14: Kebenaran Terungkap

25 3 0
                                    


Ketika malam perlahan turun dan langit mulai diselimuti oleh kegelapan, Chandra dan saudara-saudaranya berkumpul di depan rumah tua kakek buyut mereka. Bangunan itu berdiri kokoh meski terlihat usang, dengan dinding-dinding batu yang dipenuhi oleh lumut dan tanaman merambat yang menjalar. Rumah itu sudah lama tak dihuni, namun aura misterius yang melingkupinya seolah terus memanggil mereka kembali.

"Apakah kita yakin ingin masuk ke sini?" tanya Haiden dengan ragu, menatap jendela-jendela yang tampak seperti mata-mata gelap yang mengawasi mereka dari dalam.

Sean melangkah maju, tatapannya tajam ke arah pintu kayu besar yang hampir lapuk. "Tidak ada pilihan lain," jawabnya tegas. "Ini tempat di mana semuanya dimulai. Kita harus menemukan jawabannya di sini."

Pintu tua itu berderit pelan saat Sean mendorongnya terbuka. Bau debu dan kelembapan segera menyeruak ke hidung mereka. Chandra memegang senter, menyorotkan cahaya ke dalam ruangan yang gelap gulita. Di dalam, semuanya terlihat beku dalam waktu. Meja kayu tua, kursi yang rapuh, dan lemari buku penuh dengan buku-buku kuno berdebu seolah tidak pernah disentuh selama bertahun-tahun.

“Aku selalu merasa aneh tentang tempat ini,” gumam Satya sambil berjalan hati-hati, matanya bergerak liar memeriksa setiap sudut. “Seolah-olah ada sesuatu yang disembunyikan di sini.”

"Kakek buyut kita menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ini," tambah Edwin. "Jika ada rahasia, pasti terkubur di sini."

Mereka mulai menjelajahi rumah itu, langkah-langkah mereka bergema di lantai kayu tua. Chandra menyusuri rak buku dengan jari-jarinya, merasakan setiap sudut tajam dari buku-buku tua yang penuh misteri. Sampai pandangannya tertuju pada satu buku besar yang terlihat berbeda dari yang lain—bersampul kulit tebal dengan simbol aneh di bagian tengahnya.

"Eii, lihat ini," kata Chandra pelan, menarik buku itu dari rak. Debu menari di udara ketika ia membuka halaman pertama, dan di sanalah mereka menemukan peta rumah tersebut, menunjukkan sebuah ruang tersembunyi di bawah lantai.

Sean, yang melihat lebih dekat, mendekatkan senter ke halaman tersebut. "Ruang rahasia," bisiknya, suaranya penuh ketegangan.

Mereka bergegas menuju titik yang ditunjukkan pada peta, menemukan sebuah pintu rahasia di bawah karpet lusuh yang hampir tak terlihat. Setelah sedikit usaha, mereka berhasil membuka pintu menuju tangga yang menurun ke dalam kegelapan.

"Kita benar-benar akan masuk ke sana?" tanya Zaidan dengan suara gemetar.

Chandra menatapnya dengan tenang. "Kita harus. Ini mungkin satu-satunya cara kita menemukan jawaban."

Dengan hati-hati, mereka menuruni tangga menuju ruang bawah tanah yang sempit dan dingin. Di sana, di sudut ruangan yang gelap dan lembab, mereka menemukan altar tua, dengan batu hitam yang terletak di atasnya. Batu itu memancarkan sinar samar, meski dikelilingi oleh kegelapan.

"Ini dia," kata Chandra dengan nada tegang. "Pusaka yang selalu disebut-sebut dalam legenda keluarga kita."

Saat itulah mereka memulai perjalanan mereka untuk menggali lebih dalam tentang kutukan yang telah menghantui keluarga mereka selama berabad-abad. Sebuah perjanjian gelap yang dibuat oleh leluhur mereka, dan sekarang, beban itu jatuh pada mereka.

Setelah menemukan altar tua dengan batu hitam itu, mereka semua terdiam, menatap benda yang selama ini hanya menjadi bisikan dalam sejarah kelam keluarga mereka. Udara di ruang bawah tanah terasa berat, dan Chandra bisa merasakan ketegangan yang menebal di antara mereka. Setiap napas terasa seolah menjadi pengingat akan tanggung jawab besar yang menanti.

“Jadi ini yang menyebabkan semua kutukan itu?” Satya bertanya dengan suara pelan, hampir berbisik.

“Ini baru permulaan,” jawab Sean. Dia menyentuh batu hitam itu, tapi segera menarik tangannya seolah merasakan panas yang tak terlihat. “Ada lebih dari sekadar benda ini. Kita harus mencari tahu bagaimana perjanjian leluhur kita dibuat dan cara menghentikannya.”

Darah yang Sama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang