BAB 29

943 71 11
                                    

Karena kalian ninggalin komentar yang lumayan banyakk di bab sebelumnya

Aku kasih bonus double update hari ini hihi

Seminggu Urfi habiskan untuk melamun, dirinya terus meratapi nasibnya yang akan menjadi seorang janda sebentar lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seminggu Urfi habiskan untuk melamun, dirinya terus meratapi nasibnya yang akan menjadi seorang janda sebentar lagi. Siap tidak siap, Urfi harus membesarkan anaknya sendirian, tanpa seorang suami. Urfi menghela napas gusar, menatap lurus ke depan.

Saat ini, Urfi berada di kamar Tania. Urfi belum berani untuk pulang ke rumahnya, dan menemui kedua orang tuanya. Urfi tidak tahu alasan apa yang akan dia katakan kepada mereka? Kecewa, pasti. Kedua orang tuanya akan kecewa jika tahu Urfi akan bercerai ketika usia pernikahannya baru menginjak 1 tahun.

Sehabis mengobati luka Gahar, Urfi meninggalkan laki-laki itu. Tidak mendengarkan Gahar yang meminta Urfi untuk memberikannya kesempatan kedua. Urfi tidak mau terus hidup bersama Gahar yang tidak percaya dengannya. Memang kehamilan Urfi tidak bisa di jelaskan, tidak bisa di terima oleh keduanya. Urfi pun bingung kenapa dirinya bisa hamil jika Gahar benar-benar mandul. Dari hasil tes yang Gahar tunjukkan, memang di sana tertulis bahwa Gahar mandul. Surat Dokter itu dikeluarkan tepat di tanggal pernikahan mereka.

Sri mengetuk pintu kamar, kemudian masuk ke dalam kamar di mana Urfi berada. Sri tersenyum hangat menatap Urfi, membawa nampan yang berisi makanan untuk Urfi. “Kamu makan dulu, Fi. Udah berhari-hari kamu mengurung diri di kamar. Kasihan anak kamu, dia butuh nutrisi”

Urfi menunduk, menatap perutnya, di dalam sana, anaknya sedang bertumbuh. Urfi terlalu larut ke dalam kesedihan, melupakan makan, dan menangis sepanjang waktu. Dia sampai melupakan bahwa ada nyawa lain di dalam dirinya.

“Mama buatin kamu bolu kelapa biar kamu nafsu makan” Sri menaruh nampan berisi bolu kelapa buatannya di samping Urfi. Dia tahu jika Urfi menyukai bolu kelapa buatannya itu. Dengan begitu dia berharap Urfi menjadi bernafsu untuk makan.

Urfi tersenyum tipis. “Nanti aku makan, Ma”

Sri menatap Urfi sendu. Betapa banyak cobaan yang Urfi hadapi, tidak sekalipun dia melihat Urfi bahagia, selalu ada kesedihan di balik mata indahnya itu. “Mama tahu kalau saat ini kamu lagi sedih, tapi kamu harus ingat satu hal. Sekarang kamu seorang ibu, Urfi. Kamu harus kuat, anak di dalam kandungan kamu bisa merasakan kesedihan yang ibunya rasakan”

Tangan Urfi bergerak mengusap perutnya. Anaknya juga merasakan kesedihan yang dia rasakan. Urfi merasa bersalah dengan anaknya, tapi Urfi juga tidak bisa menyembunyikan dirinya yang sedang hancur.

Sri menyelipkan rambut Urfi ke belakang telinga. “Berhari-hari kamu mengurung diri di kamar. Apa masih belum cukup waktu selama itu?”

Urfi menggeleng pelan. “Nggak cukup, Ma”

Waktu seminggu tidak cukup bagi Urfi untuk melupakan kesedihannya. Waktu itu terlalu singkat setelah begitu banyaknya kenangan yang dirinya buat bersama Gahar. Mereka tertawa bersama, menghabiskan waktu bersama, tidur dan terbangun di ranjang yang sama. Tapi, kali ini bukan lagi tentang mereka saja, Urfi harus memikirkan anak mereka. Urfi harus memikirkan bagaimana anak ini nanti tumbuh.

Mari, Berbagi Luka (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang