3: Mimpi Gelap

79 10 2
                                    

Malam itu, setelah diskusi panjang tentang kutukan dan perjanjian keluarga mereka, saudara-saudara mulai menyebar ke berbagai sudut rumah tua untuk beristirahat. Suasana rumah tetap mencekam, meski mereka mencoba meredam rasa takut dengan percakapan ringan. Chandra, bagaimanapun, merasa aneh sepanjang malam itu. Dia belum bisa mengalihkan pikirannya dari simbol-simbol di buku kuno yang Sean tunjukkan.

Saat akhirnya dia mencoba tidur, rasa gelisah terus menghantuinya. Dia memejamkan mata, tetapi pikirannya tetap melayang-layang antara masa lalu dan rahasia yang baru saja terbongkar.

Dan ketika dia tertidur, mimpi buruk itu datang.

Dalam mimpinya, Chandra berdiri di depan sebuah cermin tua. Cermin itu berukuran besar, dengan bingkai kayu berukir yang melengkung anggun, seolah-olah telah ada di sana selama berabad-abad. Namun, pantulan di dalam cermin bukanlah dirinya. Yang terlihat di sana adalah seorang wanita dengan wajah pucat dan mata yang dalam, mengenakan gaun hitam panjang yang seolah menyerap cahaya di sekitarnya.

Wanita itu menatap Chandra dengan tatapan tajam. Mulutnya bergerak, tetapi tidak ada suara yang keluar. Namun, Chandra mengerti apa yang dia katakan.

"Kau harus menemukan rahasia terdalam keluarga kita, Chandra. Darah kita terikat oleh sesuatu yang lebih kuat dari kematian."

Chandra berusaha mundur, tapi kakinya terasa terpaku di lantai. Suara bisikan mulai terdengar dari segala arah, semakin kuat dan semakin mendesak. Tiba-tiba, tangan dingin keluar dari cermin, meraih tubuhnya. Dia mencoba melepaskan diri, tetapi cengkeraman itu terlalu kuat.

Chandra terbangun dengan napas tersengal-sengal, keringat dingin membasahi dahinya. Dia memandang sekeliling kamar gelap itu, mencari tahu apakah ada yang nyata dari mimpinya. Tapi semuanya hening. Mimpi itu terasa begitu nyata, seperti sebuah peringatan. Wanita dalam cermin itu... siapa dia? Dan apa yang ingin dia sampaikan?

Masih gemetar, Chandra memutuskan untuk tidak kembali tidur. Ada sesuatu yang harus dia temukan di rumah ini, dan mimpi itu adalah kunci untuk mengungkap lebih banyak rahasia keluarga mereka.

Chandra duduk di tepi tempat tidur, memeluk lututnya dengan erat. Nafasnya masih memburu, seolah-olah tangan dingin dari cermin itu masih mencengkeramnya. Pikirannya berputar-putar, mencoba menghubungkan semua potongan misteri yang perlahan muncul. Dia memandangi jendela yang tertutup rapat, cahaya bulan yang lemah menyelinap melalui celah-celah tirai tua, memberikan bayangan samar di dinding.

"Apa maksudnya?" gumam Chandra pelan. Wajah wanita dalam mimpinya terus berkelebat di kepalanya. "Rahasia terdalam keluarga kita..." Kalimat itu terngiang di benaknya, meninggalkan perasaan mendesak yang tidak bisa diabaikan. Kengerian dalam mimpinya begitu nyata, seakan wanita itu mencoba mengirimkan pesan yang penting. Chandra tahu bahwa ini bukan sekadar mimpi biasa.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, Chandra akhirnya bangkit. Ia merasakan panggilan aneh, seolah ada sesuatu yang memaksanya untuk bergerak. Ia berjalan pelan, membuka pintu kamarnya tanpa menimbulkan suara. Lorong di luar gelap dan panjang, dengan hanya beberapa cahaya redup yang datang dari ujung koridor. Hanya suara langkah kaki Chandra yang terdengar, menggemakan setiap derapnya di lantai kayu tua.

Ia berjalan tanpa tujuan yang jelas, tapi kakinya tampak tahu ke mana harus pergi. Setelah beberapa saat, ia sampai di depan ruang perpustakaan-ruang di mana Sean sebelumnya menunjukkan buku kuno itu. Chandra membuka pintu perlahan. Satu-satunya sumber cahaya adalah bulan yang memantul dari jendela besar di sudut ruangan, menerangi buku-buku yang tersusun rapi di rak-rak tinggi.

Buku itu masih di sana, tergeletak di meja. Simbol-simbol aneh yang Sean tunjukkan padanya seakan memanggil, mengundang Chandra untuk mendekat. Tangan Chandra terulur tanpa sadar, membuka halaman pertama. Kata-kata dalam bahasa yang tidak ia mengerti tertulis dengan tinta hitam pekat. Setiap simbol tampak berdenyut lembut, seakan memiliki kehidupan sendiri. Semakin ia membaca, semakin ia merasa tenggelam dalam buku itu.

Di halaman yang lebih dalam, Chandra menemukan simbol yang membuatnya terhenti-simbol yang sama dengan yang ia lihat di mimpi. Sebuah cermin. Lambang itu berbentuk cermin besar, dengan ukiran di bingkainya yang persis seperti yang ia lihat dalam mimpinya. Jantungnya berdetak semakin cepat. Ia merasa bahwa mimpinya bukan kebetulan, dan buku ini mungkin menyimpan jawaban yang ia cari.

Tiba-tiba, sebuah suara berbisik. Awalnya pelan, seperti angin yang berhembus lembut, namun perlahan semakin jelas. Suara itu terdengar seperti datang dari balik rak buku di sudut ruangan.

"Datanglah...," bisik suara itu.

Chandra berbalik, mengikuti sumber suara tersebut. Langkahnya berhati-hati, seolah takut membangunkan sesuatu yang tersembunyi di dalam rumah. Ia mendekati rak di sudut, tangannya meraba dinding di belakangnya. Sesuatu terasa tidak biasa-sebuah celah yang hampir tak terlihat.

Dengan hati-hati, Chandra menekan bagian itu. Dinding di belakang rak berderit, dan tiba-tiba terbuka, memperlihatkan tangga kecil yang turun ke bawah tanah. Angin dingin keluar dari celah itu, membuat bulu kuduk Chandra berdiri. Ia ragu sejenak, namun suara bisikan itu memanggil lagi, kali ini lebih keras.

"Datanglah, Chandra..."

Dengan napas tertahan, ia melangkah masuk ke dalam celah tersebut, menuruni tangga sempit yang tampak seolah belum pernah diinjak selama bertahun-tahun. Di bawah, gelap gulita menyelimuti setiap sudut ruangan. Ia meraba dinding untuk mencari pegangan, sementara hatinya berdebar kencang. Setiap langkah terasa berat, seperti ada sesuatu yang menahannya untuk terus maju.

Setelah beberapa saat, ia tiba di lantai bawah. Ruangan itu penuh dengan kelembaban dan bau apak. Hanya ada sedikit cahaya dari sebuah obor tua yang tergantung di dinding, cahayanya berkedip-kedip tak menentu. Di tengah ruangan, sebuah cermin besar berdiri tegak, tepat seperti yang ada di mimpinya. Cermin itu memantulkan bayangan samar, tapi kali ini, bukan hanya wanita yang ia lihat di sana.

Di balik wanita itu, bayangan-bayangan lain muncul. Satu per satu, mereka mulai tampak-wajah-wajah yang dikenalnya dengan baik. Kakak-kakaknya, satu demi satu, muncul di dalam cermin, berdiri di belakang wanita tersebut. Masing-masing dari mereka diam, tapi tatapan mereka begitu dalam, seolah mereka tahu sesuatu yang tidak Chandra ketahui.

Wanita itu tersenyum tipis, tatapannya tajam menembus jiwa Chandra.

"Waktunya hampir tiba," katanya dengan suara rendah yang kini bisa Chandra dengar dengan jelas. "Rahasia itu terpendam di sini, di dalam cermin. Hanya kau yang bisa mengungkapnya."

Chandra merasakan tubuhnya gemetar. "Apa yang kau inginkan dariku?" tanyanya, suaranya hampir tak terdengar.

Wanita itu tidak menjawab. Sebaliknya, cermin itu bergetar, dan bayangan kakak-kakaknya mulai memudar. Cermin itu mulai menunjukkan sesuatu yang lain, sesuatu yang jauh lebih gelap dan mengerikan.

Chandra merasa jantungnya berhenti sejenak. Rahasia yang tersembunyi di balik cermin ini lebih dari sekadar kutukan. Ini adalah sesuatu yang berhubungan dengan darah dan kehidupan mereka semua-sesuatu yang tidak bisa dihindari.

Darah yang Sama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang