12: Mimpi Buruk yang Menjadi Nyata

43 6 0
                                    


Malam itu, setelah meninggalkan lorong rahasia di bawah rumah, Chandra dan saudara-saudaranya kembali ke kamar mereka. Namun, tidurnya tidak nyenyak. Chandra terbangun berkali-kali oleh mimpi-mimpi yang mengerikan, bayangan-bayangan hitam yang menyelimuti pikirannya.

Dalam mimpinya, dia melihat sosok-sosok gelap yang bersembunyi di dalam bayang-bayang rumah tua mereka. Wajah-wajah tanpa nama memandangnya dengan mata penuh kebencian, memanggil namanya dengan suara yang tidak bisa diabaikan.

"Chandra..."

Dia mencoba lari, tapi setiap langkah terasa semakin berat. Hingga akhirnya dia terjebak di depan altar batu yang sama, di mana pusaka itu berbaring. Kali ini, sosok-sosok itu semakin mendekat, mengulurkan tangan hitam mereka ke arahnya.

"Chandra..."

Saat salah satu sosok hampir menyentuhnya, Chandra terbangun dengan tiba-tiba, tubuhnya basah oleh keringat. Nafasnya memburu, dan hatinya berdegup kencang. Mimpi itu terasa terlalu nyata, seolah-olah itu bukan sekadar bunga tidur, melainkan peringatan akan apa yang akan datang.

Pagi itu, saat mereka berkumpul di ruang tengah, semua orang terlihat lesu. Ternyata, Chandra bukan satu-satunya yang bermimpi buruk. Semua saudara-saudaranya mengalami hal yang sama-mimpi tentang sosok-sosok gelap yang mengintai mereka.

"Ini semakin buruk," kata Jun, yang wajahnya tampak pucat. "Mimpi itu... rasanya nyata."

"Mereka bukan hanya mimpi," kata Chandra dengan tegas. "Itu adalah peringatan. Kutukan ini semakin kuat."

"Lalu apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Selin, yang tampak sangat gelisah. "Apakah kita hanya menunggu sampai kutukan ini menelan kita semua?"

Sean berdiri, matanya penuh ketegasan. "Tidak. Kita tidak akan diam saja. Kita harus kembali ke pusaka itu dan mengungkap seluruh kebenaran. Kita akan menghentikan ini, tidak peduli seberapa besar risikonya."

Chandra tahu Sean benar. Ini bukan lagi masalah kekuatan yang tersembunyi dalam dirinya, tapi masalah bertahan hidup. Jika mereka tidak segera bertindak, kutukan ini akan menghancurkan mereka semua-dan mereka tidak punya banyak waktu.

Chandra mengangguk, meski di dalam hatinya ada keraguan yang menghantui. Kekuatan gelap yang mereka hadapi jauh lebih besar dari yang pernah mereka bayangkan. Namun, mereka tidak bisa terus lari. "Kita harus mencari tahu bagaimana cara menghentikannya, tapi kali ini, kita tidak bisa melakukannya tanpa bantuan," katanya perlahan. "Kita perlu mencari petunjuk lebih jauh. Pusaka itu mungkin kuncinya, tapi kita juga perlu tahu siapa yang menciptakannya, dan kenapa."

"Tapi siapa yang bisa kita temui?" tanya Edwin sambil melipat tangannya di dada. "Orang-orang yang tahu tentang hal seperti ini jarang ditemukan, apalagi bisa dipercaya."

"Kita punya satu pilihan," kata Sean, matanya berkilat. "Ayah. Dia tahu lebih banyak dari yang pernah dia ceritakan. Mungkin ini saatnya kita memaksanya untuk jujur."

Semua terdiam. Hubungan mereka dengan ayah mereka, seorang pria penuh rahasia, selalu rumit. Dia tidak pernah terbuka tentang masa lalunya atau tentang asal-usul mereka yang sebenarnya. Namun, semakin dalam mereka terlibat dengan kutukan ini, semakin jelas bahwa ayah mereka memiliki jawaban yang mereka butuhkan.

"Kita tidak punya pilihan lain," ujar Ferdian, suara rendah namun tegas. "Kalau dia tahu sesuatu, kita harus mengetahuinya sekarang, sebelum terlambat."

Chandra memandang saudara-saudaranya, melihat kesepakatan di wajah mereka. Dia tahu ini tidak akan mudah, tapi mereka sudah terlalu dalam untuk mundur. Jika ayah mereka memiliki jawaban, mereka harus mendapatkannya-dengan cara apa pun.

"Kita akan menemuinya malam ini," kata Chandra akhirnya. "Bersiaplah. Kita akan mendapatkan jawaban, apa pun risikonya."

Malam itu tiba lebih cepat dari yang mereka duga. Setelah hari yang penuh kegelisahan dan ketegangan, Chandra dan saudara-saudaranya berkumpul di ruang bawah tanah yang telah lama ditinggalkan. Rumah tua itu terasa semakin suram, seolah-olah kutukan yang mengikat mereka semakin erat dengan setiap detik yang berlalu.

Sean, yang memimpin dengan keyakinan penuh, berdiri di depan pintu kayu tua yang mengarah ke kamar ayah mereka. Mereka semua tahu bahwa ini bukan pertemuan biasa-mereka datang untuk menuntut jawaban, dan kali ini, tidak akan ada rahasia yang tersisa.

Chandra menelan ludah, merasa jantungnya berdebar kencang saat Sean mengetuk pintu dengan keras. Suara ketukan itu menggema di lorong, membawa serta rasa tegang yang berat.

Pintu terbuka perlahan, dan di sana berdiri ayah mereka, wajahnya seperti terpahat dari batu, tanpa ekspresi. Pandangannya yang tajam menatap anak-anaknya satu per satu, seolah-olah dia sudah tahu apa yang akan mereka tanyakan.

"Kalian semua datang untuk apa?" tanyanya, suaranya rendah tapi penuh dengan otoritas.

Sean tidak menunggu lama untuk berbicara. "Kami tahu kau menyembunyikan sesuatu tentang kutukan ini ayah, tentang pusaka di rumah kita. Kami butuh jawaban, sekarang."

Ayah mereka memandang mereka sejenak, lalu berbalik dan berjalan masuk ke dalam kamar, memberi isyarat agar mereka mengikutinya. Dengan hati-hati, mereka semua masuk, berdiri di hadapannya di dalam ruangan yang remang-remang. Ruangan itu dipenuhi dengan benda-benda antik, buku-buku tua, dan lukisan-lukisan yang sudah usang oleh waktu.

"Kalian sudah terlalu dalam, ya?" Ayah mereka akhirnya berbicara, duduk di kursinya dengan perlahan. "Kutukan itu bukan hal yang bisa kalian hapus begitu saja. Itu adalah warisan-warisan yang harus kalian terima, suka atau tidak."

"Warisan apa?" tanya Chandra dengan suara yang mulai bergetar. "Kenapa kita? Kenapa keluarga kita?"

Ayah mereka menghela napas panjang, matanya melembut sedikit. "Ini bukan sesuatu yang bisa dijelaskan dengan mudah. Keluarga kita, leluhur kita, telah terikat dengan kekuatan-kekuatan gelap sejak dulu. Pusaka itu... adalah segel. Segel yang menjaga kekuatan itu terkendali. Tapi, selama bertahun-tahun, segel itu melemah. Dan sekarang, kalian semua merasakan dampaknya."

"Kekuatan itu?" tanya Ferdian dengan suara rendah. "Apakah itu sesuatu yang bisa kita hancurkan?"

"Tidak. Kalian tidak bisa menghancurkannya. Tapi kalian bisa mengendalikannya, jika kalian tahu caranya "

Dimas merasa tenggorokannya kering. "Lalu, apa yang harus kami lakukan?"

Ayah mereka berdiri, mengambil sebuah buku tua dari rak di belakangnya. Sampulnya sudah robek dan halamannya berwarna kecokelatan. "Kalian harus menemukan sisa dari segel yang tersembunyi. Pusaka itu hanyalah bagian kecil dari sesuatu yang lebih besar. Jika kalian bisa menyatukan semuanya kembali, mungkin-mungkin saja kalian bisa menghentikan kutukan ini."

"Tapi kau tahu tentang semua ini, ayah" ujar Sean dengan nada tajam. "Kenapa kau tidak memberitahu kami dari awal? Kenapa kau membiarkan kami hidup dalam kebohongan?"

Ayah mereka mengangkat pandangannya, dan untuk pertama kalinya, ada sedikit rasa bersalah di matanya. "Karena aku berharap kalian tidak akan pernah harus menghadapi ini. Aku pikir, jika aku bisa menjaga rahasia ini, kalian akan hidup normal, jauh dari kegelapan yang menghantui keluarga ini."

"Dan lihat di mana kita sekarang," kata Hendra dengan nada getir. "Kita terjebak dalam mimpi buruk ini."

"Aku tahu. Dan itulah kenapa aku akan membantu kalian," kata ayah mereka akhirnya, suaranya lebih rendah dari sebelumnya. "Aku akan menunjukkan kepada kalian di mana segel-segel lainnya berada. Tapi setelah itu, ini akan menjadi perjalanan kalian. Kalianlah yang harus menyelesaikannya."

Keheningan menyelimuti ruangan itu. Chandra memandang saudara-saudaranya, merasakan beban berat di pundaknya. Mereka semua tahu ini tidak akan mudah, tapi setidaknya mereka punya jalan yang bisa diikuti sekarang.

"Kita akan menyelesaikan ini," kata Sean akhirnya. "Dengan atau tanpa bantuanmu."

Ayah mereka mengangguk pelan. "Kalian tidak akan melakukannya sendirian. Aku akan membantu kalian sampai akhir, tapi kalian harus siap menghadapi apa yang datang."

Dengan itu, malam itu menjadi titik balik. Mereka kini tahu apa yang harus dilakukan, meski bahaya yang menanti jauh lebih besar dari yang bisa mereka bayangkan. Tapi, untuk pertama kalinya, mereka punya harapan-harapan untuk menghentikan kutukan yang telah menghantui keluarga mereka selama berabad-abad.


Darah yang Sama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang