11: Kesadaran yang Menyakitkan

123 11 0
                                    

Meskipun dia berhasil mengendalikan pusaka itu untuk sementara waktu, perasaan gelap yang mengintai masih tetap ada. Dia bisa merasakan bahwa ini baru permulaan—ada lebih banyak lagi yang tersembunyi di balik batu hitam itu.

"Ini belum berakhir," bisiknya, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada yang lain.

"Kau yakin baik-baik saja?" tanya Edwin, yang tampak lebih cemas daripada biasanya. Dia dan saudara-saudara lainnya berdiri di sekeliling Chandra, menatapnya dengan mata penuh kekhawatiran. Wajah mereka pucat, seolah mereka juga bisa merasakan kehadiran kekuatan gelap di dalam ruangan.

Chandra mengangguk, tapi rasa sakit yang menjalar dari dalam tubuhnya tidak bisa dia abaikan. Seolah ada sesuatu yang rusak di dalam dirinya, sesuatu yang telah terbangun bersama dengan kekuatan pusaka itu.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Mahesa, sambil mengalihkan pandangannya ke Sean.

Sean masih menatap Chandra dengan penuh keraguan. “Kita harus menemukan cara untuk menghentikan kutukan ini sepenuhnya. Meskipun Chandra memiliki kekuatan untuk melawannya, kita belum tahu pasti apa yang menyebabkan kutukan ini muncul sejak awal.”

“Dan kita tidak bisa menunggu lama,” tambah Juan. “Kalau tidak, kekuatan ini mungkin akan menelan kita semua.”

Chandra memandang batu hitam itu yang masih bersinar samar di dalam kotaknya. Dia tahu apa yang harus dilakukan. Meskipun kutukan ini berbahaya, dia merasa ada lebih banyak rahasia yang bisa diungkapkan oleh pusaka itu. Hanya saja, harganya mungkin jauh lebih tinggi daripada yang mereka bayangkan.

“Aku harus kembali ke sini,” katanya pelan. “Ke rumah ini, ke lorong ini. Tapi aku tidak bisa melakukannya sendiri.”

"Kalau begitu kita akan pergi bersama," kata Ferdian dengan tegas. “Kita tidak bisa membiarkanmu menghadapi ini sendirian, Chandra.”

"Ini bukan hanya masalahmu, ini masalah kita semua. Kita sudah sejauh ini bersama, dan kita akan terus melakukannya.”

Chandra menatap saudara-saudaranya satu per satu. Dia bisa melihat kekhawatiran di mata mereka, tapi juga keteguhan hati. Meski mereka berbeda, terpisah oleh garis keturunan yang kompleks, rasa persaudaraan mereka lebih kuat dari sebelumnya. Mereka telah melalui banyak hal bersama—dan ini hanya satu lagi rintangan yang harus mereka hadapi.

“Kau yakin?” tanya Chandra, suaranya agak serak. “Jika kita melangkah lebih jauh, tidak ada jaminan bahwa kita semua akan keluar dengan selamat.”

"Justru itu," jawab Jojo dengan nada serius. “Jika ada yang harus jatuh, lebih baik kita hadapi bersama. Ini bukan hanya tentang dirimu.”

Haiden berjalan mendekat, menepuk bahu Chandra. "Kami di sini untuk melindungimu, seperti kau melindungi kami. Lagipula, kita tidak bisa membiarkan batu terkutuk itu menguasaimu atau dunia ini."

"Kalau begitu kita harus mempersiapkan diri," kata Sean, matanya masih tertuju pada pusaka itu. "Ini bukan hanya soal kekuatan. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang bermain di sini. Sesuatu yang bahkan mungkin kita tidak mengerti sepenuhnya."

“Jadi, apa rencananya?” tanya Dimas, mencoba memecah ketegangan. "Kita harus membuat strategi."

Chandra menghela napas, merasakan berat tanggung jawab yang semakin menumpuk di pundaknya. "Pertama, kita harus mencari tahu asal-usul pusaka ini. Ada seseorang yang mungkin bisa memberi kita jawaban."

"Ayah kita?" tanya Hao, dengan alisnya yang terangkat.

Chandra mengangguk. "Ya. Dia pasti tahu lebih banyak tentang ini. Tentang kutukan, tentang kekuatan yang ada di dalam diri kita."

Darah yang Sama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang