14. Zidan Takut?

162 14 0
                                    

Ada banyak hal sebenarnya yang Novan sembunyikan dari Jovan. Novan yang sangat pandai bersandiwara selalu bisa mencari alasan yang realistis agar Jovan percaya padanya.

Bukan tanpa alasan Novan sering berbohong. Itu semua juga demi kebaikan Jovan sendiri.

Seperti tentang pekerjaan yang selama ini menghidupi mereka. Jika Jovan lebih jeli, upah dari pekerjaan freelance tidaklah banyak. Dan tidak akan mungkin bisa dia gunakan untuk bertahan hidup.

Entah karena Jovan memang sangat percaya dengan Novan, atau karena cerita Novan yang sangat meyakinkan, Jovan tidak pernah menaruh curiga sedikitpun kepada Novan.

Pekerjaan asli yang Novan lakukan adalah membantu para sasaeng untuk menguntit idol mereka. Idol kpop saat ini sangat populer di kalangan remaja. Dan menurut kalian darimana sasaeng mendapatkan informasi tentang idol mereka? Tentu saja ada pihak dibalik layar yang membantu.

Seperti Novan yang bekerja dibalik layar komputer untuk memantau setiap pergerakan idol yang diinginkan klien. Meretas ponsel idol juga sudah biasa Novan lakukan.

Resiko tertangkap juga sangat sedikit. Karena agensi hanya akan fokus pada sasaeng yang membuntuti idolnya, tidak pernah memperhatikan koneksinya. Seperti melalui staff, data komputer perusahaan, bahkan manager idol itu sendiri.

Novan tidak bekerjasama dengan staff kok. Novan hanya menyabotase ponsel mereka, mengambil informasi penting, dan memberikannya kepada sasaeng yang menyewanya.

Hanya itu. Tapi upah yang dijanjikan mampu menghidupi sampai sebulan lamanya.

Kebohongan lainnya adalah tentang papanya. Tuan Abimana yang selama ini dikenal masyarakat sebagai sosok yang ramah, murah senyum, dan penyayang. Nyatanya tidak demikian adanya.

Dandi Bayu Abimana, atau yang tidak orang tau adalah DnB, sosok yang selama ini menjadi musuh terbesar kepolisian. Kenapa? Tentu saja karena penyelundupan senjata api ilegal yang dilakukannya. Licin seperti belut, DnB sangat susah untuk ditangkap oleh kepolisian.

Jangan tanya bagaimana Novan bisa tau. Tentu karena kemampuannya dalam mencari informasi. Novan sendiri sempat kaget begitu mengetahui bahwa DnB adalah papanya. Tidak menyangka bahwa sosok yang selalu tampil ceria di depan publik nyatanya memiliki bayangan segelap tinta.

Dan kini, di depan pintu ruangan papanya dia berdiri. Sudah sejak lima menit lalu, Novan diam berdiri tanpa ada niatan mengetuk pintu. Matanya menyorot tajam pada dua manusia yang sedang bermesraan di depan sana. Pintu yang terbuat dari kaca itu benar-benar menampilkan adegan yang menjijikan bagi Novan.

Bajingan Bayu dan si lacur Siska.

Keduanya saling bercumbu tanpa tahu malu. Tidak memikirkan umurnya yang sudah tidak muda lagi. Tidak peduli juga jika ada orang lain yang melihat. Benar-benar egois.

"Novan,"

Novan menoleh begitu ada yang memanggilnya. Dia segera mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih ramah. Itu Rama, sepertinya dia baru datang.

"Udah di sini aja, gak sabar kerja apa kepagian?" tanya Rama yang membuat keduanya tertawa.

"Emang sengaja. Habis nganter Jovan daripada pulang mending langsung kan?" jawb Novan.

Rama mengangguk singkat. "Yaudah yuk gue tunjukin ruangan kita." Rama menggandeng —menyeret— Novan menuju ke ruangan di sebelah ruangan papanya tadi.

Dapat Novan lihat dari sudut matanya, laki-laki yang menginjak kepala lima itu menghentikan cumbuannya, memandang Novan dan Rama dari dalam ruangan.

~Sarsnit~

Jovan berjalan ringan menuju kantin yang ada di fakultasnya. Baru saja dia mendapatkan informasi jika kelas akan diundur nanti siang. Dan kebetulan hari ini dia belum sarapan, Novan sedang buru-buru katanya.

Di sana dia melihat Zidan dengan Leo. Oh, ada apa dengan pemuda gemini itu sampai harus ada di fakultasnya?

"Tumben di sini lo."

Sapaan Jovan membuat Leo mengalihkan tatapannya dari Zidan. Tersenyum lebar begitu melihat Jovan yang datang.

"Jo, coba bilang ke Zidan suruh buka blokiran gue dong. Dia keras kepala banget masa."

Jovan hanya memandang bingung dua manusia di depannya. Kenapa tidak meminta sendiri saja? Tapi saat melihat mata Zidan melotot tajam kearahnya, Jovan menjadi paham.

"Gamau ah, lo usaha lebih giat lagi. Dah sana lo mending pulang ke fakultas lo deh. Gue mau curhat sama bestie gue. Hush...hush...hush...."

Mau tidak mau, Jovan akhirnya mengusir Leo. Hubungan keduanya belum membaik juga, padahal Leo sudah sangat sabar menghadapi Zidan. Tidak jarang Jovan mendapatkan telpon malam-malam dari Zidan hanya untuk mengeluh tentang Leo yang terus saja mengejarnya. Padahal Leo sudah bilang beribu kali jika dia hanya ingin Zidan tidak menghindar, berteman seperti dulu saja.

Tapi namanya juga Zidan. Katanya dia takut dengan Leo. Jovan sendiri tidak tau alasan takutnya kenapa. Saat ditanya pun, Zidan tidak menjawab kenapa dia takut dengan Leo.

"Kenapa gak lo terima aja sih?" tanya Jovan.

Setelah bercerita alasan Zidan memblokir kontak Leo, hal yang sebenarnya sepele. Leo yang drunk text, dan Zidan yang lelah dengan kuliah melampiaskan kemarahannya pada Leo.

"Udah gue bilang kan, gue gak ada rasa apapun ke Leo." Zidan menjawab dengan bibir yang mengerucut sebal.

"Leo tulus loh sama lo."

"Bodo amat, kalau gue gak ada rasa emang mau dipaksakan? Yang ada nanti malah kasian ke Leo juga kan?"

"Oke oke," jawab Jovan, malas berdebat hal yang sama. "Dia tau gak kalau lo takut sama dia?" tanya Jovan. Dia masih penasaran alasan Zidan takut bertemu Leo.

"Dia tau, gue udah bilang pas Mama sakit. Gue udah peringatin juga di chat kalau untuk sementara jangan temuin gue dulu, gue masih takut lihat wajahnya."

Jovan memandang iba pada sahabatnya itu. Tangannya mengelus punggung Zidan berusaha menenangkan.

"Trus alasan lo takut sebenarnya tuh apa?"

Zidan bungkam. Matanya menyendu menatap tumpukan buku di depannya. Jovan kembali menghela nafas. Sepertinya gagal lagi pancingannya untuk membuat Zidan memberitahukan alasannya kenapa takut bertemu Leo untuk berhari-hari.

"Pulang ngampus nanti beli es krim yuk, gue ajak Novan sekalian. Bisa tuh suruh Novan traktir kita, ya kan?" kata Jovan mengalihkan pembicaraan setelah lama melihat tidak ada respon dari Zidan.

"Bilangin Novan buat siapin isi dompet, gue bakal kuras dompet dia."

Jovan tersenyum lalu mengangguk semangat. Tidak masalah, toh sekarang Novan dapat banyak uang jajan dari papa.

Jovan sempat iri saat melihat nominal yang dikirim papanya pada Novan. Itu lebih besar dari apa yang selama ini Jovan terima.

Sempat terbesit dipikiran Jovan alasan papa dan Novan baikan dengan begitu cepat. Bahkan kenapa papa dengan mudah menggantikan posisi Jovan sebagai pengelola keuangan? Tapi saat Jovan ingat masa kecil mereka, dimana Novan yang sangat dekat dengan papa, membuat Jovan percaya bahwa Novan tetaplah anak kesayangan papa.

Novan yang tidak pernah dimarahi saat berbuat kesalahan, Novan juga yang selalu tidur di pelukan papa setelah papa membacakan dongeng pengantar tidur. Papa jarang sekali berkunjung ke kamarnya, dan lebih sering mengunjungi kamar Novan.

Tapi itu tidak membuat Jovan iri atau bahkan benci pada Novan. Justru Jovan merasa senang melihat Novan tersenyum. Jovan sudah merasa cukup satu tahun mendapat perhatian penuh dari kedua orangtuanya.

Melihat Novan yang menjauhkan diri dari lingkungan pertemanan saat masuk ke perkuliahan, membuat Jovan sedih. Dia rindu pada Novan yang memiliki banyak teman, seperti saat sekolah dasar.

~Sarsnit~

Tebece~

Mulai minggu ini aku update siang dan seminggu sekali aja ya. Alhamdulillah aku sudah dapat kerjaan baru, jadi gak bisa sering update kayak dulu.

Selamat membaca ya, readers😙

Sarsnit | JAEMJENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang