang