BAB 24

976 45 3
                                    

Urfi terduduk di atas kloset dengan tatapan kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Urfi terduduk di atas kloset dengan tatapan kosong. Setelah mendengar suara rekaman dari Rehan, Urfi memutuskan untuk pergi ke toilet, mengurung dirinya di salah satu bilik toilet. Urfi merasakan malu yang teramat sangat karena yang di perdengarkan oleh Rehan kepadanya adalah suara desahannya sendiri. Tio merekam suara desahan yang dia perbuat di parkiran, dan hampir semua karyawan mendengarkannya. Bahkan ada yang memakai suara desahan Urfi untuk memancing gairah mereka ketika bercinta dengan pasangan.

Urfi merutuki kebodohannya, perbuatannya itu malah menjadi aib baginya. Bagaimana jika ada yang sadar jika suara di rekaman itu adalah suara Urfi? Urfi tidak punya muka lagi untuk bertemu karyawan di kantor ini. Bahkan, Tania dan Rehan, orang terdekatnya juga mendengarkan suara desahannya itu.

“Urfi” panggil Tania di luar bilik toilet. Tania mengetuk-ngetuk pintu yang tertutup itu berulang kali. “Yang lain nggak tahu kok kalau itu kamu. Cuma aku aja yang tahu, Fi. Kamu nggak usah malu”

Urfi masih tetap diam di dalam bilik toilet. Walaupun orang lain tidak tahu suara siapa di dalam rekaman itu, tetap saja kenyataan bahwa semua orang mendengarnya membuat Urfi begitu malu.

Tania kembali mengetuk pintu. “Urfi, keluar, yuk. Kamu mau aku minta semua orang buat hapus rekamannya? Aku bakal lakuin, Fi. Kapan perlu aku ambil paksa HP semua karyawan kantor”

Urfi mendengar Tania menghela napas kasar, kemudian tidak ada lagi suara ketukan di pintu bilik toilet. Mungkin Tania sudah lelah menunggunya yang sudah mengurung diri selama hampir satu jam di sini. Mata Urfi memanas, membayangkan bagaimana suara desahannya di bicarakan oleh semua orang, dihina, dan di ejek.

“Urfi, keluar, sayang”

Urfi menatap pintu yang dia kunci. Bukan lagi Tania yang mengetuk pintu, melainkan Gahar. Apa Tania memberitahu Gahar perihal itu? “Aku nggak mau keluar, Har. Aku malu, semua orang dengar suara desahan aku” Mata Urfi memanas.

“Kalau kamu nggak mau buka pintunya, aku bakal dobrak pintunya, Fi”

Urfi masih berdiam diri duduk di atas kloset, tidak berniat membuka pintu. Gahar yang berada di luar masih berusaha membujuk Urfi, mengetuk-ngetuk pintu.

“Dobrak aja, Har. Urfi udah lama banget di dalam, takutnya dia nekat”

Gahar menatap Tania, berdecak sebal. Tingkah karyawannya ada-ada saja, bisa-bisanya mereka merekam suara orang tengah bercinta tanpa izin.

Gahar di kabari oleh Tania beberapa menit yang lalu. Tania datang ke ruangannya dan mengatakan Urfi mengurung diri di toilet setelah mendengar suara rekaman yang beredar di kantor. Gahar yang tidak tahu menahu dengan suara rekaman dibuat bingung awalnya. Sampai Tania menjelaskan dan hal itu membuat Gahar kesal dengan orang yang sudah merekam mereka.

“Urfi, aku dobrak pintunya, ya. Kamu menjauh dari pintu” ucap Gahar lembut. Kemudian Gahar menjauhkan dirinya dari pintu, mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu yang di tutup oleh Urfi.

Saat Gahar sudah bersiap, terdengar suara pintu di buka. Urfi memilih keluar karena tidak mau pintu toilet rusak karenanya. Sudah cukup kekacauan yang dia perbuat, Urfi tidak mau menambah kekacauan yang lain lagi.

Urfi menatap Gahar dengan mata memerah, dan berkaca. “Semua orang dengar suara..” Urfi tidak mampu melanjutkan ucapannya lagi, napasnya tercekat.

Gahar segera memeluk Urfi, menenangkan istrinya itu. “Nggak apa-apa sayang. Nanti, biar aku urus masalah rekaman itu”

Air mata Urfi berhasil meloloskan diri. Urfi menggelengkan kepalanya. “Orang-orang akan tahu kalau itu aku, Har. Aku nggak bisa ketemu karyawan lain, aku udah terlanjur malu”

“Nanti kita pikirin solusinya, ya. Aku bakal nemuin cara buat take down semua rekaman yang beredar di kantor. Itu cuman suara aja, mereka nggak akan tahu kalau itu kita”

Gahar memeluk Urfi erat, perempuan itu mulai terisak. Bagi Gahar biasa saja, tidak ada yang tahu jika itu mereka. Tapi, bagi Urfi, dia pasti merasa sangat malu, apalagi suara desahannya beredar di kantor. Gahar tidak habis pikir dengan karyawan yang tertarik dengan suara rekaman seperti itu. Sama saja mereka melanggar privasi orang lain.

Urfi sudah mulai tenang, perempuan itu sudah tidak menangis lagi. Gahar masih tetap memeluk Urfi, meskipun kakinya terasa pegal karena berdiri cukup lama. Gahar mengecup singkat kedua kelopak mata Urfi yang membengkak karena menangis.

“Jangan nangis lagi, aku minta maaf. Harusnya aku lebih nahan diri”

Bukan salah Gahar, tapi Gahar akan meminta maaf. Dia melakukannya bersama Urfi, Gahar harusnya lebih menahan diri, menunggu sampai rumah, bukannya melakukannya di mobil, apalagi di parkiran kantor.

Gahar kembali menarik Urfi ke dalam pelukannya, memejamkan matanya sejenak. Gahar memutar otaknya untuk menghapus semua rekaman yang beredar tanpa membuat karyawannya curiga jika itu dirinya dan Urfi. Bagaimana pun cara yang Gahar pikirkan, tetap saja pasti ada karyawan yang menaruh kecurigaan kepadanya.

“Kamu tenang aja, Fi. Biar aku yang minta karyawan lain buat hapus rekamannya. Aku akan bilang kalau itu suara aku” ucap Tania. Dia merasa bersalah karena Tania mendengarkan rekaman itu juga. Tania sempat ikut membicarakan rekaman itu dengan karyawan lain.

Urfi merenggangkan pelukan Gahar, beralih menatap Tania. Urfi menggelengkan kepalanya, dia tidak setuju dengan ide Tania. “Enggak. Aku nggak mau kamu lakuin itu demi aku, Tan. Kalau sampai kamu lakuin itu, aku akan marah banget sama kamu. Aku tahu kamu peduli sama aku, tapi bukan dengan cara itu. Akan lebih baik mereka tahu kalau itu suara aku dari pada kamu ngaku-ngaku, Tan”

Akan terlihat lebih buruk jika karyawan mengira itu suara Tania, sahabatnya itu belum menikah, dan akan banyak pemikiran jelek yang muncul dari karyawan lain. Tania akan di gunjingkan, akan di cap sebagai perempuan tidak baik-baik. Sementara Urfi, jika karyawan tahu itu suaranya, Urfi akan baik-baik saja, dia sudah bersuami, dan suaminya Gahar, atasannya di kantor ini. Semua orang tahu kalau Gahar dan Urfi suami istri, jadi tidak masalah jika mereka bercinta, mungkin sedikit tidak etis karena melakukannya di sembarang tempat.

“Nggak apa-apa, Fi. Aku kan juga pernah ngelakuinnya, jadi kalau aku ngaku nggak masalah”

“ENGGAK! Aku bilang enggak. Aku nggak mau kamu ngaku-ngaku!”

“Tapi, Fi...”

“Kamu nggak perlu ngaku, Tania. Biar Saya yang urus masalah ini. Benar kata Urfi, kamu bisa diomongin sama semua orang kalau ngaku kayak gitu” Gahar juga kurang setuju dengan ide Tania, dia masih bisa menyelesaikan masalah ini, dan tidak perlu mengorbankan Tania.

Tania mendesah gusar. “Aku cuman niat bantu kamu, Fi”

Urfi menggelengkan kepalanya. “Aku berterima kasih karena kamu mau bantu aku, Tan. Tapi, bantuan yang satu itu aku nggak mau terima” Urfi mengangkat kepalanya, beralih menatap Gahar. “Biarin aja rekaman itu beredar, Har. Aku nggak masalah, asal nama Tania nggak di bawa-bawa”

******

******

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mari, Berbagi Luka (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang