4: Penemuan di Bawah Tanah

100 11 0
                                    

Keesokan paginya, suasana di rumah tua itu semakin tegang. Setiap saudara, meski mencoba bersikap biasa-biasa saja, jelas menyimpan ketakutan dan kecurigaan di benak mereka. Mereka semua tahu bahwa rahasia keluarga ini lebih dari sekadar kutukan, tetapi tidak ada yang benar-benar tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Sean mengusulkan agar mereka mulai menjelajahi rumah tua tersebut, terutama bagian yang belum pernah mereka jelajahi. Salah satunya adalah ruang bawah tanah yang sudah lama terkunci. Konon, ruang bawah tanah itu menyimpan barang-barang peninggalan dari generasi sebelumnya, tetapi tidak ada yang pernah berani masuk karena pintunya selalu terkunci rapat.

Setelah berusaha mencari-cari di seluruh rumah, mereka akhirnya menemukan kunci ruang bawah tanah di dalam laci tua yang terletak di ruang kerja kakek mereka. Chandra yang pertama kali menemukannya, dan ketika dia menyerahkan kunci itu kepada Sean, perasaan aneh melingkupi dirinya. Seolah-olah sesuatu sedang menunggu mereka di bawah sana.

Mereka membuka pintu ruang bawah tanah dengan hati-hati. Pintu itu berderit keras, memperlihatkan tangga yang gelap dan lembap di bawahnya. Cahaya dari senter mereka hampir tidak bisa menembus kegelapan di dalam, tetapi dengan keberanian yang dipaksakan, mereka melangkah turun.

Di bawah sana, ruangan terasa jauh lebih besar daripada yang mereka bayangkan. Rak-rak tua yang dipenuhi barang-barang antik dan debu berjajar di sepanjang dinding. Di sudut ruangan, mereka menemukan kotak-kotak kayu yang tertutup rapat, beberapa di antaranya terkunci dengan rantai berkarat.

Namun, yang paling menarik perhatian mereka adalah sebuah peti besar di tengah ruangan, terbuat dari kayu gelap dengan simbol-simbol aneh terukir di permukaannya. Peti itu terlihat berbeda dari barang-barang lain—seolah-olah ada sesuatu yang sangat penting di dalamnya.

Sean mendekati peti itu dan mencoba membuka tutupnya, tetapi terkunci. Dia memutar kunci di dalam gembok yang terpasang, dan setelah beberapa detik, terdengar bunyi klik. Tutup peti itu terbuka perlahan, dan di dalamnya, mereka menemukan sebuah kotak kecil yang terbuat dari logam hitam.

Chandra merasakan hawa dingin menyentuh kulitnya saat kotak itu terbuka, memperlihatkan sebuah benda kecil yang tampak seperti artefak kuno—sebuah jimat dengan simbol yang sama seperti yang terlihat di buku keluarga.

“Inilah yang kita cari,” kata Sean, suaranya rendah namun tegas. “Ini adalah kunci untuk memahami kekuatan darah kita.”

Chandra dan saudara-saudaranya menatap benda kecil itu dengan penuh kewaspadaan. Jimat itu tampak kuno, dengan ukiran rumit yang tidak bisa dipahami hanya dengan pandangan sekilas. Bahan logam hitamnya memantulkan cahaya senter mereka dengan cara yang aneh, seolah-olah jimat itu memiliki cahaya dari dalam. Simbol-simbol yang terukir di permukaannya tampak berdenyut halus, seolah bernyawa.

"Apa yang sebenarnya kita hadapi di sini?" tanya Hendra, saudara tertua kedua, dengan suara bergetar. Dia melangkah maju, mencoba mengintip lebih dekat ke dalam peti, tetapi instingnya membuatnya ragu untuk menyentuh benda itu.

Sean, yang masih berdiri paling dekat dengan peti, menoleh kepada saudara-saudaranya. “Aku tidak tahu persis, tapi kita semua merasakan sesuatu yang sama, bukan? Benda ini ada hubungannya dengan rahasia yang kakek kita sembunyikan. Sesuatu yang membuat darah kita terikat pada kutukan ini.”

Chandra merasakan ketegangan yang semakin memuncak. Ingatannya kembali ke mimpi yang dialaminya semalam—wanita dalam cermin itu, simbol yang sama, dan suara bisikan yang memintanya untuk menemukan rahasia terdalam keluarga mereka. Ada hubungan yang jelas antara mimpi itu, buku kuno, dan jimat ini.

"Tunggu," kata Dimas, saudara kelima yang selama ini lebih banyak diam. “Kalau benda ini penting, mengapa kakek menyembunyikannya begitu dalam di sini? Dan mengapa kutukan ini dimulai? Kita harus tahu lebih banyak sebelum melakukan sesuatu dengan jimat ini.”

Edwin, yang juga cukup rasional, mengangguk. “Dimas benar. Kita bahkan tidak tahu bagaimana benda ini bekerja atau apa dampaknya jika kita mencoba menggunakannya. Jangan sampai kita melakukan kesalahan.”

Sementara diskusi terus berlangsung, Chandra mendekat ke peti. Hatinya masih berdebar kencang, tetapi ada sesuatu yang menariknya lebih dekat ke jimat itu. Tanpa sadar, tangannya terulur, nyaris menyentuh permukaan jimat.

“Chandra, jangan!” Suara Sean membangunkan Chandra dari lamunannya. Ia terhenti di tengah jalan, pandangannya beralih ke Sean yang menatapnya dengan penuh peringatan.

Chandra menarik tangannya kembali dengan cepat, merasa keringat dingin membasahi tengkuknya. Ada sesuatu tentang jimat itu yang begitu memikat, seolah benda itu berbicara padanya secara langsung.

"Aku... aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa seperti ada yang memanggilku," bisik Chandra, suaranya hampir tak terdengar.

"Memanggilmu?" tanya Zaidan, keningnya berkerut. "Apa maksudmu?"

Chandra terdiam, mencoba menjelaskan perasaannya. "Sejak aku menemukan simbol-simbol ini di buku kemarin malam, aku mulai bermimpi tentang... sesuatu. Seorang wanita, dengan wajah pucat dan gaun hitam. Dia bilang kalau darah kita terikat oleh sesuatu yang lebih kuat dari kematian. Dan di dalam mimpi itu, aku melihat cermin dengan simbol yang sama seperti di jimat ini."

Semua saudara-saudaranya terdiam, saling pandang dengan cemas. Chandra melanjutkan, “Aku tidak tahu apakah mimpi itu hanyalah mimpi biasa, tapi sekarang aku yakin bahwa ada kaitan antara mimpi itu dan benda ini. Mungkin ini bukan sekadar kutukan—mungkin ini adalah warisan yang lebih gelap, sesuatu yang diwariskan turun-temurun.”

Sean mengerutkan dahi, jelas memikirkan sesuatu yang mendalam. “Kalau itu benar, kita harus tahu lebih banyak sebelum bertindak. Mungkin ada catatan lain yang kakek tinggalkan, atau mungkin... seseorang di luar sana yang tahu tentang jimat ini.”

"Atau mungkin kita harus menghancurkannya sekarang juga," kata Juan, saudara ketiga. Ia menatap jimat itu dengan ketakutan yang tampak jelas. “Siapa yang tahu apa yang bisa dilakukan benda itu? Mungkin kita seharusnya tidak menyimpannya sama sekali.”

"Tidak bisa sembarangan menghancurkannya," ujar Haiden, menatap Juan dengan serius. “Jika ini benar-benar kunci untuk memahami kutukan keluarga kita, menghancurkannya mungkin malah membuat keadaan lebih buruk.”

Sementara diskusi semakin memanas, suara gemuruh tiba-tiba terdengar dari atas, seperti ada sesuatu yang berat jatuh ke lantai. Semua berhenti berbicara dan menoleh serempak ke arah tangga.

"Apa itu?" tanya Satya dengan suara berbisik, matanya melebar.

Mereka semua membeku, menunggu dengan waspada. Suara itu berhenti sejenak, lalu terdengar langkah kaki yang berat di lantai atas. Semua pandangan tertuju ke Sean, yang memimpin kelompok. Dengan isyarat cepat, Sean mengarahkan mereka untuk mematikan senter dan mendekat ke dinding, bersembunyi dalam kegelapan ruang bawah tanah.

Langkah kaki semakin dekat, turun dari tangga, mendekati pintu ruang bawah tanah. Pintu itu berderit perlahan, dan bayangan seseorang tampak di ambang pintu.

Mata Chandra melebar saat ia mengenali sosok itu. Itu bukan orang asing, melainkan salah satu dari saudara mereka yang tidak terlihat sejak pagi—Vernon.

Namun ada yang berbeda dari Ferdian. Wajahnya terlihat pucat, seperti tidak tidur selama berhari-hari, dan matanya terlihat kosong. Dia berjalan pelan ke arah mereka, seolah tidak benar-benar menyadari keberadaan saudara-saudaranya yang bersembunyi di kegelapan.

"Ferdian?" tanya Sean dengan hati-hati, mencoba menarik perhatian adik mereka. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Ferdian tidak menjawab, matanya terpaku pada peti yang terbuka. Tatapannya berubah tajam saat ia melihat jimat yang tergeletak di sana.

"Kalian tidak seharusnya menemukannya," bisik Ferdian dengan suara yang datar, namun menakutkan. "Kakek menyuruh kita semua menjauh darinya. Kalian... tidak tahu apa yang telah kalian bangkitkan."

Suasana tegang menggantung di udara saat saudara-saudaranya saling pandang. Apa yang Ferdian ketahui? Dan mengapa dia tiba-tiba muncul dengan peringatan seperti itu?

Darah yang Sama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang