10: Pertempuran di Dalam Diri

75 9 0
                                    

Kekuatan itu begitu besar, hampir menenggelamkannya, tapi dia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara. Jika dia ingin membebaskan keluarganya dari kutukan, dia harus menguasai kekuatan ini sepenuhnya.

Namun, tidak semudah itu. Dalam kepalanya, Chandra mulai mendengar dua suara yang bertentangan. Satu suara memintanya untuk menggunakan kekuatan ini dengan bijak, untuk melindungi keluarganya, sementara suara lain, lebih gelap, mendesaknya untuk melepaskan segalanya, untuk membiarkan kekuatan itu mengendalikan dirinya.

"Kau tidak bisa menguasai ini sendirian," bisik suara gelap itu. "Kekuatan ini lebih besar dari dirimu. Biarkan ia mengambil alih... dan kau akan menjadi tak terkalahkan."

Tapi Chandra tahu bahwa jika dia membiarkan kekuatan itu mengendalikan dirinya, dia akan kehilangan kendali. Dia akan menjadi ancaman, bukan hanya bagi dirinya sendiri, tetapi bagi seluruh saudara-saudaranya. Dia harus menemukan keseimbangan, harus mempelajari cara mengendalikan kekuatan ini sebelum ia terjebak oleh kegelapan yang dibawa oleh pusaka itu.

Di sekelilingnya, saudara-saudaranya hanya bisa menonton dengan cemas. Sean mencoba melangkah maju, ingin membantu, tapi ada sesuatu yang menahannya—sebuah kekuatan tak terlihat yang melindungi Chandra saat ia bergulat dengan kekuatannya sendiri.

"Aku bisa mengendalikannya," bisik Chandra pada dirinya sendiri. "Aku harus mengendalikannya... demi kita semua."

Dengan segenap kekuatan batinnya, Chandra memfokuskan pikirannya pada satu hal—keluarganya. Semua saudara-saudaranya yang selama ini selalu ada di sisinya, baik dalam suka maupun duka. Itulah yang memberinya kekuatan, itulah yang membuatnya terus bertahan.

Perlahan-lahan, Chandra mulai merasa kekuatan itu tunduk pada kehendaknya. Energi yang tadinya meluap-luap kini mulai mereda, beralih dari sesuatu yang liar menjadi sesuatu yang lebih terkendali. Dan ketika dia akhirnya membuka matanya, semua orang bisa melihat kilatan cahaya aneh di dalam iris matanya—sebuah tanda bahwa dia telah terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.

"Chandra, apa kau baik-baik saja?" tanya Sean, suaranya penuh kekhawatiran.

Chandra mengangguk, meskipun tubuhnya gemetar. “Aku baik-baik saja. Aku berhasil... untuk sekarang.”

Tapi di dalam hatinya, Chandra tahu bahwa ini belum berakhir. Kekuatan yang dia miliki sekarang bukan hanya sekadar berkat, tapi juga beban. Dan jika dia tidak berhati-hati, kekuatan ini bisa menghancurkan semuanya.

Saat malam mulai merambat, angin dingin berhembus di sekitar rumah tua itu, menambah kesan angker yang mengelilingi mereka. Cahaya bulan samar-samar menerobos melalui jendela yang pecah, menciptakan bayangan menyeramkan di lantai berdebu. Semua orang bisa merasakan bahwa sesuatu yang lebih besar sedang menanti mereka, tersembunyi di kegelapan.

Chandra berjalan perlahan ke arah ruang tengah, tempat di mana batu itu pertama kali ditemukan. Ia merasa ada energi yang lebih kuat menariknya ke tempat itu, seolah-olah ada sesuatu yang bersembunyi di balik dinding-dinding tua rumah tersebut. “Kalian tunggu di sini,” katanya kepada saudara-saudaranya, suara tegas namun penuh ketidakpastian.

Sean ingin menghentikannya, tapi melihat tekad di mata Chandra, dia memilih untuk mempercayainya. “Kita tidak akan meninggalkanmu,” katanya, akhirnya menyerah. “Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama.”

Chandra hanya mengangguk dan melanjutkan langkahnya. Ketika ia sampai di ruang tengah, ia melihat ke sekeliling, mencoba mencari petunjuk. Tiba-tiba, sebuah pola aneh pada lantai kayu menarik perhatiannya. Itu adalah ukiran simbol yang sepertinya sudah sangat tua, nyaris terhapus oleh waktu.

Ia berjongkok, menyentuh ukiran itu dengan ujung jarinya, dan seketika, energi aneh merembes dari tanah, menyebar melalui tubuhnya. Rasa dingin menyengat merambat ke tulang, membuat jantungnya berdegup kencang. Seolah-olah ukiran itu adalah kunci untuk membuka sesuatu yang telah lama terkubur.

Darah yang Sama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang