1: Panggilan dari Masa Lalu

290 20 2
                                    


Malam itu, hujan turun deras di luar, menampar jendela kamarnya dengan bunyi ritmis yang membuat Chandra merasa semakin gelisah. Di depan pintunya, sebuah amplop tua tergeletak tanpa ia sadari sebelumnya. Amplop itu sudah kusam, seolah telah melewati waktu yang panjang, dan hanya terdapat satu huruf yang tertulis di atasnya dengan tinta hitam tebal: "S".

Chandra memandang amplop itu dengan dahi berkerut. Tangan gemetarnya meraih kertas itu, membuka segelnya dengan perlahan. Di dalamnya, hanya ada secarik kertas yang ditulis dengan tulisan tangan yang familiar namun terasa asing karena sudah lama tak dilihatnya:

"Kembalilah. Darah memanggil kita semua. - S"

Chandra tahu siapa pengirim surat itu. Sean, kakak tertua di antara mereka semua. Meski sudah lama mereka tidak saling berkomunikasi, ada ikatan yang tak bisa terputus begitu saja di antara mereka 13 bersaudara. Satu-satunya yang lebih misterius daripada hubungan mereka adalah masa lalu keluarga besar mereka yang kabur dan penuh rahasia.

Setelah membaca surat itu, Chandra duduk sejenak di tepi ranjangnya. Dia tidak pernah menyangka akan dipanggil kembali ke rumah tua itu, tempat di mana mereka semua pernah berkumpul bertahun-tahun lalu. Rumah itu tidak sekadar bangunan. Ia adalah simbol dari semua ketakutan, rahasia, dan kebingungan yang menyelimuti masa kecil mereka. Di sana, mereka tak hanya tumbuh bersama, tetapi juga terpisah, masing-masing dengan cerita orangtua yang berbeda.

Mereka semua memang terlahir dari ibu dan ayah yang berbeda, namun di satu sisi, ada sesuatu yang aneh yang menyatukan mereka. "Darah yang sama," kata Sean suatu kali dengan serius saat mereka masih kecil. Saat itu, tidak ada yang benar-benar memahami maksud perkataannya. Mereka menganggap Sean hanya berlebihan, tetapi kini, setelah surat itu tiba, Chandra merasakan ketegangan yang membuat tubuhnya bergetar.

Malam itu, ia tak bisa tidur. Pikirannya terus-menerus kembali ke masa lalu, mencoba mengingat apa yang terjadi selama mereka semua tinggal di rumah itu. Setiap sudutnya menyimpan misteri yang belum pernah benar-benar terpecahkan. Dan sekarang, mereka semua harus kembali.

Pagi harinya, Chandra memberanikan diri untuk memulai perjalanan ke rumah tua itu. Perjalanan yang penuh dengan keraguan dan ketakutan. Rumah itu terletak di tengah hutan, jauh dari kota, membuatnya semakin terasing dan menyimpan banyak rahasia yang tersembunyi di antara pepohonan tinggi yang melingkupinya.

Setelah beberapa jam berkendara, ia tiba di pintu gerbang rumah tua yang sudah berkarat, diselimuti oleh tumbuhan liar yang menjalar seolah hendak menelan bangunan itu sepenuhnya. Rumah itu berdiri dengan angkuh di balik kabut pagi, seolah-olah mengawasi kedatangannya dengan mata yang tak terlihat.

Chandra menelan ludahnya, jantungnya berdetak kencang saat dia melangkah masuk. Pintu depan berderit saat dia mendorongnya terbuka, dan di dalam, pemandangan yang sama sekali tidak berubah sejak terakhir kali dia berada di sana-ruang tamu yang luas dengan perabotan tua yang tertutup debu dan jaring laba-laba, menggambarkan betapa lama rumah itu telah ditinggalkan.

Tapi dia tidak sendiri. Di ruang tamu, wajah-wajah yang sudah lama tidak ia temui menoleh padanya. Sean berdiri di tengah ruangan, dengan senyuman samar di wajahnya. Di sebelahnya, ada Hendra, Jojo, Mahesa, dan yang lainnya. Satu demi satu, mereka berkumpul, menunggu kedatangan saudara terakhir. Seluruh 13 saudara kini telah kembali.

"Kalian sudah lama di sini?" tanya Chandra, suaranya hampir tenggelam dalam keheningan ruangan.

Sean menatapnya dengan mata tajam. "Sudah cukup lama," jawabnya datar. "Tapi, yang penting kita semua sudah ada di sini sekarang."

Ada keheningan canggung yang menyelimuti ruangan itu. Tak ada seorang pun yang benar-benar tahu bagaimana memulai percakapan setelah bertahun-tahun terpisah. Namun, ada sesuatu yang menggantung di udara-sebuah ketegangan yang tidak bisa diabaikan. Mereka semua tahu, sesuatu yang besar akan terjadi.

"Mas," Chandra akhirnya bicara, memecah keheningan yang tebal. "Kenapa kita di sini? Apa yang sebenarnya terjadi?"

Sean tidak langsung menjawab. Dia merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebuah buku tua, kulitnya retak dan usang, tampak seperti benda yang telah disimpan selama berabad-abad. Dia meletakkannya di atas meja di tengah ruangan.

"Inilah alasan kita dipanggil kembali," katanya, suaranya dalam dan tegas. "Buku ini berisi rahasia keluarga kita. Rahasia tentang darah yang mengalir di tubuh kita semua."

Mereka semua memandang buku itu dengan campuran rasa penasaran dan ketakutan. Chandra merasakan hawa dingin merayapi tulang punggungnya. Ada sesuatu yang sangat salah tentang situasi ini, dan dia tahu, perjalanan mereka baru saja dimulai.

Darah yang Sama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang